THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Rabu, 23 Maret 2011

Manajemen Berbasis Sekolah [MBS]

Respon Sekolah Muhammadiyah terhadap Penerapan
Manajemen Berbasis Sekolah [MBS]; Studi pada empat sekolah di Komplek Perguruan Muhammadiyah Tlogomas Malang

Oleh Abdul Haris

ABSTRACT

This research deals with the response of Muhammadiyah schools on School Based Management implementation.
The research helded to four Muhammadiyah schools those are located in complex of Muhammadiyah institution Tlogomas Malang. The data was collected by using observation and dept interview, and was analyzed by using descriptive qualitative method.
The research shows that Muhammadiyah schools those are located in complex of Muhammadiyah institution Tlogomas Malang have varieties response on School Based Management implementation. The varieties response caused by internal condition of schools such as human resources, facilities, financial resources, etc. in answer the new changes.
The main problems of Muhammadiyah schools in answer the implementation of School Based Management are based on understanding of School Based Management concept, human resources, and the weakness of community attention with the improvement of school quality.
Each school has its solution to overcome the problems that was suitable with its condition.

1. PENDAHULUAN
Kenyataan menunjukkan bahwa sampai saat ini mutu pendidikan di Indonesia masih jauh dari harapan untuk dapat bersaing dengan Negara lain yang sudah maju. Hasil survei The Political and Economic Risk Consultation tahun 2001 melaporkan bahwa mutu pendidikan Indonesia adalah yang terburuk di Asia, yakni ke-12 dari 12 negara yang disurvei, satu peringkat di bawah Vietnam. Data Balitbang Diknas 2003 yang diambil dari data base Unisco tahun 2000 menunjukkan bahwa peringkat Human Development Index, yakni komposisi pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala menunjukkan bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 pada tahun 1996, ke-99 pada tahun 1997, ke-105 pada tahun 1998, ke-109 pada tahun 1999, dan ke-112 pada tahun 2000.
Hal itu diperkuat oleh hasil ujian akhir nasional tahun 2004-2005 yang mengejutkan banyak orang. Puluhan ribu murid tingkat SMP dan SMA di seluruh Indonesia tidak lulus ujian. Di Yogyakarta yang nota bene sebagai kota pelajar, ada 13 SMA yang persentase kelulusan muridnya nol persen. Bahkan di NTT, Papua, Bengkulu, Sulteng, Kalteng dan NAD, angka ketidaklulusan siswa SMP peserta UAN 2005, sekitar 50 %. (Suara Merdeka, 23 Agustus 2005)
Kenyataan ini menyadarkan pemerintah untuk segera melakukan perbaikan mutu pendidikan mulai dari tingkat dasar sampai dengan perguruan tinggi. Salah satu upaya peningkatan mutu pendidikan yang saat ini sedang gencar dilakukan adalah penerapan pendekatan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di sekolah-sekolah baik negri maupun swasta. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk melakukan desentralisasi pendidikan seiring dengan digulirkannya Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang telah direvisi melalui Undang-undang No. 32 tahun 2004. Desentralisasi pendidikan melaui penerapan Penerapan MBS dianggap sebagai satu alternatif yang handal untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia sebab salah satu hal yang menyebabkan kurangnya mutu pendidikan di Indonesia adalah diterapkannya kebijakan pendidikan yang sentralistik sebagaimana dinyatakan oleh Zamroni (www. dikmenum.go.id).
Hanya saja, untuk menerapkan MBS di sekolah-sekolah Indonesia tidaklah semudah membalik telapak tangan. Hasil ujicoba yang dilakukan di 1000 sekolah menunjukkan bahwa masih banyak sekolah yang belum mampu mengaplikasikan MBS dengan baik sehingga MBS masih belum menyentuh perubahan mendasar dalam meningkatkan "sistem pendidikan partisipatif". Penyebabnya antara lain karena lemahnya kepemimpinan kepala sekolah, kurang profesionalnya guru, dan sikap apatis masyarakat (Media Indonesia, 25 Juni 2001)
Tulisan ini merupakan hasil penelitian yang ingin menunjukkan bagaimana penerapan MBS menuai banyak problem pada tataran aplikasinya. Dalam hal ini empat sekolah yang berada di komplek perguruan Muhammadiyah Tlogomas Malang dijadikan sebagai subjek penelitian.
Dalam penelitian ini persoalan difokuskan seputar respon sekolah Muhammadiyah terhadap penerapan MBS beserta implikasi riilnya dan problem-problem yang mengitarinya. Respon yang dimaksud dalam penelitian ini adalah dalam pengertian bahasa Inggris response yang berarti action done in answer to something (H. Manser, 1991:353) artinya tindakan yang dilakukan untuk menjawab sesuatu.

2. TINJAUAN PUSTAKA
• Pengertian MBS
Manajemen Berbasi Sekolah (MBS) merupakan satu pendekatan yang saat ini sedang diterapkan di Indonesia sebagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui penerapan pendidikan partisipativ. Istilah MBS merupakan terjemahan dari shool-based management yang pertama kali muncul di Amerika ketika masyarakat mulai mempertanyakan relevansi pendidkan dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat setempat (Mulyasa, 2004: 24).
Definisi MBS sebenarnya sangat bervariasi, di antaranya adalah sebagai berikut:
Rahmat dan Edie Suharto mengatakan bahwa MBS pada dasarnya merupakan pendelegasian otoritas pengambilan keputusan untuk mengelola sumber daya keuanagan, kurikulum, serta profesinalisme guru ke tingkat sekolah (Media Indonesia, 25 Juni 2001).
Hal senada juga dinyatakan oleh Agus Dharma bahwa MBS adalah strategi untuk meningkatkan pendidikan dengan mendelegasikan kewenangan pengambilan keputusan penting dari pusat dan daerah ke tingkat sekolah. MBS pada dasarnya merupakan sistem manajemen di mana sekolah merupakan unit pengambilan keputusan penting tentang penyelenggaraan pendidikan secara mandiri (Pendidikan Network, http://artikel.us/adharma2.html).
MBS merupakan bentuk alternatif sekolah dalam rangka desentralisasi bidang pendidikan yang ditandai adanya otonomi luas di tingkat sekolah, partisipasi masyarakat yang tinggi, tetapi masih dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional (Koster,Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan No. 26).
MBS dapat difahami sebagai model manajemen pendidikan yang memberikan otonomi yang lebih besar kepada pihak sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif dengan melibatkan secara langsung semua anggota sekolah (Diknas, 2001: 5)

• Tujuan MBS dan Manfaatnya
Penerapan MBS di Indonesia dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa kebijakan pendidikan yang sentralistik ternyata kurang mampu mengantarkan pada tujuan yang menghasilkan lulusan yang berkualitas (Zamroni, op.cit), dan dipicu oleh ketidakpuasaan atau kegerahan para pengelola pendidikan pada level operasional atas keterbatasan wewenang yang mereka miliki untuk mengelola sekolah secara mandiri (Agus Dharma, op. cit). Selain itu juga didasarkan pada alasan-alasan berikut:
a. Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi dirinya sehingga dia dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia untuk memajukan sekolahnya
b. Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, terutama inpun pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik
c. Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih cocok untuk memenuhi kebutuhan sekolah
d. Penggunaan sumber daya pendidikan lebih effisien dan efektif bilamana dikontrol oleh masyarakat setempat
e. Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan keputusan sekolah menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat
f. Sekolah dapat bertanggungjawab tentang mutu pendidikan masing-masing kepada pemerintah, orang tua peserta didik, dan masyarakat pada umumnya
g. Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah lain untuk meningkatkan mutu pendidikan yang diduduk oleh orang tua siswa, dan pemerintah daerah setempat (Depdiknas, 2001: 6)
Selama ini sekolah ditempatkan sebagai pelaksana kebijakan pusat sehingga sekolah selalu menunggu "komando" dari pusat dalam mengambil keputusan apapun termasuk hal-hal kecil yang semestinya dapat dilakukan sekolah sendiri secara cepat. Akibatnya sekolah menjadi pasif dan lambat dalam merespon perkembangan yang terjadi di lingkungannya.
Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai dari penerapan MBS. Kustrini Hardi misalnya menyebutkan bahwa tujuan MBS adalah:
a. Mengembangkan kemampuan kepala sekolah bersama guru, unsur komite sekolah untuk meningkatkan mutu sekolah
b. Mengembangkan kemampuan kepala sekolah bersama guru, unsur komite sekolah untuk melaksanakan pembelajaran yang aktif dan menyenagkan
c. Mengembangkan peran serta masyarakat yang lebih aktif dalam masalah umum persekolahan guna membantu peningkatan mutu sekolah. (Batam Post, 14 April 2005).
Selain itu sebagai satu model manajemen, MBS bertujuan untuk mengefektifkan manajemen sekolah dengan harapan:
a. Individu yang kompeten terlibat dalam pengambilan keputusan
b. Anggota komunitas sekolah punya hak suara
c. Fokus pada pertanggngjawaban (akuntabilitas)
d. Kreatifitas pada perencanaan program
e. Adanya pengaturan ulang SDM
f. Alokasi anggaran lebih realistis (Kusmanto, Republika 20 Maret 2004)
Sementara itu Sugiarto dan Sulis Agung Nigrroho menyatakan bahwa MBS memiliki tujuan yang orientatif, di antaranya:
a. MBS sebagai media perubahan kultur dalam sekolah
b. MBS sebagai media pemenuhan kebutuhan internal dan eksternal di sekolah
c. Fokus MBS ada pada pemberi dan penerima jasa
d. MBS merupakan antisipasi perubahan untuk menghadapi masa yang akan datang (Jurnal Joglo Vol. VI, No. 1, 2003)
Dengan demikian secara garis besar dapat disimpulkan bahwa tujuan utama penerapan MBS adalah:
a. Peningkatan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia
b. Peningkatan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama
c. Peningkatan tanggung jawab sekolah kepada orang tua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolahnya
d. Peningkatan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai (Depdiknas, 2001: 5 – 6)
Tujuan penerapan MBS yang demikian akan memberikan banyak manfaat di antaranya:
a. Memungkinkan orang-orang yang kompeten di sekolah untuk mengambil keputusan yang akan meningkatkan pembelajaran
b. Memberi peluang bagi seluruh anggota sekolah untuk terlibat dalam pengambilan keputusan penting
c. Mendorong munculnya kreatifitas dalam merancang bangun tujuan yang dikembangkan di setiap sekolah
d. Menghasilkan rencana anggaran yang lebih realistik ketika orang tua dan guru makin menyadari keadaan keuangan sekolah, batasan pengeluaran, dan biaya program-program sekolah
e. Meningkatkan motivasi guru dan mengembangkan kepemimpinan baru di semua level (Katleen dalam Agus Dharma, op. cit.)

• Strategi Penerapan MBS di Sekolah
Penerapan MBS di sekolah menuntut adanya dukungan sumber daya manusia yang ada di sekolah. Dari pihak kepala sekolah, MBS menuntut adanya kepala sekolah yang memiliki kompetensi yang tinggi dalam persoalan manajerial dan keteladanan kerja. Dari pihak guru, MBS menuntut adanya guru yang memiliki kreatifitas dan semangat kerja tinggi dalam memberdayakan proses belajar-mengajar. Dari pihak Tata usaha, MBS, menuntut partisipasi yang tinggi untuk mendukung pelaksanaan proses pembelajaran yang efektif. Dan dari pihak masyarakat, MBS menuntut adanya partisipasi masyarakat dalam meningktkan mutu sekolah.
Menurut Kusmanto, penerapan MBS di sekolah membutuhkan prasyarat kondisional yang meliputi:
a. Perlu ada agenda strategis untuk pengembangan profesi dan diklat bagi guru dan komponen sekolah lainnya tentang pengajaran, pengelolaan sekolah, dan pemecahan masalah
b. Perlu ada keterbukaan informasi tentang kinerja sekolah guna pemenuhan kebutuhan orang tua dan masyarakat serta sumber daya sekolah guna membantu komponen sekolah membuat keputusan yang jitu
c. Perlu sistem ganjaran sebagai pengakuan atas usaha partisipasif dalam pengembangan dan peningkatan mutu/kinerja sekolah
d. Ada kepemimpinan kepada sekolah yang cakap dan tersedianya pedoman mekanisme untuk mengarahkan pelaksanaan kurikulum dan upaya instruksional lainnya
e. Dirumuskannya dan diwujudkannya visi, misi, tujuan, strategi, sasaran, serta kegiatan pada sekolah tersebut (Republika 20 Maret 2004)
Sementara itu Agus Dharma mengatakan bahwa penerapan MBS mensyaratkan hal-hal berikut:
a. Harus ada dukungan dari staf sekolah
b. Diaplikasikan secara bertahap sekitar lima tahun atau lebih
c. Ada pelatihan untuk semua unsur yang terlibat sehingga tercipta pola komunikasi yang sefaham antara sekolah dengan kantor dinas
d. Ada dukungan anggaran untuk pelatihan secara teratur
e. Ada pembagian wewenang yang jelas antara pusat, daerah, dan pihak sekolah (Pendidikan Network dalam http://artikel.us/adharma2.html)
Oleh sebab itu, agar penerapan MBS di sekolah dapat berlangsung secara efektif dan effisien jika ditunjang oleh beberapa hal berikut:
a. Kesiapan dan ketulusan para pelaksana pengambil kebijakan mulai dari pusat, daerah, dan sekolah itu sendiri dalam melaksanakan MBS.
b. Dukungan tenaga kerja yang terampil dan berkualitas untuk membantu peningkatan mutu pembelajaran melalui MBS.
c. Kemadirian dan kreativitas sekolah dalam mengelola pendidikan dan pembelajaran di balik otonomi yang dimilikinya.
d. Kemampuan sekolah mencermati kebutuhan peserta didik yang bervariasi, keinginan dan kemampuan staf yang berbeda, kondisi lingkungan yang beragam, dan harapan masyarakat (orang tua) untukmemperoleh pendidikan yang menjanjikan bagi anaknya di masa depan.
e. Keterlibatan masyarakat dalam peningkatan mutu pendidikan di sekolah.
f. Adanya sistem komunikasi dan regulasi yang jelas antara pusat, daerah, dan sekolah dalam penerapan MBS.
g. Ada pentahapan yang jelas dari sekolah dalam menerapkan MBS
h. Dikembangkannya budaya yang aktif, inovatif, kreatif, dokratis, dan profesional di lingkungan sekolah.

• Tahap-tahap Pelaksanaan MBS
Ada sepuluh tahap untuk melaksanakan MBS, yaitu:
a. Melakukan sosialisasi
Sebagai sesuatu yang baru, MBS terlebih dahulu perlu difahami sebelum diterapkan di sekolah. Sekolah yang akan menerapkan MBS hendaknya memahami kultur yang ada dalam MBS setelah itu dilakukan upya-upaya secara bertahap untuk membangun kultur baru di sekolah sesuai dengan kultur yang ada dalam MBS.
b. Mengindentifikasi tantangan nyata sekolah
Sebelum MBS diterapkan sekolah perlu melakukan identifikasi tantangan nyata yang dihadapi oleh sekolah. Tantangan yang dimaksud di sini adalah kesenjangan antara apa yang dicita-citakan dengan apa yang terjadi di sekolah.
c. Merumuskan visi, misi, tujuan, dan sasaran sekolah
Setelah diketahui tantangan nyata yang dihadapi sekolah, tindakan berikutnya adalah merumuskan visi, misi, tujuan, dan sasaran yang ingin dicapai oleh sekolah.
d. Mengidentifikasi fungsi-fungsi yang diperlukan untuk mencapai sasaran
Apabila penentuan visi sampai pada sasaran sudah selesai, langkah berikutnya adalah melakukan identifikasi terhadap fungsi-fungsi yang dibutuhkan untuk mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan.
e. Melakukan analisis SWOT
Hal penting lain yang perlu dilakukan sebelum menerapkan MBS adalah melakukan analisis SWOT untuk mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan yang dihadapi oleh sekolah.
f. Mencari alternatif langkah pemecahan persoalan
Dengan teridentifikasinya kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan yang ada sekolah selanjutnya mencari alternative pemecahan persoalan dalam rangka mencapai sasaran yang ditetapkan.
g. Menyusun rencana dan program peningkatan mutu
Setelah itu sekolah menyusun rencana program peningkatan mutu berupa langkah-langkah strategis untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik
h. Melaksanakan Rencana peningkatan mutu
Langkah berikutnya adalah implementasi dari program-program peningkatan mutu yang telah dibuat.
i. Melakukan evaluasi elaksanaan
Setelah proses peningkatan mutu berlangsung, diperlukan adanya evaluasi terhadap program peningkatan mutu tersebut guna menemukan tingkat pencapaian yang telah diperoleh dan menemukan kelemahan-kelemahan yang perlu diperbaiki.
j. Merumuskan sasaran mutu baru
Setelah dilakukan evaluasi dan ditemukan kelemahan dan kekuarangan yang ada dalam proses peningkatan mutu tersebut, langkah berikutnya adalah merumuskan sasaran mutu baru. (Lihat Depdiknas, 2001: 29 – 46)
Tahapan-tahapan di atas menunjukan adanya proses yang berantai untuk menerapkan MBS di sekolah. Tahapan tersebut dimulai dari mengenali terlebih dahulu konsep MBS secara utuh, kemudian mengenali situasi dan kondisi sekolah dengan berbagai kekuatan, kelemahan, peluang, dan hambatannya. Beranjak dari langkah tersebut disusunlah visi, misi, dan tujuan sekolah dengan berbagai sasarannya yang dilanjutkan dengan membuat perencanaan program, pelaksanaan program, evaluasi program sehingga dapat dirumuskan sasaran mutu berikutnya.

3. METODE PENELITIAN
• Pendekatan Penelitian
Penelitian ini berusaha untuk memahami secara lebih dalam dan lebih terperincirespon sekolah Muhamamdiyah terhadap kebijakan penerapan pendekatan MBS.
Karena itu pendekatan kualitatif yang dianggap paling tepat untuk tujuan tersebut. Sanafiah Faisal (dalam Bungin, 2003: 66) mengatakan bahwa tujuan akhir dari kegiatan penelitian kualitatif adalah untuk memahami fenomena social yang tengah diteliti. Kata kuncinya adalah memahami (understanding).

• Informan Penelitian
Dalam penelitian ini informan kuncinya adalah kepala Madrasah Tsanawiyah (MTs) Muhammadiyah 1, kepala Madrasah ALiyah (MA) Muhammadiyah 1, kepala Sekolah Menengah Atas (SMA) Muhammadiyah 3, kepala Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Muhammadiyah 3 yang ada di komplek Perguruan Muhamamdiyah Tlogomas Malang.

• Tehnik Pengumpulan dan Analisa Data
Dalam penelitian ini data-data akan dikumpulkan dengan menggunakan tehnik observasi dan wawancara mendalam.
Data yang telah terkumpul baik dari hasil observasi maupun wawancara mendalam akan disajikan dalam bentuk teks naratif sebagai hasil penemuan makna dari apa yang terjadi di sekolah-sekolah tersebut. Mula-mula peneliti akan melakukan reduksi data. Dari hasil reduksi data tersebut, kemudian diorganisir (display data) dalam bentuk metrik untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas dan mudah difahami tentang persoalan penelitian yang diteliti. Setelah itu peneliti akan menarik kesimpulan sebagai hasil penelitian.
Hasil penelitian yang telah diperoleh tersebut tidak dianggap sebagai hasil final, akan tetapi diuji kredibilitasnya terlebih dahulu dengan menggunakan metode Triangulasi dan metode Membercheck. Dengan serangkaian metode di atas diharapkan hasil penelitian yang dianggap final memiliki kredibilitas yang baik.

0 komentar: