THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Minggu, 06 Maret 2011

PELATIHAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS

PELATIHAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS
BAGI GURU BAHASA INDONESIA SEKOLAH MENENGAH ATAS
DI WILAYAH KABUPATEN PURBALINGGA JAWA TENGAH

TRAINING ON CLASSROOM ACTION RESEARCH
FOR INDONESIAN LANGUAGE TEACHERS OF SENIOR HIGH SCHOOL
IN PURBALINGGA JAWA TENGAH

Joko Santoso, dkk.

ABSTRAK

Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan (i) pengetahuan mengenai penelitian tindakan kelas dan (ii) pelatihan penyusunan proposal sebagai rencana perbaikan kualitas pembelajaran. Untuk mencapai tujuan itu, metode yang digunakan ialah pelatihan dan lokakarya. Di samping itu, metode pendidikan orang dewasa (andragogi) diterapkan dengan memanfaatkan model pendekatan proses. Metode ini dipilih agar peserta bisa mengalami setiap langkah proses penyusunan proposal penelitian tindakan kelas sesuai permasalahan pembelajaran yang dihadapinya dalam proses belajar mengajar di sekolah. Kegiatan ini dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang direncanakan. Kegiatan ini diikuti oleh 23 guru bidang studi bahasa Indonesia. Peserta berhasil mewujudkan 5 draf proposal penelitian tindakan kelas yang disusun secara kelompok berdasarkan kebutuhan dan permasalahan yang mereka hadapi di sekolah. Semua proposal dapat diseminarkan dan diperbaiki berdasarkan saran, baik dari tim pengabdian masyarakat maupun dari sesama peserta. Sebagian besar peserta merasa puas terhadap pelaksanaan kegiatan ini. Mereka merasa telah mendapatkan pengetahuan dan keterampilan yang mereka butuhkan.

Kata kunci: pelatihan, penelitian tindakan kelas, guru bahasa Indonesia

ABSRACT

This program is aimed at giving (i) knowledge a bout classroom action research and (ii) training on writing a proposal as a plan to improve the quality of learning. To meet the goal, the method used was training and workshop. Besides, andragogy was a applied as a process approach model. This method was employed in order that the participant experienced each process in unity a classroom action research proposal according to problems they faced in their school. This program was conducted based on the arranged schedule. This program was followed by 23 Indonesian teachers. The participant were successfully wrote 5 classroom action research proposals which were made in groups based on their needs and problems they faced. All proposals we presented on the seminar and we revised based on suggestions given by the team of community service and participant (audience). Most of the participants were satified with this program. They got knowledge and skill they needed.

Key word: training, classroom action research, Indonesian language teachers
Pendahuluan
Dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, seorang guru diharapkan memiliki empat kompetensi yang memadai, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial. Dengan penguasaan keempat kompetensi itu diharapan para guru dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya secara profesional. Namun, kenyataan yang ada di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar guru belum menampakkan keprofesionalannya dalam melaksanakan tugas dan kewajiban itu. Hal itu di antaranya disebabkan oleh lemahnya kompetensi pedagogik dan kompetensi preofesional yang dimilikinya. Sehubungan dengan hal itu dapat dikemukakan ilustrasi sebagai berikut.
Kehidupan masyarakat di era globalisasi informasi sekarang ini menuntut kemampuan seseorang dalam berkomunikasi, baik secara reseptif maupun secara produktif, baik menerima maupun menuangkan ide serta pikirannya secara cepat dan tepat, baik secara lisan maupun tertulis. Dalam kehidupan masyarakat seperti ini, komunikasi merupakan salah satu kunci kehidupan yang harus dikuasai karena dengan penguasaan kemampuan berkomunikasi ini orang akan lebih mudah dalam menerima dan mengirim berbagai informasi. Untuk dapat berkomunikasi dengan baik seperti itu, diperlukan penguasaan penggunaan bahasa sebagai sarana komunikasi.
Dalam kegiatan berbahasa, ada empat keterampilan berbahasa yang memiliki hubungan erat, yaitu menyimak, membaca, berbicara, dan menulis. Dari keempat keterampilan berbahasa tersebut, keterampilan berbicara dan menulis sering dianggap sebagai bentuk keterampilan berbahasa yang dianggap cukup sulit karena merupakan kegiatan yang produktif dan ekspresif. Keterampilan berbicara dan menulis juga merupakan suatu kemampuan yang diperoleh melalui proses berlatih. Artinya, keterampilan itu tidak datang dengan sendirinya atau dikuasai dengan serta-merta, tetapi melalui dan memerlukan latihan.
Dalam kehidupan moderen, keterampilan berbahasa seperti itu sangat diperlukan. Namun dalam kenyataannya, pembelajaran keterampilan berbahasa kurang disenangi atau diperhatikan siswa karena para guru cenderung lebih memfokuskan diri pada penyampaian pembelajaran tentang bahasa daripada pembelajaran berbahasa. Kenyataan seperti ini tidak seluruhnya bersumber pada faktor siswa, namun faktor guru, terutama dalam hal cara penyampaian materi pembelajaran juga perlu mendapat perhatian serius.
Sebagai contoh kasus dapat dikemukakan temuan Alwasilah (dalam Sumarwati, 1997:5) dalam mengamati berbagai naskah yang masuk dalam sebuah lomba penulisan karya ilmiah. Berdasarkan naskah yang masuk pada panitia lomba karya ilmiah maupun lomba yang lain, dapat dikatakan bahwa para pelajar, bahkan para mahasiswa, belum mampu membuat laporan penelitian yang berkualitas. Hal ini disebabkan oleh belum memadainya kemampuan berbahasa mereka, khususnya bahasa tulis. Untuk mengatasi hal itu, diperlukan adanya reorientasi dalam pembelajaran bahasa Indonesia dari SD sampai perguruan tinggi.
Kenyataan seperti yang dikemukkan oleh Alawsilah di atas menunjukkan bahwa pembelajaran menulis di sekolah perlu diberikan mulai sekolah dasar sampai dengan sekolah menengah atas karena keterampilan itu sangat diperlukan dalam kehidupan. Sebagai salah satu keterampilan berbahasa yang kompleks, keterampilan ini perlu diajarkan dan dilatihkan secara terus-menerus. Keterampilan menulis merupakan keterampilan berbahasa yang cukup rumit karena kemampuan ini mencakup kemampuan-kemampuan lain yang lebih khusus dan perlu mendapatkan perhatian tersendiri. Kemampuan khusus itu antara lain menyangkut pemakaian ejaan, tanda baca, kosakata, struktur kalimat, dan penyusunan atau pengembangan paragraf (Akhadiah, 1988). Setiap siswa harus dibekali dengan kemam¬puan untuk menyampaikan ide dan pikirannya secara tertulis (menulis) kepada pihak lain. Setiap siswa harus mampu menuangkan sebuah ide menjadi bentuk tertulis secara logis, jelas, ringkas, dan sesuai dengan kaidah tata bahasa, dari bentuk yang paling sederhana sampai bentuk yang kompleks. Kemampuan menulis kelak diperlukan dalam segala macam karir dan pekerjaan (Ismail, 1997).
Syafe'i (1988) menyatakan bahwa seseorang yang berbakat menulis atau tidak berbakat menulis sebenarnya sama-sama memiliki kesempatan untuk menjadi penulis. Kesempatan dalam belajar menulis lebih banyak dalam menentukan keberhasilannya menjadi seorang penulis. Namun demikian, walaupun pembelajaran menulis (mengarang) telah disa¬dari sebagai bagian yang sangat esensial dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia, dalam kenyataannya pembelajaran menulis kurang mendapatkan perhatian yang sewajarnya. Pelly & Efendi (1992) mengatakan bahwa pelajaran membaca dan menulis yang dahulu merupakan pelajaran dan latihan pokok saat ini kurang mendapatkan perhatian, baik dari para siswa maupun para guru. Pembelajaran menulis selama ini tidak ditangani sebagaimana mestinya. Para siswa dan guru biasanya lebih memfokuskan kegiatan pelajaran pada materi-materi teoretik yang mengarah pada keberhasilan siswa dalam pencapaian nilai ujian nasional. Hal ini mengakibatkan keterampilan menulis para siswa tidak berkembang. Dengan tegas Badudu (1985) berpendapat bahwa rendahnya mutu kemampuan menulis siswa disebabkan oleh kenyataan bahwa pengajaran mengarang dianaktirikan.
Berdasarkan pengamatan sehari-hari terhadap kompetensi para siswa, diperoleh informasi bahwa keterampilan para siswa dalam menulis masih jauh dari yang diharapkan. Kondisi semacam itu tentu saja disebabkan oleh banyak faktor: (i) rendahnya minat, budaya, dan kompetensi baca para siswa, (ii) kurangnya pelatihan menulis bagi para siswa, (iii) tidak tersedianya contoh dan keteladanan dari para guru, (iv) rendahnya kualitas pembelajaran keterampilan berbahasa, khususnya dalam keterampilan menulis, dan (v) faktor-faktor lain yang cukup banyak.
Sebagai contoh, pembelajaran menulis yang dilakukan di sekolah-sekolah selama ini, pada umumnya, tidak didasarkan pada perencana yang matang. Biasanya tugas mengarang diberikan kepada siswa dengan memberikan judul, topik, atau tema tertentu. Tugas itu dapat dikerjakan di kelas atau di rumah. Jika tugas itu berkenaan dengan jenis karangan yang pendek biasanya siswa diminta untuk mengerjakannya di kelas. Apabila tugas itu berkenaan dengan jenis karangan yang panjang, biasanya siswa diberi waktu dua atau tiga hari. Hasil karangan siswa itu biasanya tidak diperiksa oleh guru. Seandainya diperiksa oleh guru pun tanpa didasarkan pada kaidah penilaian yang baku. Di samping itu, siswa tidak pernah mendapatkan umpan balik apa pun dari guru dan bahkan tidak pernah diberi kesempatan untuk mendiskusikan kekurangan dan kelebihannya. Kesempatan untuk kerja kolaboratif antarteman, saling mengoreksi, mengedit, atau menyunting, tidak pernah diberikan oleh guru.
Di sisi lain, tugas mengarang pada umumnya sangat jarang diberikan kepada siswa. Dalam satu catur wulan atau semester siswa mendapat tugas mengarang hanya dua atau tiga kali. Hal itu tentu saja kurang memadai atau tidak sesuai dengan harapan yang tertuang dalam kurikulum yang tengah dimulai pemberlakuannya.
Ilustrasi di atas merupakan salah satu contoh kasus pembelajaran yang terjadi di sekolah-sekolah. Berdasarkan ilustrasi di atas, pembelajaran di sekolah sebaiknya segera mendapat perhatian dan penanganan yang serius. Oleh karena itu, melalui kesempatan ini diupayakan adanya suatu tindakan nyata melalui pelatihan agar para guru memiliki kompetensi yang memadai dalam melaksanakan perbaikan pembelajaran. Dengan kata lain, para guru akan mendapatkan langkah dan format yang tepat dalam meningkatkan kemampuan dan keterampilan siswa sesuai mata pelajaran yang diampunya.
Untuk itu, salah satu langkah yang harus diambil oleh para guru ialah melakukan penelitian secara intensif. Penelitian itu bukan dalam kerangka pengembangan ilmu melainkan terutama dalam pengembangan dan atau peningkatan kualitas pembelajarannya, yang ujung-ujungnya ialah untuk pengembangan kepribadian dan atau kompetensi siswa. Salah satu bentuk penelitian yang dapat dilakukan guru dalam meningkatkan kualitas pembelajaran itu ialah penelitian tindakan kelas. Namun demikian, sampai saat ini kebiasaan melakukan penelitian tindakan kelas dalam rangka perbaikan pembelajaran itu belum biasa dilakukan oleh para guru. Hal itu bukan disebabkan oleh rendahnya komitmen guru dalam melakukan perbaikan pembelajaran, tetapi oleh rendahnya kompetensi dalam melaksanakan berbagai bentuk penelitian, khususnya penelitian tindakan kelas. Jadi, yang menjadi akar permasalahan ialah para guru tidak memiliki kompetensi dan pengalaman yang cukup dalam melaksanakan penelitian tindakan kelas.
Kondisi seperti di atas dialami oleh sebagian besar guru dan sekolah di Indonesia. Demikian juga para guru dan sekolah-sekolah di wilayah Kabupaten Purbalingga. Hal itu ditengarai oleh adanya kegelisahan Dinas Pendidikan Kabupaten Purbalingga mengenai kualitas pembelajaran di sekolah-sekolah di wilayah itu. Di samping itu, juga ditengarai oleh keinginan Dinas Pendidikan Kabupaten Purbalingga agar Tim Pengabdian Masyarakat Universitas Negeri Yogyakarta dapat mengalokasikan salah satu kegiatannya ke wilayah Kabupaten Purbalingga. Secara khusus Dinas Kabupaten Purbalingga menginginkan agar para guru dilatih dalam melaksanakan penelitian tindakan kelas.
Dalam menanggapi kegelisahan dan keinginan di atas, Tim Pengabdian kepada Mayarakat dari Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Negeri Yogyakarta, berkeinginan untuk mengadakan pengabdian kepada masyarakat di wilayah Dinas Kabupaten Purbalingga. Khususnya berkenaan dengan pelatihan pelaksanaan penelitian tindakan kelas bagi para guru.

Metode Pelaksanaan PPM
1. Metode Kegiatan PPM
Untuk merealisasikan tujuan di atas, pendekatan atau metode yang dipilih ialah pelatihan dan lokakarya. Di samping itu, metode pendidikan orang dewasa (andragogi) juga diterapkan dengan memanfaatkan model pendekatan proses (Tomkins, 1994). Metode ini dipilih untuk memberi kesempatan kepada para guru agar bisa mengalami sendiri langkah demi langkah proses penyusunan proposal penelitian tindakan kelas sesuai dengan permasalahan pembelajaran yang dihadapi oleh para guru dalam proses belajar mengajar sehari-hari di sekolah masing-masing. Dalam pelatihan dan lokakarya ini, pada awalnya, para guru diberi kesempatan untuk mendengarkan ceramah dan melakukan tanya jawab tentang penelitian tindakan kelas dan penyusunan proposalnya. Langkah berikutnya, mereka diberi kesempatan untuk menyusun sebuah proposal penelitian tindakan kelas berdasarkan kebutuhan dan permasalahan yang mereka hadapi sendiri-sediri di sekolah. Dengan demikian, para guru dapat menafsirkan, memaknai, dan menarik sendiri tindakan perbaikan pembelajaran yang diambilnya. Dengan kata lain, dengan metode pelatihan, para guru mendapatkan pengetahuan tentang penelitian tindaka kelas dan penyusunan proposalnya. Dengan metode lokakarya, para guru dapat melakukan praktik penyusunan proposal. Dengan demikian, mereka memperoleh hasil nyata yang dapat mereka praktikkan secara nyata di kelas.

2. Langkah Kegiatan PPM
Sehubungan dengan hasil analisis situasi dan identifikasi permasalahan di atas, akar permasalahan yang dihadapi oleh khalayak sasaran ialah bahwa (i) para guru belum memiliki pengetahuan yang memadai mengenai penelitian tindakan kelas serta (ii) para guru belum memiliki keterampilan dan pengalaman dalam penyusunan proposal, melaksanakan tindakan nyata di kelas, dan menyusun laporan penelitian tindakan kelas. Oleh karena itu, pemecahan permasalahan yang direncanakan dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini dilaksanakan melalui kegiatan pelatihan. Langkah kegiatan itu dapat dikemukakan sebagai berikut.
Pertama, tim melaksanakan observasi dan analisis situasi untuk menemukan akar permasalahan yang tengah dihadapi oleh khalayak sasaran.
Kedua, para guru diberi pengetahuan mengenai penelitian tindakan kelas, baik mengenai hakikat, karakteristik, maupun langkah-langkah pelaksanaannya. Melalui kegiatan ceramah, diskusi, dan simulasi studi kasus diharapkan para guru mendapatkan pemahaman yang cukup mengenai penelitian tindakan kelas.
Ketiga, para guru dibimbing untuk melakukan identifikasi permasalahan pembelajaran yang mereka hadapi di kelas masing-masing serta menemukan cara dan atau langkah perbaikan kualitas pembelajaran, baik secara teoretis maupun praktis.
Keempat, para guru dibimbing untuk menyusun proposal penelitian tindakan kelas berdasarkan permasalahan pembelajaran yang dihadapinya dan langkah perbaikan kualitas pembelajaran yang ditetapkannya.
Kelima, berdasarkan proposal yang telah disusunnya diharapkan para guru dapat melaksanakan penelitian di kelasnya masing-masing dan dapat pula menyusun laporan penelitiannya. Di harapkan pula para guru dapat mempublikasikan hasil penelitian masing-masing demi kepentingan perbaikan pendidikan secara lebih luas.
Perlu ditandaskan di sini bahwa langkah kegiatan kelima tersebut di atas bukan merupakan bagian kegiatan pengabdian masyarakat ini karena melalui dana yang tersedia Tim tidak dapat membiayai kegiatan penelitian itu. Kegiatan penelitian itu diharapkan dapat dibiayai oleh sekolah masing-masing atau oleh sponsor yang lain.
Kerangka pemecahan masalah di atas secara sederhana dapat dituangkan dalam langkah-langkah kegiatan dalam diagram berikut.








Hasil Pelaksanaan PPM dan Pembahasan
1. Hasil Kegiatan
Kegiatan pengabdian pada masyarakat ini dilaksanakan di SMP Negeri II dan di SMA Karya Bakti Purbalingga, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah. Kegiatan yang dilaksanakan selama dua hari ini, yaitu 13 Juli 2009 dan 25 Juli 20098 diikuti oleh 25 guru bidang studi bahasa Indonesia.
Wujud kegiatan yang dilaksanakan dalam pengabdian masyarakat ini ialah ceramah, pelatihan, dan lokakarya. Wujud kegiatan ini dipilih untuk memberi kesempatan kepada para guru agar memiliki pengetahuan yang memadai mengenai penelitian tindakan kelas, mengidentifikasi permasalahan pembelajaran yang dihadapinya, dan bisa mengalami sendiri langkah demi langkah proses penyusunan proposal penelitian tindakan kelas sesuai dengan permasalahan pembelajaran yang dihadapi sehari-hari. Dalam kegiatan ini, pada awalnya guru diberi kesempatan untuk mendengarkan ceramah dan melakukan tanya jawab mengenai teori dan langkah penelitian tindakan kelas.
Pada akhir kegiatan ini diperoleh hasil sebagai berikut.
(1) Secara kuantitatif, kegiatan ini diikuti oleh 25 guru bidang studi di wilayah Kabupaten Purbalingga.
(2) Secara kuantitatif, kegiatan ini dapat menghasilkan 5 draf proposal penelitian tindakan kelas yang ditindaklanjuti dengan kegiatan seminar agar mendapatkan masukan dari berbagai pihak. Dalam menyusun proposal penelitian, peserta diberi kebebasan untuk memilih melalui kerja mandiri atau kelompok. Namun, pada umumnya, peserta memilih kerja kelompok.
(3) Secara kualitatif, para guru merasa telah mendapatkan pengetahuan, keterampilan dan atau pengalaman yang sangat mereka butuhkan.
2. Pembahasan
Pada kegiatan hari pertama, yaitu Senin, 13 Juli 2009, melalui kegiatan ceramah dan tanya jawab, peserta mendapatkan informasi yang berkenaan dengan berbagai materi pelatihan, yaitu (i) penelitian tindakan kelas sebagai upaya peningkatan kualitas pembelajaran, (ii) prosedur penelitian tindakan kelas, (iii) pengumpulan dan pengolahan data, dan (iv) penyusunan proposal dan laporan penelitian. Kegiatan pelatihan pada hari pertama itu, dari awal sampai akhir, dapat diikuti oleh 25 peserta. Hal itu menunjukkan bahwa pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman dalam penyusunan proposal penelitian tindakan kelas sangat mereka butuhkan dalam kehidupannya sebagai seorang guru.
Pada akhir kegiatan hari pertama para guru ditugasi untuk mengidentifikasi persoalan pembelajaran yang mereka alami sehari-hari dalam proses belajar mengajar di sekolah masing-masing. Selanjutnya, para guru juga diminta untuk merumuskan persoalan pembelajaran itu dalam bentuk judul penelitian tindakan kelas. Berdasarkan judul penelitian yang mereka rumuskan, para guru diminta untuk mengembangkannya menjadi proposal penelitian tindakan kelas. Dalam hal ini, para guru diberi waktu selama sembilan hari dan proposal tersebut dapat disusun baik secara kelompok. Hasilnya, diharapkan, dapat diseminarkan pada 25 Juli 2009.
Pada hari kedua, yaitu 25 Juli 2009. kegiatan ditindaklanjuti dengan seminar proposal penelitian. Melalui kegiatan itu berhasil diseminarkan sebanyak 5 proposal penelitian, yang disusun secara kelompok. Pada umumnya, proposal yang telah diseminarkan masih memiliki beberapa kekurangan, baik secara substansial maupun metodologis. Melalui seminar itu, para penyusun proposal mendapatkan masukan sehubungan dengan beberapa kekurangan yang ada pada proposal penelitiannya, baik dari sesama guru maupun dari tim pengabdian masyarakat. Langkah selanjutnya, para peserta ditugasi untuk memperbaiki proposal penelitiannya masing-masing, berdasarkan masukan yang mereka terima dalam seminar. Perbaikan proposal ini diberi waktu oleh tim selama tujuh hari.
Pada umumnya perbaikan yang mereka kerjakan membuahkan hasil yang cukup baik. Artinya, proposal dapat diperbaiki sesuai dengan saran dan atau masukan yang diberikan baik oleh tim pengabdian masyarakat maupun oleh sesama guru. Hal itu menunjukkan bahwa para guru tetap memiliki dedikasi dan komitmen yang tinggi dalam hal ini. Tim pengabdian masyarakat juga berharap proposal itu dapat ditindaklanjuti melalui penelitian tindakan kelas di sekolah masing-masing, baik dengan biaya sendiri maupun dengan biaya sponsor.
Keberhasilan kegiatan ini juga didukung oleh pernyataan para peserta yang disampaikan pada akhir kegiatan bahwa mereka merasa telah mendapatkan pengetahuan dan keterampilan yang sangat mereka butuhkan. Hal itu juga dibuktikan oleh adanya permintaan para guru dan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Purbalingga agar kegiatan serupa dapat ditindaklanjuti bagi guru-guru yang lain.
Peserta kegiatan ini merupakan output yang diharapkan dapat menularkan pengetahuan dan keterampilannya kepada para guru yang lain. Jika hal itu dapat terlaksana, kegiatan ini memiliki outcome, impact, dan benefits yang sangat menggembirakan.
Berdasarkan pengamatan terhadap hasil kegiatan yang telah dilaporkan di atas, dapat dikemukakan bahwa kegiatan ini belum sepenuhnya mencapai hasil sebagaimana yang diharapkan. Dengan kata lain, tujuan kegiatan pengabdian ini belum bisa tercapai sepenuhnya. Walaupun kegiatan itu dapat diikuti oleh sejumlah guru sesuai dengan yang direncanakan dan walaupun pada akhir kegiatan masing-masing guru mampu mewujudkan hasil nyata, ternyata masih ada beberapa persoalan yang perlu dikemukakan di sini.
Pertama, waktu yang tersedia tidak sebanding dengan besarnya kebutuhan para guru untuk memahami dan mendapatkan keterampilan dalam hal penelitian tindakan kelas dan penyusunan proposalnya. Dengan kata lain, untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan yang memadai bagi para guru, membutuhkan waktu yang relatif lebih banyak. Kurangnya waktu diduga juga merupakan penyebab sebagian guru tidak berhasil menyusun proposal penelitian.
Kedua, tidak semua guru memiliki motivasi yang tinggi dalam mengikuti kegiatan ini. Artinya, sebagian kecil guru dalam mengikuti kegiatan ini masih terbatas pada kapasitas melaksanakan tugas kedinasan dan belum merupakan kebutuhan. Berdasarkan hasil pengamatan selama pelatihan berlangsung, sebagian guru itu kurang menampakkan kegigihannya dalam berusaha memahami dan menguasai materi, baik berkenaan dengan konsep maupun keterampilan.
Ketiga, ada guru yang datang terlambat atau meninggalkan kegiatan sebelum semua kegiatan berakhir, sehingga tidak dapat mengikuti kegiatan secara penuh. Hal itu juga berarti bahwa guru tersebut tidak memperoleh pengetahuan dan keterampilan secara penuh.
Di samping beberapa hal yang merupakan faktor penghambat atau kendala sebagaimana dikemukakan di atas, ada beberapa hal yang merupakan faktor pendukung pelaksanaan kegiatan pengabdian ini. Pertama, pada umumnya para peserta mendapatkan izin atau kemudahan dari Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Purbalingga dan kepala sekolah masing-masing untuk mengikuti kegiatan ini. Kedua, untuk tahun depan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Purbalingga mengharapkan agar kegiatan ini dapat dilaksanakan lagi bagi para guru yang belum mendapat kesempatan mengikuti kegiatan serupa.
Berdasarkan faktor penghambat dan pendukung yang telah dikemukakan di atas, melalui kesempatan ini perlu dikemukakan beberapa peluang yang dapat dilakukan pada kesempatan berikutnya. Pertama, pelatihan serupa perlu ditindaklanjuti mengingat porsi pelatihan (baik mengenai substansi maupun waktu yang tersedia) yang telah dilakukan dipandang kurang mencukupi bagi para guru. Pelatihan ini juga perlu dilanjutkan untuk guru bidang studi bahasa Indonesia yang lain, bahkan para guru bidang studi yang lain. Kedua, pelatihan sebaiknya dilakukan dalam satuan waktu yang cukup agar pendalaman teori, metodologi, dan praktik dapat dilakukan dengan leluasa. Dengan demikian, para guru mendapatkan waktu yang cukup untuk merancang sebuah penelitian yang berkualitas. Ketiga, pelatihan sebaiknya menggunakan pendekatan pendidikan orang dewasa (andragogi) dan didasarkan pada analisis kebutuhan para guru, khususnya dalam melaksanakan proses pembelajaran secara nyata di lapangan.

Kesimpulan dan Saran
Kegiatan pengabdian pada masyarakat ini dapat dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Namun demikian, kegiatan ini belum sepenuhnya bisa mencapai target yang telah ditetapkan, baik target kuantitatif maupun target kualitatif. Secara kuantitatif, kegiatan ini diikuti oleh 25 orang guru bidang studi bahasa Indonesia. Sebagian besar peserta telah berhasil mewujudkan draf proposal penelitian tindakan kelas berdasarkan kebutuhan dan permasalahan yang mereka hadapi di sekolah masing-masing. Proposal yang sudah disusun oleh peserta dapat diseminarkan dan diperbaiki berdasarkan masukan atau saran, baik dari tim pengabdian masyarakat maupun dari sesama guru. Sebagian besar peserta merasa puas terhadap pelaksanaan kegiatan ini. Dengan kata lain, mereka merasa telah mendapatkan pengetahuan dan keterampilan yang sangat mereka butuhkan.
Kendala utama yang terjadi pada kegiatan ini dapat dikemukakan sebagai berikut. Pertama, waktu yang tersedia tidak sebanding dengan besarnya kebutuhan para guru untuk memahami dan mendapatkan keterampilan yang mereka butuhkan. Kedua, tidak semua guru memiliki motivasi yang tinggi dalam mengikuti kegiatan ini. Ketiga, sebagian guru datang terlambat atau pulang mendahului, sehingga tidak dapat mengikuti kegiatan secara penuh.
Di samping beberapa hal yang merupakan faktor penghambat atau kendala sebagaimana dikemukakan di atas, ada beberapa hal yang merupakan faktor pendukung pelaksanaan kegiatan pengabdian ini. Pertama, pada umumnya para peserta mendapatkan izin atau kemudahan dari Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Purbalingga dan kepala sekolah masing-masing untuk mengikuti kegiatan ini. Kedua, untuk tahun depan Kepala
Dinas Pendidikan Kabupaten Purbalingga mengharapkan agar kegiatan ini dapat dilaksanakan lagi bagi para guru yang belum mendapat kesempatan mengikuti kegiatan serupa.

0 komentar: