(K T S P)
I. PENDAHULUAN
Pada tahun ajaran 2005/2006 setelah diberlakukannya kurikulum berbasis kompetensi, setahun kemudian yaitu pada tahun ajaran 2006/2007 di terbitkan kebijakan baru mengenai pemberlakuan pengorganisasian kurikulum yang dikenal dengan istilah KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), dengan batas akhir penerapan di sekolah pada tahun ajaran 2009/2010.
Kebijakan yang dimaksud adalah UU Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003, PP No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Permen No.22 tahun 2006 tantang Standar Isi, dan Permen No.23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan. Dimana kebijakan-kebijakan tersebut di atas merupakan landasan dalam pengembangan dan penyusunan KTSP.
Efektifitas implementasi kurikulum (proses pembelajaran) sangat dipengaruhi oleh empat komponen, yaitu; rumusan tujuan, penentuan materi/isi, pemilihan metode, dan evaluasi. Pengembangan pemikiran dan strategi pembelajaran dengan menggunakan empat komponen kurikulum tersebut, menghasilkan pola pembelajaran yang berbeda, yang disesuaikan dengan tuntutan psikologis anak, tuntutan masyarakat, dan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni.
Selain dari pengaruh empat komponen tersebut, hal paling penting lainnya adalah posisi implementator dalam hal ini guru, guru dipandang perlu untu dapat memperhatikan berbagai perubahan cara pandang terhadap belajar dan mengajar seiring dengan perubahan pada setiap aspek kehidupan, dalam rangka untuk melakukan langkah perbaikan dan penyesuaian disesuaikan dengan tuntutan jaman. Namun fakta dilapangan menunjukkan belum adanya perubahan yang signifikan dari berbagai perubahan kurikulum yang ada terhadap kualitas proses dan hasil pembelajaran siswa, terutama pada aspek relevansi kurikulum dan pembelajaran pada kondisi aktual.
Hadirnya kurikulum berbasis kompetensi yang dikenal dengan istilah kurikulum 2004, memberikan nuansa baru yang ditanggapi dalam dua perfektif. Persfektif pertama, bahwa kurikulum tersebut membuat “dilema” bagi para guru, pasalnya bagaimana implementasi KBK dalam kondisi sesungguhnya untuk setiap mata pelajaran yang ada. Persfektif kedua, bahwa kurikulum KBK memberikan penguatan terhadap relevansi pembelajaran yang dilakukan di sekolah dengan kebutuhan masyarakat dan dunia kerja/industri, yaitu dengan mengedepankan kompetensi minimal pada suatu “job” tertentu yang ada di lingkungan (masyarakat, dunia kerja/industri), baik untuk kebutuhan proses pembelajaran maupun output pembelajaran.
Perkembangan terbaru saat ini adalah munculnya penerapan KTSP oleh lembaga penyelenggara pendidikan dilingkungan Dinas Pendidikan. Kehadiran KTSP tidak serta menjadi solusi alternatif bagi berbagai “dilema” yang menutupi pendidikan karena berbagai faktor. Penulis dalam hal ini mengidentifkasi beberapa hal yang berkaitan dengan hadirnya KTSP, yaitu diantaranya:
a. KTSP muncul tidak lama setelah terbitnya kurikulum 2004, sehingga di lapangan menimbulkan pertanyaan apakah ini kurikulum baru yang merupakan revisi terhadap kurikulum 2004.
b. KTSP merupakan kurikulum operasional yang disusun dan dikembangkan oleh sekolah (guru dan stakeholder lainnya), sementara “mereka” biasanya menerima segala sesuatu secara terpusat.
c. Kesiapan data-data yang diprasyaratkan dalam KTSP belum sepenuhnya siap, karena dalam hal kecil guru pada umumnya tidak memiliki buku administrasi guru secara utuh.
d. Bagaimana hubungan antara pembelajaran dengan menggunakan formula KTSP dengan tuntutan ujian nasional (UNAS)?, yang secara filosofis memang berbeda.
e. Penyusunan dan pengembangan KTSP melibatkan banyak unsur, diantaranya; guru-guru, unsur pimpinan sekolah, pengawas, dinas pendidikan/depag terkait, dan komite sekolah. Hal ini merupakan kesulitan tersendiri karena sulit untuk dipertemukan secara langsung.
f. Adanya pengurangan jam pelajaran yang sangat dirasakan dampaknya bagi guru-guru di lembaga pendidikan swasta.
g. Unsur standar pendukung pelaksanaan KTSP belum diterbitkan seluruhnya saat ini baru terbit dua standar dari delapan standar yang ditetapkan, yaitu SKL (santdar kompetensi lulusan) dan SI (standar isi).
Terlepas dari sejumah “dilemma” yang ada sehubungan dengan ditetapkannya kebijakan mengenai penerapan KTSP, penulis dalam hal ini akan mengkaji secara khusus mengenai KTSP dipandang dari sudut akademik, sehingga mudah-mudahan akan memberikan gambaran mengenai peluang, harapan dan tantangan bagi penyelenggara pendidikan pada setiap jenjang pendidikan dalam penerapam KTSP.
KTSP merupakan sebuah kebijakan yang harus dilakukan oleh setiap satuan pendidikan, saat ini tugas kita adalah memahami dan memaknai KTSP sebagai sebuah produk inovasi dalam pengorganisasian kurikulum saat ini, untuk dapat disesuaikan dan diterapkan, melalui peroses pembelajaran KTSP akan diuji apakah KTSP merupakan hal baru yang memberikan solusi pendidikan dalam jangka panjang atau mungkin hanya merupakan solusi sementara sebagai “project work” semata dalam dunia pendidikan.
Berdasarkan uraian di atas, untuk memfokuskan pembahasan penulis merumuskan beberapa pertanyaan pokok, yang akan dijadikan landasan dalam melakukan pengkajian, diantaranya:
1. Bagaimana perkembangan inovasi kurikulum dan pembelajaran sebelumnya lahirnya KTSP?
2. Apa yang dimaksud dengan KTSP dan Bagaimana hubungannya dengan KBK atau kurikulum 2004?
3. Bagaimana prosedur pengembangan kurikulum dengan menggunakan format KTSP?
II. PEMBAHASAN
A. Perkembangan Inovasi-Inovasi Kurikulum dan Pembelajaran
Perkembangan pendidikan di Indonesia ditandai dengan lahirnya berbagai inovasi pendidikan yang didalamnya terdapat inovasi kurikulum dan inovasi pembelajaran, yang diperkuat dengan berbagai kebijakan pada masa inovasi tersebut diterapkan. Secara spesifik makalan ini menyajikan berbagai inovasi kurikulum dan pembelajaran yang telah dan sedang dilakukan hingga saat ini.
Inovasi merupakan suatu ide yang dituangkan dan bersifat baru, walaupun sesungguhnya tidak ada sesuatu hal yang baru seutuhnya tetapi merupakan penyesuaian dan perbaikan dari hal yang telah ada. Karakteristik suatu inovasi adalah; kreatif, baru, praktis, perubahan nilai, ekonomis, dan merupakan suatu terobosan. Dan lingkup inovasi terdiri dari tiga bagian yaitu inivasi struktur (SD 5 tahun), inovasi materi (materi teknologi informasi dan komunikasi untuk SMU tahun 2004), dan inovasi proses (e-learning) melalui tahapan konwledge, persuasion, decision, implmentation, dan confirmation (Rogers,1983:164)
Sebagai gambaran awal, berikut ini akan disajikan mengenai beberapa perkembangan kurikulum khususnya di Indonesia dimulai dari tahun 1968 hingga 2004 dan 2006 dengan spesifikasi orientasi dari masing kurikulum-kurikulum tersebut, secara garis besar perkembangan tersebut disajikan dalam tabel 1, sebagai berikut:
Tabel. 1
Perkembangan Kurikulum Di Indonesia
NO TAHUN FOKUS ORIENTASI
1 1968 Subject Matter (mata pelajaran)
2 1975 Terminal Objectives (TIU, TIK)
3 1984 Keterampilan Proses (CBSA Project)
4 1994 Munculnya pembagian kamar antara kurikulum nasional dengan kurikulum muatan local
5 2004 Kurikulum Berbasis Kompetensi
6 2006 Kurikulum berbasis lokal (daerah/satuan pendidikan)
Dengan melihat pada isi tabel 1 di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa a). perubahan atau penyesuaian kurikulum tersebut relatif dilakukan dalam periode yang relatif konstan yaitu antara 8 hingga 10 tahun, b). perubahan mencakup aspek proses dan materi, c). perkembangan terakhir menunjukkan konsentrasi pendidikan untuk meningkatkan mutu dan relevansinya bagi masyarakat dan lingkungan.
Kemudian untuk lebih menambah khasanah perkembangan, dibawah ini ditambahkan dengan perkembangan pembelajaran sebagai bentuk inovasi. Secara umum proses pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar yaitu pembelajaran tradisional, pembelajaran progresif, dan pembelajaran modern. Untuk lebih jelasnya untuk membedakan ketiga perkembangan tersebut dalam kaitan dengan pembelajaran disajikan dalam tabel 2 sebagai berikut:
Tabel. 2
Perkembangan Pembelajaran
ASPEK TRADISIONAL PROGRESIF MODERN
Tujuan Transfer Perkembangan Pribadi Penerapan
Pendekatan Unsur-unsur Keutuhan, bakat, minat Daerah kehidupan
Materi Text Book Keinginan Siswa Masyarakat
Metoda Formal Step, Asosiasi Discovery, Problem Solving, independent study Karyawisata, kemah, survey, pembelajaran proyek
Guru Berkuasa Tidak Berkuasa, siswa aktif Siswa aktif dengan bimbingan guru
Evaluasi Dikembangkan guru berdasar-kan tuntutan pengetahuan Self evaluation Oleh siswa, guru dan masyarakat
Pembelajaran saat ini lebih cenderung diarahkan pada pembelajaran modern yaitu dengan menekankan pada aspek kebutuhan dan tuntutan masyarakat dalam lingkup yang luas, seperti lingkungan masyarakat sekitar, dunia kerja, dunia industri, dsb. Meskipun dalam pelaksanaannya tidak menghilangkan unsur pembelajaran tradisional dan pembelajaran progresif namun lebih mengedepankan unsur modernnya atau dengan kata lain lebih meningkatkan relevansi selain dari mutu dan efektivitas pembelajaran.
Perkembangan kurikulum dan pembelajaran seperti uraian di atas, menunjukkan kepada kita bahwa telah terjadi pergeseran cara berfikir mengenai kurikulum dan pembelajaran yang perlu disikapi secara ilmiah.
Perkembangan terbaru dalam pendidikan dan kurikulum yaitu lahirnya kurikulum 2006 dengan diikuti populernya istilah KTSP. Persepsi masyarakat pendidikan pada umumnya dalam memandang KTSP sebagai model baru kurikulum sebagai pengganti KBK (kurikulum 2004), secara teoritik model pengembangan kurikulum yang sejalan dengan paradigma KTSP adalah model Tyler (objective model), model grassroot dari Hilda Taba, Model kurikulum transmisi dari Miller-Seller, dan lain sebagainya.
Berdasarkan hal tersebut di atas, penulis beranggapan bahwa KTSP adalah sebuah istilah/penamaan dari suatu bentuk pengelolaan dan pengorganisasian kurikulum sebagai implikasi dilaksanakannya otonomi daerah khususnya dalam bidang pendidikan, hipotesa penulis didasari pengertian KTSP, prinsip-prinsip, dan prosedur penyusunan KTSP yang akan diuraikan pada bagian berikutnya dalam makalah ini.
Sebagai pengayaan informasi penulis mencoba mendekatkan antara KTSP dengan SBCD (School-Based Curriculum Development) yang diterapkan di Australia melalui tulisan Laurie Brady “Curriculum Development: Third Edition” (1990). Brady mengatakan bahwa SBCD didalamnya “........... school and teacher greater autonomy in curriculum decisions”, pernyataan tersebut didasari pada asumsi bahwa “ ..... that curriculum decisions should be made by the teacher who are implementing them and that decisions should be shared by all who are involved”.
Trend munculnya SBCD adalah adanya desentralisasi dalam paradigma pengelolaan bidang kehidupan, tingginya tuntutan terhadap profesionalisme guru, perlunya kebebasan sekolah untuk menentukan dan mengembangkan program studi, dan keterlibatan guru secara langsung dalam proses pengembangan kurikulum. Lebih lanjut Brady mengatakan bahwa peran sekolah dalam proses pengembangan kurikulum adalah “ school must be involved in selecting content, having regard for available resources, to meets its own objectives and to cuter for students of different level of maturation”.
Beberapa karakteristik pelaksanaan SBCD di Australia adalah sebagai berikut:
1. Melibatkan sekolah dan guru dalam membuat keputusan pengembangan dan implementasi kurikulum.
2. Menjalin hubungan antara beberapa sekolah dalam proses pengembangan kurikulum.
3. lebih berorientasi pada selective dan adaptive dari pada creative.
4. Merupakan proses kontinu dan dinamis dengan melibatkan guru, siswa dan masyarakat.
5. Membutuhkan dukungan dari berbagai elemen terkait.
6. Mengubah aturan/pola guru yang tradisional (perubahan peran guru kearah profesionalisme).
7. Adanya perpindahan tanggung jawab dalam pembuatan keputusan kurikulum daripada memutuskan hubungan atau jalur dengan pusat.
Beberapa reaksi terhadap SBCD seperti ditulis Brady adalah: terasa berat melakukan perubahan peran guru dari pelaksana menjadi pengembang, lemahnya keahlian/kemampuan guru dan kurangnya pengalaman dan pengetahuan mengenai pengembangan kurikulum yang disediakan di sekolah, masalah usia; karena usia merefleksikan pengalaman mengajar, insentif; yaitu suatu upaya untuk memotivasi guru terlibat dalam SBCD, dan support structure; perlunya dukungan sekolah secara hirarkikal.
Berdasarkan beberapa kutipan yang penulis ambil dalam bukunya Brady (1990), pada hakekatnya terdapat beberapa kesamaan orientasi antara SBCD yang diungkap oleh Brady pada tahun 1990 dengan KTSP yang saat ini merupakan hal yang dianggap “kebaruan” dalam masyarakat pendidikan di Indonesia. Sehingga SBCD dapat menjadi salah satu rujukan dalam desain, pengelolaan, pemanfaatan, penggunaan, dan evaluasi KTSP yang sekarang sedang digalakan oleh pemerintah dalam hal ini adalah dinas pendidikan indonesia dari tingkat pusat hingga tingkat daerah.
B. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Proses desentralisasi pendidikan (kurikulum) pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan di daerah. Melalui desentralisasi pendidikan (kurikulum) diharapkan masing-masing daerah memiliki peluang untuk mengembangkan pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan potensi daerah.(Masriam Bukit:2004).
Burki et.al. (1999). Menyarankan aspek-aspek pendidikan yang dapat didesentralisasikan, yaitu; sistem pembelajaran, manajemen personalia, perencanaan dan struktur, serta sumber daya. Salah satu jenis keputusan yang dapat didesentralisasikan dari aspek pembelajaran adalah pengembangan kurikulum.
Terdapat sejumlah kegiatan strategis pada pengembangan kurikulum yang perlu dipersiapkan sehubungan dengan desentralisasi kurikulum, (Glatthom, 1994) mengatakan terdapat sejumlah kegiatan yang menjadi tanggung jawab daerah, yaitu: pembentukkan komite pengembangan kurikulum di daerah (jarkum), peletakkan landasan-landasan, perumusan panduan pengembangan kurikulum, menyusun dan mengatur strategi implementasi yang efektif, dan penyelenggaraan audit kurikulum guna menjamin mutu.
Kurikulum yang ada sekarang dikembangkan dengan pengelolaan atau pendekatan desentralistik. Hal ini merupakan implikasi dari keseluruhan pelaksanaan desentralisasi pendidikan di Indonesia yang didasarkan pada berbagai perundangan yang telah ditetapkan, antara lain UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Bab III Pembagian Urusan Pemerintahan Pasal 14 Ayat 1 yang menegaskan bahwa Bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah/Kota antara lain pendidikan dan penyelenggaraan pendidikan.
Tuntutan utama dari pendekatan desentralistik adalah tuntutan kemampuan setiap pengembang kurikulum yang harus menyebar dari tingkat pusat, daerah, sampai pada tingkat satuan pendidikan di sekolah. Kemampuan pengembangan kurikulum pada setiap tingkatan bukan mengikuti jenjang birokrasi tetapi merata dan tidak memiliki perbedaan yang jauh antara pengembang kurikulum tingkat pusat, daerah maupun pada unit satuan pendidikan karena mereka memiliki fungsi masing-masing dalam skenario besar secara nasional. Kesenjangan yang selama ini terjadi sebagai akibat dari kurangnya pemahaman implementasi kurikulum pada tingkat daerah dan satuan pendidikan sehingga pada saat daerah diberi wewenang untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan kondisi lingkungan dan sumber daya pendidikan di masing-masing daerah, tim pengembangan kurikulum daerah cenderung menanti petunjuk pelaksanaan dari pusat.
KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) merupakan kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. KTSP dikembangkan oleh sekolah dan komite sekolah berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan serta berpedoman pada panduan yang telah disusun oleh BNSP (Badan Standar Nasional Pendidikan). (PP No.19 Th.2005, Pasal 17).
Pada hakekatnya KTSP merupakan inovasi dari pengorganisasian kurikulum yang dilimpahkan dari pusat ke daerah dalam hal ini lebih mengerucut pada level satuan pendidikan atau sekolah. oleh karena itu dalam pengembangannya disesuaikan dengan karakteristik satuan pendidikan, potensi dan karakteristik daerah, sosial budaya, masyarakat, dan karakteristik peserta didik.
Perbedaan mendasar dari kurikulum 2004 dengan KTSP adalah khususnya dalam penyusunan dan pengembangan indikator pencapaian kompetensi ditentukan oleh satuan pendidikan dalam hal ini guru dengan mengacu pada Standar Isi yang ditetapkan secara nasional. Secara umum konten dan system kompetensi pada kurikulum 2004 masih digunakan pada kurikulum 2006 atau KTSP, oleh karena itu penguasaan kedua kurikulum tersebut saling berkaitan erat.
Kurikulum 2004 ataupun 2006 berorientasi pada penggunaan standar, oleh karenanya didalam pengembangan kurikulum mengacu pada standar kurikulum (standar kompetensi lulusan dan standar isi). Menurut Ibrahim (2002:22) bahwa standar kurikulum dapat diartikan sebagai perangkat rumusan tentang apa yang harus dipelajari dan dikuasai siswa oleh peserta didik maupun kadar/tingkat penguasaan yang diharapkan dari peserta didik, dalam setiap bidang/mata pelajaran pada masing-masing satuan pendidikan.
Pernyataan Ibrahim (2002) tersebut sejalan dengan penerapan KTSP saat ini yang berorientasi pada penggunaan standar yang dikeluarkan oleh BNSP, khususnya untuk standar isi yang mencerminkan apa yang harus dipelajari dan dikuasai oleh peserta didik dan standar kompetensi kelulusan yang memperlihatkan standar perilaku atau kinerja (performance standards), yang tercermin dalam pernyataan kadar /tingkat penguasaan yang diharapkan dari peserta didik.
Selain dari dimensi standar apa yang harus dikuasai dan kadar penguasaan yang diharapkan, terdapat pula dimensi waktu (when), yaitu kapan standar isi dan standar kelulusan tersebut harus dikuasai peserta didik, atau dengan kata lain pada tingkat/kelas/semester berapa penguasaan suatu kemampuan tersebut diharapkan dapat dikuasai.
Pola pembelajaran berbasis kompetensi dilakukan dengan melakukan langkah mengidentifikasi SKL yang telah ditetapkan oleh BNSP, kemudian mengidentifikasi standar kompetensi dan kompetensi dasar dengan mengacu pada standar isi yang telah ditetapka oleh BNSP, kemudian guru dan pihak-pihak terkait merumuskan indikator pancapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar, menetapkan alat evaluasi (uji kompetensi), merumuskan materi/bahan ajar, metode, media dan sumber-sumber belajar yang dibutuhkan.
Secara ideal seharusnya didalam pengembangan KTSP perlu didukung oleh enam standar lainnya selain SI dan SKL seperti yang diamanatkan dalam UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003. Standar Kompetensi Lulusan, untuk menentukan performance yang diharapkan dari peserta didik setelah melalui proses pembelajaran. Standar Isi, untuk menentukan kedalaman dan keluasan materi minimum yang harus dipelajari dan dikuasai peserta didik. Standar Proses, sebagai acuan proses pembelajaran terstandar yang harus dilakukan oleh satuan pendidikan sebagai bentuk pelayanan prima bagai peserta didik (masyarakat). Standar Penilaian, sebagai acuan dalam proses evaluasi baik formatif, ataupun sumatif, juga untuk pelaksanaan sertifikasi pada uji kompetensi. Standar Tenaga Kependidikan, digunakan sebagai prasyarat kemampuan minimum instruktur atau guru di dalam membimbing peserta didik untuk menempuh dan mencapai tujuan pembelajaran (standar kompetensi dan kompetensi dasar). Standar Sarana Dan Prasarana, standar ini dibutuhkan untuk dapat menjalankan proses pemelajaran yang membutuhkan srsna dan prasarana minimum yang harus disediakan oleh satuan pendidikan, agar dapat mencapai kualitas hasil dan proses pemelajaran. Standar Pembiayaan, merupakan standar kebutuhan finansial untuk penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran yang berkualitas dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Dan Standar Pengelolaan, standar ini adalah bentuk pelayanan utama yang dapat diketahui dan dirasakan secara langsung oleh masyarakat pada setiap satuan pendidikan ataupun oleh masyarakat sebagai stakeholder pendidikan.
Mungkin dengan adanya berbagai keterbatasan baik secara politis, ekonomis, sosiologis, hukum dan lain sebagainya, pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional melalui BNSP baru menerbitkan dua standar yaitu SKL, dan SI, yang wajib dijadikan acuan dalam pengembangan dan penyusunan KTSP.
Pada makalah ini jika penulis mengembangkan kurikulum implementatif khususnya di SMK lebih tertarik pada model pengembangan kurikulum sistemik dari Romiszowski, karena model sistematik (system Approach) sangat relevan digunakan untuk mengembangkan kurikulum, desain pembelajaran, dan desian program khusus pelatihan, Romiszowski dikutif dalam Oemar H (2000:68-70) menuliskan langkah pengembangan kurikulum model sistematik dilakukan dengan 14 langkah, sebagai berikut:
I. Deskripsi Tugas, Kegiatan merancang suatu program harus dimulai dari identifikasi tugas-tugas yang menjadi tuntutan suatu pekerjaan.
II. Analisis Tugas, Tugas-tugas yang telah ditetapkan secara dimensional dijabarkan menjadi seperangkat tugas yang lebih rinci.
III. Menetapkan Kemampuan, Setiap kemampuan hendaknya didasarkan pada kriteria kognitif, afektif dan performance, serta produktif dan ekploratoris.
IV. Spesifikasi Kemampuan, Setiap kemampuan dirinci menjadi pengetahuan, sikap, dan keterampilan-keterampilan.
V. Kebutuhan Pendidikan dan Latihan, Menentukan jenis pendidikan/latihan yang diperlukan untuk mengembangkan setiap kemampuan yang telah ditetapkan.
VI. Perumusan Tujuan Kompetensi/Kemampuan, Perumusan tujuan koheren dengan kompetensi yang akan dikembangkan.
VII. Kriteria Keberhasilan, Sebagai indikator keberhasilan suatu program dibuktikan jika lulusan dapat menunjukkan kemampuan dalam melaksanakan tugas yang telah ditentukan.
VIII. Organisasi dan Isi, Langkah ini menekankan pada pengorganisasian materi pelajaran yang akan disampaikan untuk mencapai kemampuan yang telah ditentukan.
IX. Pemilihan Strategi Pengajaran, Pada langkah ini ditentukan strategi dan metoda yang akan digunakan untuk mencapai tujuan kompetensi.
X. Uji Coba Program, Uji coba program yang telah didesain dimaksudkan untuk melihat kemungkinan terlaksananya program, jenis kesulitan yang pada akhirnya akan memberikan informasi balik untuk perbaikan program.
XI. Evaluasi, Evaluasi untuk mengecek sejauhmana efektivitas program, validitas dan realibilitas alat ukur dan efektivitas sistem evaluasi yang dapat digunakan sebagai umpan balik untuk perbaikan dan penyesuaian program.
XII. Implementasi Program, Pada tahap ini dirancang dan dianalisis langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam upaya pelaksanaan program.
XIII. Monitoring, Kegiatan monitoring untuk menghimpun informasi tentang pelaksanaan program, untuk mendapatkan gambaran pelaksanaan program yang relevan dengan kebutuhan lapangan dan diadaptasikan dengan lingkungan organisasi.
XIV. Perbaikan dan Penyesuaian (feedback), Perbaikan dan penyesuaian program perlu dilaksanakan guna menjamin konsistensi dan koherensi serta monitoring sistem, selanjutnya memberikan umpan balik kepada orgnisasi, sumber, strategi dan peningkatan motivasi belajar peserta didik.
Secara khusus untuk satuan pendidikan sekolah menengah kejuruan, BNSP tidak mengeluarkan standar isi terbaru, oleh karena itu SMK masih berorientasi dan dapat menggunakan Standar Kompetensi Kerja Nasional tahun 2004 yang sesungguhnya diberlakukan untuk kurikulum 2004, dan berbagai dokumen kurikulum 2004 untuk SMK.
Untuk lebih memperjelas keterkaitan tersebut dapat dikaji melalui prosedur pengembangan kurikulum dengan menggunakan format kurikulum KTSP, dengan mengacu pada pedoman penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah yang dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan tahun 2006.
C. Prosedur Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
1. Komponen-Komponen KTSP
a. Visi, Misi, dan Tujuan Pendidikan Tingkat Satuan Pendidikan
Visi, dan Misi Pendidikan Tingkat Satuan Pendidikan harus berorientasi ke depan, dikembangkan bersama oleh seluruh warga sekolah, merupakan perpaduan antara langkah strategis dan sesuatu yang dicita-citakan, dinyatakan dalam kalimat yang padat bermakna, dapat dijabarkan ke dalam tujuan dan indikator keberhasilannya, berbasis nilai, dan membumi (kontekstual).
Penyusunan visi dalam KTSP melalui tiga tahap yaitu; tahap 1: hasil belajar siswa, dengan merumuskan apa yang harus dicapai siswa berkaitan dengan pengetahuan, keterampilan, dan sikap setelah mereka menamatkan sekolah. Tahap 2: suasana pembelajaran, dirumuskan dengan mempertimbangkan suasana pembelajaran seperti apa yg dikehendaki untuk mencapai hasil belajar itu, dan tahap 3: suasana sekolah, dimana sekolah ditempatkan sebagai lembaga/organisasi pembelajaran dengan merumuskan seperti apa yang diinginkan untuk mewujudkan hasil belajar bagi siswa.
Setiap tahapan dirumuskan dalam kalimat, kemudian dipindai setiap rumusan/kalimat untuk mendapatkan kata kunci, rumusan visi dari kata kunci tersebut secara singkat padat bermakna (kurang lebih tidak lebih dari 25 kata), berdasarkan Visi ini, bisa ditentukan missinya dimana missi dapat diartikan sebagai sejumlah langkah strategis untuk menuju dan mencapai sasaran dari visi yang telah dirumuskan.
Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Dan khususnya tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
b. Struktur dan Muatan KTSP
Struktur dan Muatan KTSP pada jenjang pendidikan dasar dan menengah seperti tertuang dalam SI meliputi lima kelompok mata pelajaran, yaitu; kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaranjasmani, oleh raga dan kesehatan.Keluasan dan kedalaman pada setiap kelompok mata pelajaran sebagai beban belajar bagi setiap pesera didik pada satuan pendidikan.
mata pelajaran, muatan lokal, kegiatan pengembangan diri, pengaturan beban belajar, kenaikan kelas, penjurusan, dan kelulusan, pendidikan kecakapan hidup, pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global.
Kalender Pendidikan, untuk setiap satuan pendidikan dapat menyusun kalender pendidikan sesuai dengan kebutuhan daerah, karakteristik sekolah, kebutuhan peserta didik dan masyarakat, dengan memperhatikan kalender pendidikan sebagaimana tercantum dalam Standar Isi.
2. Prosedur Penyusunan KTSP
Tim Penyusun
Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan Provinsi untuk pendidikan menengah.
Tim penyusun kurikulum tingkat satuan pendidikan SD, SMP, SMA dan SMK terdiri atas guru, konselor, kepala sekolah, komite sekolah, dan nara sumber, dengan kepala sekolah sebagai ketua merangkap anggota, dan disupervisi oleh dinas kabupaten/kota dan provinsi yang bertanggung jawab di bidang pendidikan.
Tim penyusun kurikulum tingkat satuan pendidikan MI, MTs, MA dan MAK terdiri atas guru, konselor, kepala madrasah, komite madrasah, dan nara sumber dengan kepala madrasah sebagai ketua merangkap anggota, dan disupervisi oleh departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama.
Tim penyusun kurikulum tingkat satuan pendidikan khusus (SDLB,SMPLB, dan SMALB) terdiri atas guru, konselor, kepala sekolah, komite sekolah, dan nara sumber dengan kepala sekolah sebagai ketua merangkap anggota, dan disupervisi oleh dinas provinsi yang bertanggung jawab di bidang pendidikan.
Kegiatan Penyusunan
Penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan merupakan bagian dari kegiatan perencanaan sekolah/madrasah. Kegiatan ini dapat berbentuk rapat kerja dan/atau lokakarya sekolah/madrasah dan/atau kelompok sekolah/madrasah yang diselenggarakan dalam jangka waktu sebelum tahun pelajaran baru.
Tahap kegiatan penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan secara garis besar meliputi: penyiapan dan penyusunan draf, reviu dan revisi, serta finalisasi. Langkah yang lebih rinci dari masing-masing kegiatan diatur dan diselenggarakan oleh tim penyusun.
Pemberlakuan
Dokumen kurikulum tingkat satuan pendidikan SD, SMP, SMA, dan SMK dinyatakan berlaku oleh kepala sekolah serta diketahui oleh komite sekolah dan dinas kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang pendidikan.
Dokumen kurikulum tingkat satuan pendidikan MI, MTs, MA, dan MAK dinyatakan berlaku oleh kepala madrasah serta diketahui oleh komite madrasah dan oleh departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama.
Dokumen kurikulum tingkat satuan pendidikan SDLB, SMPLB, dan SMALB dinyatakan berlaku oleh kepala sekolah serta diketahui oleh komite sekolah dan dinas provinsi yang bertanggung jawab di bidang pendidikan.
Pengembangan KTSP
Kurikulum tingkat satuan pendidikan sebagai perwujudan dari kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah, berpedoman pada Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP.
Penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan khusus dikoordinasi dan disupervisi oleh dinas pendidikan provinsi, dan berpedoman pada Standar Isi dan Standar, Kompetensi Lulusan serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP . (Lihat UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 38 Ayat 2). Dalam penyusunan KTSP secara operasional perlu memperhatikan dan mengacu beberapa aspek di bawah ini, yaitu:
1. Peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia, Keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia menjadi dasar pembentukan kepribadian peserta didik secara utuh. Kurikulum disusun yang memungkinkan semua mata pelajaran dapat menunjang peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia.
2. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik, Kurikulum disusun agar memungkinkan pengembangan keragaman potensi, minat, kecerdasan intelektual, emosional, spritual, dan kinestetik peserta didik secara optimal sesuai dengan tingkat perkembangannya.
3. Keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan, Daerah memiliki keragaman potensi, kebutuhan, tantangan, dan keragaman karakteristik lingkungan, oleh karena itu kurikulum harus memuat keragaman tersebut untuk menghasilkan lulusan yang dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan daerah.
4. Tuntutan pembangunan daerah dan nasional, Pengembangan kurikulum harus memperhatikan keseimbangan tuntutan pembangunan daerah dan nasional.
5. Tuntutan dunia kerja, Kurikulum harus memuat kecakapan hidup untuk membekali peserta didik memasuki dunia kerja sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik dan kebutuhan dunia kerja, khususnya bagi mereka yang tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
6. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, Kurikulum harus dikembangkan secara berkala dan berkesinambungan sejalan dengan perkembangan Ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
7. Agama, Kurikulum harus dikembangkan untuk meningkatkan toleransi dan kerukunan umat beragama, dan memperhatikan norma agama yang berlaku di lingkungan sekolah
8. Dinamika perkembangan global, Kurikulum harus dikembangkan agar peserta didik mampu bersaing secara global dan dapat hidup berdampingan dengan bangsa lain.
9. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan, Kurikulum harus mendorong wawasan dan sikap kebangsaan dan persatuan nasional untuk memperkuat keutuhan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
10. Kondisi sosial budaya masyarakat setempat, Kurikulum harus dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik sosial budaya masyarakat setempat dan menunjang kelestarian keragaman budaya.
11. Kesetaraan Jender, Kurikulum harus diarahkan kepada pendidikan yang berkeadilan dan mendorong tumbuh kembangnya kesetaraan jender.
12. Karakteristik Satuan Pendidikan, Kurikulum harus dikembangkan sesuai dengan visi, misi, tujuan, kondisi, dan ciri khas satuan pendidikan.
Mata Pelajaran
Mata pelajaran beserta alokasi waktu untuk masing-masing tingkat satuan pendidikan tertera pada struktur kurikulum yang tercantum dalam Standar Isi.
Muatan Lokal
Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan.
Pengembangan Diri
Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, minat, setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan/atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler.
Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karier peserta didik. Khusus untuk sekolah menengah kejuruan pengembangan diri terutama ditujukan untuk pengembangan kreativitas dan bimbingan karier. Pengembangan diri untuk satuan pendidikan khusus menekankan pada peningkatan kecakapan hidup dan kemandirian sesuai dengan kebutuhan peserta didik
Pengaturan Beban Belajar
Beban belajar dalam sistem paket digunakan oleh tingkat satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB baik kategori standar maupun mandiri, SMA/MA/SMALB /SMK/MAK kategori standar.
Beban belajar dalam sistem kredit semester (SKS) dapat digunakan oleh SMP/MTs/SMPLB kategori mandiri, dan oleh SMA/MA/SMALB/SMK/MAK kategori standar. Beban belajar dalam sistem kredit semester (SKS) digunakan oleh SMA/MA/SMALB/SMK/MAK kategori mandiri.
Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran pada sistem paket dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan. Pemanfaatan jam pembelajaran tambahan mempertimbangkan kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi.
Alokasi waktu untuk penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur dalam sistem paket untuk SD/MI/SDLB 0% - 40%, SMP/MTs/SMPLB 0% - 50% dan SMA/MA/SMALB/SMK/MAK 0% - 60% dari waktu kegiatan tatap muka mata pelajaran yang bersangkutan. Pemanfaatan alokasi waktu tersebut mempertimbangkan kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi. Alokasi waktu untuk praktik, dua jam kegiatan praktik di sekolah setara dengan satu jam tatap muka. Empat jam praktik di luar sekolah setara dengan satu jam tatap muka. Alokasi waktu untuk tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur untuk SMP/MTs dan SMA/MA/SMK/MAK yang menggunakan sistem SKS mengikuti aturan sebagai berikut. Satu SKS pada SMP/MTs terdiri atas: 40 menit tatap muka, 20 menit kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur. Satu SKS pada SMA/MA/SMK/MAK terdiri atas: 45 menit tatap muka, 25 menit kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur.
Kenaikan Kelas, Penjurusan, dan Kelulusan
Kenaikan kelas, penjurusan, dan kelulusan mengacu kepada standar penilaian yang dikembangkan oleh BSNP.
Pendidikan Kecakapan Hidup
Kurikulum untuk SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/ SMALB, SMK/SMAK dapat memasukkan pendidikan kecakapan hidup, yang mencakup kecakapan pribadi, kecakapan sosial, kecakapan akademik dan/atau kecakapan vokasional. Pendidikan kecakapan hidup dapat merupakan bagian dari pendidikan semua mata pelajaran. Pendidikan kecakapan hidup dapat diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan yang bersangkutan dan atau dari satuan pendidikan formal lain dan/atau nonformal yang sudah memperoleh akreditasi.
Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal dan Global
Kurikulum untuk semua tingkat satuan pendidikan dapat memasukkan pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global. Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global dapat merupakan bagian dari semua mata pelajaran. Pendidikan berbasis keunggulan lokal dapat diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan formal lain dan/atau nonformal yang sudah memperoleh akreditasi.
3. Silabus dan Rencana Program Pemelajaran
Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Silabus menjawab pertanyaan mengenai Apa kompetensi yang harus dikuasai siswa?, Bagaimana cara mencapainya?, dan Bagaimana cara mengetahui pencapaiannya?. Terdapat Lima tahapan Pengembangan Silabus: Perencanaan, Pelaksanaan, Perbaikan, Pemantapan, dan Penilaian Pelaksanaan. Tahapan pengembangan silabus dilakukan oleh Para pengembang Silabus diantaranya adalah: Guru kelas/mata pelajaran, Kelompok guru kelas/mata pelajaran, Kelompok kerja guru (PKG/MGMP), atau Dinas Pendidikan.
Prinsip-prinsip pengembangan Silabus: Ilmiah, Relevan, Sistematis, Konsisten, Memadai, Aktual dan Konseptual, Fleksibel, dan Menyeluruh, dan Relevan dimana cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan penyajian materi dalam silabus sesuai dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spritual peserta didik.
Komponen Silabus terdiri dari; Identifikasi, Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, Materi Pokok, Pengalaman Belajar, Indikator, Penilaian, Alokasi Waktu, dan Sumber/Bahan/Alat
Silabus (Format 1)
Nama sekolah :
Mata pelajaran :
Kelas/semester :
Standar kompetensi :
Kompetensi Dasar I II
Materi pokok
Pengalaman Belajar
Indikator
Penilaian
Alokasi waktu
Sumber/bahan/alat
Silabus (Format 2)
Nama sekolah :
Mata pelajaran :
Kelas/semester :
Standar kompetensi Kompetensi Dasar Materi pokok Pengalaman Belajar Indikator Penilaian Alokasi waktu Sumber/
bahan/
alat
Langkah-langkah dalam pengembangan Silabus; Mengisi Kolom Identifikasi, Mengkaji dan Menentukan Standar Kompetensi, Mengkaji dan Menentukan Kompetensi Dasar, Mengidentifikasi Materi Pokok, Mengembangkan Pengalaman Belajar, Merumuskan Indikator, Menentukan Jenis Penilaian, Menentukan Alokasi Waktu, Menentukan Sumber Belajar
III. KESIMPULAN
Perkembangan terbaru dalam pendidikan dan kurikulum yaitu lahirnya kurikulum 2006 dengan diikuti populernya istilah KTSP, secara teoritik model pengembangan kurikulum yang sejalan dengan paradigma KTSP adalah model Tyler (objective model), model grassroot dari Hilda Taba, Model kurikulum transmisi dari Miller-Seller, dan lain sebagainya. KTSP adalah sebuah istilah/penamaan dari suatu bentuk pengelolaan dan pengorganisasian kurikulum sebagai implikasi dilaksanakannya otonomi daerah khususnya dalam bidang pendidikan, hipotesa penulis didasari pengertian KTSP, prinsip-prinsip, dan prosedur penyusunan KTSP.
KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) merupakan kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. KTSP dikembangkan oleh sekolah dan komite sekolah berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan serta berpedoman pada panduan yang telah disusun oleh BNSP (Badan Standar Nasional Pendidikan). (PP No.19 Th.2005, Pasal 17).
Perbedaan mendasar dari kurikulum 2004 dengan KTSP adalah khususnya dalam penyusunan dan pengembangan indikator pencapaian kompetensi ditentukan oleh satuan pendidikan dalam hal ini guru dengan mengacu pada Standar Isi yang ditetapkan secara nasional. Secara umum konten dan system kompetensi pada kurikulum 2004 masih digunakan pada kurikulum 2006 atau KTSP, oleh karena itu penguasaan kedua kurikulum tersebut saling berkaitan erat.
Secara ideal seharusnya didalam pengembangan KTSP perlu didukung oleh enam standar lainnya selain SI dan SKL seperti yang diamanatkan dalam UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003. Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi, Standar Proses, Standar Penilaian, Standar Tenaga Kependidikan, Standar Sarana Dan Prasarana, Standar Pembiayaan, dan Standar Pengelolaan.
Isi KTSP adalah cover, lembar penetapan, kata pengantar, daftar isi, tujuan satuan pendidikan, visi dan misi, tujuan program keahlian, standar kompetensi lulusan, diagram pencapaian kompetensi, struktur dan muatan KTSP, kalender pendidikan, dan silabus-silabus
Prosedur Penyusunan KTSP adalah: menetapkan Tim Penyusun, Kegiatan Penyusunan, Pemberlakuan, Pengembangan KTSP, Mata Pelajaran, Muatan Lokal
Pengembangan Diri, Pengaturan Beban Belajar, Kenaikan Kelas, Penjurusan, dan Kelulusan, Pendidikan Kecakapan Hidup, dan Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal dan Global
IV. DAFTAR PUSTAKA
BNSP. (2006). Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenajang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta.
Glatthom A. (1994). Developing A Quality Curriculum. Alexandria: ASCD.
Ibrahim. (2002). Standar Kurikulum Satuan Pendidikan dan Implikasi bagi Pengembangan Kurikulum dan Evaluasi. Mimbar Pendidikan. Jurnal Pendidikan. No.1 Tahun XXI tahun 2002. Bandung. University Press UPI.
Brady, Laurie. (1990). Curriculum Development: Third Edition. London. Prentice Hall. Sydney.
Masriam Bukit. (1994). Peran Wilayah Dalam Pengembangan Kurikulum. Inovasi Kurikulum; Jurnal HIPKIN. Volume 1, Nomor 1, Februari 2004. Bandung.
Oemar Hamalik, 2004, Inovasi Pendidikan, Bandung. YP Permindo.
Permen No.22 tahun 2006 tantang Standar Isi,
Permen No.23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan.
PP No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,
Rogers. M. Everett. (1983). Diffusion of Inovations: Third Edition. London. Collier Macmillan Publishers.
Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 20 Tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta. Medya Duta.
Rabu, 23 Maret 2011
KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN
Diposting oleh Gieone di 3/23/2011 10:48:00 AM
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar