THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Selasa, 29 Maret 2011

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN YANG EFEKTIF

BAB 1

PENDEKATAN KONTEKSTUAL

A. Latar belakang

Ada kecendrungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan memgetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi menggingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang

Pendekatan kontektual(Contextual Teaching and Learning /CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlansung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil

Dalam kelas kontektual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru.Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual

B. Pemikiran tentang belajar

Pendekatan kontekstual mendasarkan diri pada kecendrungan pemikiran tentang belajar sebagai berikut.

1. Proses belajar
• Belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri
• Anak belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri pola-pola bermakna dari pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja oleh guru
• Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki sesorang itu terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan
• Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisak, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.
• Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi baru.
• Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi didrinya, dan bergelut dengan ide-ide
• Proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak itu berjalan terus seiring dengan perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan sesorang.

2. Transfer Belajar


• Siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari pemberian orang lain
• Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sedikit demi sedikit)
• Penting bagi siswa tahu untuk apa dia belajar dan bagaimana ia menggunakan pengetahuan dan keterampilan itu

3. Siswa sebagai Pembelajar

• Manusia mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang tertentu, dan seorang anak mempunyai kecenderungan untuk belajar dengan cepat hal-hal baru
• Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu yang baru. Akan tetapi, untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar amat penting
• Peran orang dewasa (guru) membantu menghubungkan antara yang baru dan yang sudah diketahui.
• Tugas guru memfasilitasi agar informasi baru bermakna, memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri, dan menyadarkan siswa untuk menerapkan strategi mereka sendiri.

4. Pentingnya lingkungan Belajar

• Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Dari guru akting di depan kelas, siswa menonton ke siswa akting bekerja dan berkarya, guru mengarahkan.
• Pengajaran harus berpusat pada bagaimana cara siswa menggunakan pengetahuan baru mereka.Strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan hasilnya
• Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian yang benar
• Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting.

C. Hakekat Pembelajaran Kontekstual

Pembelajarn kontekstual (Contextual Teaching and learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan ( Inquiri), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment)

D.Pengertaian CTL
1. Merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/ keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan /konteks ke permasalahan/ konteks lainnya.
2. Merupakan konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan mendorong pebelajar membuat hubungan antara materi yang diajarkannya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat

E. Perbedaan Pendekatan Kontekstual Dengan Pendekatan Tradisional

NO. CTL TRADISONAL
2. Pemilihan informasi berdasarkan kebutuh-an siswa Pemilihan informasi di-tentukan oleh guru 1. Menyandarkan pada memori spasial (pemahaman makna) Menyandarkan pada hapalan
3. Siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran Siswa secara pasif menerima informasi
4. Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata/-masalah yang disi-mulasikan Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis
5. Selalu mengkaitkan informasi dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa Memberikan tumpukan informasi kepada siswa sampai saatnya diperlukan
6. Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang Cenderung terfokus pada satu bidang (disiplin) tertentu

7. Siswa menggunakan waktu belajarnya untuk menemukan, menggali, berdiskusi, berpikir kritis, atau mengerjakan proyek dan pemecahan masalah (melalui kerja kelompok) Waktu belajar siswa se-bagian besar dipergu-nakan untuk mengerja-kan buku tugas, men-dengar ceramah, dan mengisi latihan yang membosankan (melalui kerja individual)
8. Perilaku dibangun atas kesadaran diri Perilaku dibangun atas kebiasaan
9. Keterampilan dikem-bangkan atas dasar pemahaman Keterampilan dikem-bangkan atas dasar latihan
10. Hadiah dari perilaku baik adalah kepuasan diri Hadiah dari perilaku baik adalah pujian atau nilai (angka) rapor
11. Siswa tidak melakukan hal yang buruk karena sadar hal tsb keliru dan merugikan Siswa tidak melakukan sesuatu yang buruk karena takut akan hukuman
12. Perilaku baik berdasar-kan motivasi intrinsik Perilaku baik berdasar-kan motivasi ekstrinsik
13. Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks dan setting Pembelajaran hanya terjadi dalam kelas
14. Hasil belajar diukur melalui penerapan penilaian autentik. Hasil belajar diukur melalui kegiatan akademik dalam bentuk tes/ujian/ulangan.






BAB 2


PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DI KELAS


CTL dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Pendekatan CTL dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkahnya sebagai berikut ini.
1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya
2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik
3. kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya
4. Ciptakan masyarakat belajar
5. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran
6. Lakukan refleksi di akhir pertemuan
7. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara

A. Tujuh Komponen CTL

1. KONSTRUKTIVISME

 Membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar pada pengetahuan awal
 Pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan

2. INQUIRY

 Proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman
 Siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis

3. QUESTIONING (BERTANYA)

 Kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa
 Bagi siswa yang merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasis inquiry

4. LEARNING COMMUNITY (MASYARAKAT BELAJAR)

• Sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar
• Bekerjasama dengan orang lain lebih baik daripada belajar sendiri
• Tukar pengalaman
• Berbagi ide
5. MODELING (PEMODELAN)

• Proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja dan belajar
• Mengerjakan apa yang guru inginkan agar siswa mengerjakannya


6. REFLECTION ( REFLEKSI)

 Cara berpikir tentang apa yang telah kita pelajari
 Mencatat apa yang telah dipelajari
 Membuat jurnal, karya seni, diskusi kelompok

7. AUTHENTIC ASSESSMENT (PENILAIAN YANG SEBENARNYA)

 Mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa
 Penilaian produk (kinerja)
 Tugas-tugas yang relevan dan kontekstual

B. Karakteristik Pembelajaran CTL

 Kerjasama
 Saling menunjang
 Menyenangkan, tidak membosankan
 Belajar dengan bergairah
 Pembelajaran terintegrasi
 Menggunakan berbagai sumber
 Siswa aktif
 Sharing dengan teman
 Siswa kritis guru kreatif
 Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor dan lain-lain
 Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan hasil pratikum, karangan siswa dan lain-lain













BAB 3


MENYUSUN RENCANA PEMBELAJARAN BERBASIS KONTEKSTUAL

Dalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan rencana kegiatan kelas yang dirancang guru, yang berisi skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswanya sehubungan dengan topik yang akan dipelajarinya. Dalam program tercermin tujuan pembelajaran, media untuk mencapai tujuan tersebut, materi pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, dan authentic assessmennya.

Dalam konteks itu, program yang dirancang guru benar-benar rencana pribadi tentang apa yang akan dikerjakannya bersama siswanya.
Secara umum tidak ada perbedaan mendasar format antara program pembelajaran konvensional dengan program pembelajaran kontekstual. Sekali lagi, yang membedakannya hanya pada penekanannya. Program pembelajaran konvensional lebih menekankan pada deskripsi tujuan yang akan dicapai (jelas dan operasional), sedangkan program untuk pembelajaran kontekstual lebih menekankan pada skenario pembelajarannya.

Atas dasar itu, saran pokok dalam penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berbasis kontekstual adalah sebagai berikut.

1. Nyatakan kegiatan pertama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan kegiatan siswa yang merupakan gabungan antara Standara Kompetensi, Kompetensi dasar, Materi Pokok dan Pencapaian Hasil Belajar
2. Nyatakan tujuan umum pembelajarannya
3. Rincilah media untuk mendukung kegiatan itu
4. Buatlah skenario tahap demi tahap kegiatan siswa
5. Nyatakan authentic assessmentnya, yaitu dengan data apa siswa dapat diamati partisipasinya dalam pembelajaran.

KONSEP DASAR EVALUASI PEMBELAJARAN

• Pengertian Penilaian, Pengukuran, dan Tes
Dalam pengertian pendidikan terdapat dua arti untuk penilaian, yaitu penilaian dalam arti evaluasi (evaluation) dan penilaian dalam arti asesmen (assessment). Penilaian pendidikan dalam arti evaluasi merupakan penilaian program pendidikan secara menyeluruh. Dalam pengertian ini, evaluasi pendidikan menelaah komponen-komponen dan saling keterkaitannya dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan.
Sedangkan asesmen merupakan bagian dari evaluasi karena merupakan penilaian sebagian komponen yang menyangkut penilaian hasil belajar yang berhubungan dengan komponen kompetensi lulusan dan penguasaan substansi serta penggunaannya.
Pengukuran adalah proses penetapan angka bagi suatu gejala menurut aturan tertentu.
Tes merupakan pengujian yang dilakukan oleh guru kepada siswa sebagai suatu alat untuk mengukur kemampuan siswa.

• Hubungan antara Pengukuran, Penilaian, dan Tes
Penilaian digunakan untuk mengetahui seberapa jauh siswa telah memiliki kompetensi sesuai dengan yang diharapkan. Sistem penilaian mulai dikembangkan secara berkelajutan, yaitu penilaian dengan semua indikator dibuat soalnya, hasilnya dianalisis untuk menentukan kompetensi dasar mana yang telah dan belum dimiliki oleh siswa serta kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Untuk itu diperlukan berbagai bentuk tes yaitu pertanyaan, lisan, kuis, ulangan harian, tugas individual, tugas kelompok, dan portofolio. Selain itu perlu dilakukan pengukuran afektif yang mencakup sikap, minat, motivasi terhadap pelajaran.

• Fungsi dan Tujuan Penilaian
1. untuk mengetahui kompetensi awal siswa,
2. untuk mengetahui tingkat pencapaian standar kompetensi,
3. untuk mengetahui perkembangan kompetensi siswa,
4. untuk mendiagnosa kesulitan belajar siswa,
5. untuk mengetahui hasil suatu proses pembelajaran,
6. untuk memotivasi siswa belajar, dan
7. untuk memberikan umpan balik kepada guru untuk memperbaiki program pembelajarnnya.

• Karakteristik Penilaian Hasil Belajar
1. Validitas, yaitu harus mengukur apa yang hendak diukur
2. Reliabilitas, yaitu hrus mengukur secara konsisten apa yang diukurnya
3. Usabilitas, yaitu mliputi biaya, mudah sukarnya penyelenggaraan, mudah sulitnya penyekoran dan daya tarik tes.

• Prinsip Penilaian
Penilaian digunakan untuk mengetahui kemampuan dari siswa. Jika sudah memperoleh penilaian secara individu, hasil penilaian perlu dianalisis untuk menentukan tindakan perbaikan (jika perlu dilakukan). Tindakan perbaikan ini berupa remidi. Apabila sebagaian siswa belum menguasai kompetensi dasar tertentu, maka perlu diadakan perlakuan kembali proses pembelajaran. Bagi siswa yang telah berhasil menguasai kompetensi dasar diberikan tugas sebagai pengayaan.

• Jenis dan Sistem Penilaian
Ada berbagai jenis instrument sebagai evaluasi pembelajaran, diantaranya:
1. ulangan harian,
2. tugas kelompok,
3. kuis,
4. ulangan blok,
5. pertanyaan lisan, dan
6. tugas individu.

ASESMEN dalam PSIKOLOGI KLINIS

M. Fakhrurrozi, S.Psi

APA ITU ASESMEN?
“Proses mengumpulkan informasi yang biasanya digunakan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan yang nantinya akan dikomunikasikan kepada pihak-pihak terkait oleh asesor” (Nietzel dkk,1998).

Kita pada dasarnya seringkali melakukan asesmen. Misalnya ketika bertemu seseorang, saat itu kita akan berusaha untuk mengumpulkan informasi, memproses dan menginterpretasikannya. Informasi tersebut dapat berupa latar belakang, sikap, tingkah laku atau karakteristik yang dimiliki orang tersebut. Kemudian informasi tersebut dihubungkan dengan pengalaman dan harapan yang kita miliki sehingga kita akan mendapatkan kesan dari orang tersebut yang selanjutnya kita jadikan dasar untuk memutuskan cara kita bersikap terhadapnya.

PROSES ASESMEN KLINIS
Inti asesmen adalah mengumpulkan informasi yang akan digunakan untuk mengenali dan menyelesaikan masalah menjadi lebih efektif.





I II III IV

I. PLANNING DATA COLLECTION PROCEDURES
• Apa yang ingin kita ketahui ?

Usaha-usaha atau penekanan asesmen yang dilakukan disesuaikan dengan pendekatan atau teori yang akan digunakan. Penekanan asesmen berkaitan dengan dinamika kepribadian, latar belakang lingkungan sosial dan keluarga, pola interaksi dengan orang lain, persepsi terhadap diri dan realita atau riwayat secara genetis dan fisiologi.

Tabel 1. Tingkat asesmen dan data yang berkaitan

TINGKAT ASESMEN JENIS DATA
1. Somatis Golongan darah, pola respon somatis terhadap stres, fungsi hati, karakteristik genetis, riwayat penyakit, dsb
2. Fisik Berat/tinggi badan, jenis kelamin, warna kulit, bentuk tubuh, tipe rambut, dsb
3. Demografis Nama, umur, tempat/tanggal lahir, alamat, nomor telepon, pekerjaan, pendidikan, penghasilan, status perkawinan, jumlah anak, dsb
4. Overt behavior Kecepatan membaca, koordinasi mata-tangan, kemampuan conversation, ketrampilan bekerja, kebiasaan merokok, dsb
5. Kognitif/intelektual Respon terhadap tes intelegensi, daya pikir, respon terhadap tes persepsi, dsb
6. Emosi/afeksi Perasaan, respon terhadap tes kepribadian, emosi saat bercerita, dsb
7. Lingkungan Lokasi dan karakteristik tempat tinggal, deskripsi kehidupan pernikahan, karakteristik pekerjaan, perilaku anggota keluarga dan teman, nilai-nilai budaya dan tradisi, kondisi sosial ekonomi, lokasi geografis, dsb




PEDOMAN STUDI KASUS :
1. Identifikasi data, meliputi : nama, jenis kelamin, pekerjaan, penghasilan, status perkawinan, alamat, tempat tanggal lahir, agama, pendidikan, suku bangsa.
2. Alasan kedatangan dan keluhan, harapan-harapan klien.
3. Situasi saat ini, meliputi : di tempat tinggal, kegiatan harian, perubahan dalam hidup yang terjadi dalam satu bulan, dsb.
4. Keluarga, meliputi : deskripsi orang tua, saudara, figur lain dalam keluarga yang dekat dengan klien (significant other), peran dalam keluarga, dsb.
5. Ingatan awal, mendeskripsikan tentang kejadian dan situasi pada awal kehidupannya.
6. Kelahiran dan perkembangan, meliputi : usia saat bisa berjalan dan berbicara, permasalahan dengan anak lain, pengaruh dari pengalaman masa kecil, dsb.
7. Kondisi fisik dan kesehatan, meliputi : penyakit sejak kecil, penggunaan obat dokter atau obat terlarang yang berturut-turut, merokok, alkohol, kebiasaan makan atau olahraga, dsb.
8. Pendidikan, meliputi : riwayat pendidikan, bidang pendidikan yang diminati, prestasi, bidang yang dirasa sulit, dsb.
9. Pekerjaan, meliputi : alasan berhenti atau pindah kerja, sikap dalam menghadapi pekerjaan, dsb.
10. Minat dan hobi, meliputi : kesenangan, ekspresi diri, hobi, dsb.
11. Perkembangan seksual, meliputi : aktivitas seksual, ketepatan dalam pemuasan kebutuhan seksual, dsb.
12. Data perkawinan dan keluarga, meliputi : alasan menikah, kehidupan perkawinan dalam budayanya, masalah selama menikah, kebiasaan dalam rumah tangga, dsb.
13. Dukungan sosial, minat sosial dan komunikasi dengan orang lain, meliputi : tingkat frekuensi untuk berhubungan dengan orang lain, kontribusi selama berinteraksi, kesediaan menolong orang lain, dsb.
14. Self description, meliputi : kekuatan dan kelemahan, daya imajinasi, kreativitas, nilai-nilai dan ide.
15. Pilihan dalam hidup, meliputi : keputusan untuk berubah, kejadian penting, dsb.
16. Tujuan dan masa depan, meliputi : harapan pada 5 – 10 tahun yang akan datang, hal-hal yang perlu disiapkan untuk itu, kemampuan untuk menetapkan tujuan, daya realistis berhubungan dengan waktu, dsb.
17. Hal-hal lain dapat dilihat dari riwayat atau latar belakang klien.

Pedoman tersebut harus selalu disesuaikan dengan pendekatan yang akan digunakan :
• Psikodinamika lebih memfokuskan pada pertanyaan seputar motif bawah sadar, fungsi ego, perkembangan pada awal kehidupan (5 tahun pertama) dan berbagai macam defense mechanism.
• Kognitif-behavior memfokuskan pada skill, pola berpikir yang biasa digunakan, berbagai stimulus yang mendahului serta permasalahan perilaku yang menyertainya.
• Fenomenologi cenderung mengikuti outline asesmen dan melihat bahwa serangkaian asesmen merupakan kolaborasi untuk memahami klien dalam hal bagaimana klien melihat atau mempersepsi dunia.

TUJUAN ASESMEN KLINIS
Ada tiga macam yaitu klasifikasi diagnostik, deskripsi dan prediksi.
1. Klasifikasi diagnostik
Maksud dari klasifikasi (penegakan) diagnostik yang tepat antara lain :
• Untuk menentukan jenis treatment yang tepat. Suatu treatment sangat bergantung pada bagaimana pemahaman klinisi terhadap kondisi klien termasuk jenis gangguannya (vermande, van den Bercken, & De Bruyn, 1996).
• Untuk keperluan penelitian. Penelitian tentang berbagai penyebab suatu gangguan sangat bergantung kepada validitas dan reliabilitas diagnostik yang ditegakkan.
• Memungkingkan klinisi untuk mendiskusikan gangguan dengan cara efektif bersama profesional yang lain (Sartorius et.al, 1996).

Diagnostic System : DSM-IV
Teknik pengklasifikasian gangguan mental sudah dilakukan sejak tahun 1900-an. Sedangkan secara formal baru pada tahun 1952 ketika APA (American Psychiatric Association) menerbitkan sistem klasifikasi diagnostik yang pertama kali, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder. Sistem ini kemudian terkenal dengan nama DSM I dan berlaku hingga tahun 1968, ketika WHO mengeluarkan International Classification of Diseases (ICD). DSM I kemudian direvisi dan disamakan dengan ICD, kemudian terbit DSM II. DSM I dan II menyeragamkan terminologi untuk mendeskripsikan dan mendiagnosa perilaku abnormal, tetapi tidak menjelaskan tentang aturan sebagai pedoman dalam memutuskan suatu diagnostik. Di dalamnya tidak terdapat suatu kriteria yang jelas bagi tiap gangguan sehingga agak sulit untuk mengklasifikasikan diagnostik. Pada tahun 1980 DSM II mengalami perubahan menjadi DSM III yang diikuti pada tahun 1987 dengan edisi revisi sehingga namanya menjadi DSM III-R. Dalam DSM III ini, sudah terdapat suatu kriteria operasional untuk masing-masing label diagnostik. Kriteria ini meliputi simtom utama dan simtom spesifik serta durasi simtom muncul. Disini juga digunakan pendekatan multiaxial, dimana klien dideskripsikan ke dalam lima dimensi (axis), yaitu :
a. Axis I : 16 gangguan mental major
b. Axis II : Berbagai problem perkembangan dan gangguan kepribadian
c. Axis III : Gangguan fisik atau kondisi-kondisi yang mungkin berhubungan dengan gangguan mental
d. Axis IV :Stressor psikososial (lingkungan) yang mungkin memberi kontribusi terhadap gangguan pada Axis I dan II
e. Axis V : Rating terhadap fungsi psikologis, sosial dan pekerjaan dalam satu tahun terakhir

DSM III-R pun kemudian dikritik karena beberapa kriteria diagnostiknya masih terlalu samar dan masih membuka peluang untuk muncul bias dalam penggunaannya. Dan Axis II, IV dan V mempunyai kekurangan dalam pengukurannya. Akhirnya pada tahun1988, APA membentuk tim untuk membuat DSM IV. Di dalamnya tetap menggunakan pendekatan multiaxial seperti pada DSM III-R dan Axis I hanya dapat di tegakkan jika terdapat jumlah kriteria minimum dari daftar simtom yang disebutkan. Pada DSM IV ini terdapat beberapa modifikasi dalam terminologi sebelumnya dan skema rating yang digunakan pada beberapa axis. Sekarang ini telah diterbitkan DSM IV-TR (Text Revised). Sampai saat ini DSM IV dan DSM IV-TR digunakan sebagai pedoman klinisi dan profesional terkait untuk menentukan diagnostik.
Multiaxial DSM IV :
a. Axis I : Clinical Disorders, Other Conditions That May Be a Focus of Clinical Attentions
b. Axis II : Personality Disorders, Mental Retardation
c. Axis III : General Medical Conditions
d. Axis IV : Psychosocial and Environtmental Problems
e. Axis V : Global Assessment of Functioning (GAF)

2. Deskripsi
Para klinisi beranggapan bahwa untuk memahami content dari perilaku klien secara utuh maka harus mempertimbangkan juga tentang context sosial, budaya dan fisik klien. Hal itu menyebabkan asesmen diharapkan dapat mendeskripsikan kepribadian seseorang secara lebih utuh dengan melihat pada person-environtment interactions. Dalam fungsinya sebagai sarana untuk melakukan deskripsi terhadap kepribadian seseorang secara utuh, di dalam asesmen harus terdapat antara lain : motivasi klien, fungsi intrapsikis, respon terhadap tes, pengalaman subjektif, pola interaksi, kebutuhan (needs) dan perilaku. Dengan menggunakan pendekatan deskriptif tersebut memudahkan klinisi untuk mengukur perilaku pra treatment, merencanakan jenis treatment dan mengevaluasi perubahan perilaku pasca treatment.

3. Prediksi
Tujuan asesmen yang ketiga adalah untuk memprediksi perilaku seseorang. Misalnya klinisi diminta oleh perusahaan, kantor pemerintah atau militer untuk menyeleksi seseorang yang tepat bagi suatu posisi kerja tertentu. Dalam kasus tersebut, klinisi akan melakukan asesmen dengan mengumpulkan dan menguji data deskriptif yang kemudian digunakan sebagai dasar untuk melakukan prediksi dan seleksi.
Klinisi kadang dihadapkan pada situasi untuk memprediksi hal-hal yang berbahaya, misalnya pertanyaan seperti “Apakah si A akan bunuh diri ?”, “Apakah si B tidak akan menyakiti orang lain setelah keluar dari RS?”. Pada saat itu klinisi harus menentukan jawaban “ya” atau “tidak”. Prediksi klinisi tentang “berbahaya” atau “tidak berbahaya” dapat dievaluasi dengan empat kemungkinan jawaban.
a. True positive, jika prediksi klinisi berbahaya dan ternyata klien menunjukkan perilaku berbahaya.
b. True negative, jika prediksi klinisi tidak berbahaya dan ternyata klien menunjukkan perilaku yang tidak berbahaya.
c. False negative, jika prediksi klinisi tidak berbahaya tetapi klien menunjukkan perilaku berbahaya.
d. False positive, jika prediksi klinisi berbahaya tetapi klien menunjukkan perilaku tidak berbahaya.

II. COLLECTING ASSESSMENT DATA
• Bagaimana seharusnya kita mencari tahu tentang hal itu ?

SUMBER ASESMEN DATA
Ada empat macam yaitu : interview, tes, observasi dan life record.
1. Interview
Interview merupakan dasar dalam asesmen dan merupakan sumber yang sangat luas. Ada beberapa kelebihan interview antara lain:
a. Merupakan hal biasa dalam interaksi sosial sehingga memungkinkan untuk mengumpulkan sampel tentang perilaku verbal atau non verbal individu bersama-sama.
b. Tidak membutuhkan peralatan atau perlengkapan khusus dan dapat dilakukan dimanapun juga.
c. Mempunyai tingkat fleksibilitas yang tinggi. Klinisi bebas untuk melakukan inquiry (pendalaman) terhadap topik pembicaraan yang mungkin dapat membantu proses asesmen.
Tetapi interview dapat terdistorsi oleh karakteristik dan pertanyaan interviewer, karakteristik klien dan oleh situasi pada saat interview berlangsung.

2. Tes
Seperti interview, tes juga memberikan sampel perilaku individu, hanya saja dalam tes stimulus yang direspon klien lebih terstandardisasikan daripada interview. Bentuk tes yang sudah standar tersebut membantu untuk mengurangi bias yang mungkin muncul selama proses asesmen berlangsung. Respon yang diberikan biasanya dapat diubah dalam bentuk skor dan dibuat analisis kuantitatif. Hal itu membantu klinisi untuk memahami klien. Skor yang didapat kemudian diinterpretasi sesuai dengan norma yang ada.

3. Observasi
Tujuan observasi adalah untuk mengetahui lebih jauh di luar apa yang dikatakan klien. Banyak yang mempertimbangkan bahwa observasi langsung mempunyai tingkat validitas yang tertinggi dalam asesmen. Hal itu berhubungan dengan kelebihan observasi antara lain:
a. Observasi dilakukan secara langsung dan mempunyai kemampuan untuk menghindari permasalahan yang muncul selama interview dan tes seperti masalah memori, jenis respon, motivasi dan bias situasional.
b. Relevansinya terhadap perilaku yang menjadi topik utama. Misalnya perilaku agresif anak dapat diobservasi sebagaimana perilaku yang ditunjukkan dalam lingkungan bermain dimana masalah itu telah muncul.
c. Observasi dapat mengases perilaku dalam konteks sosialnya. Misalnya untuk memahami seorang pasien yang kelihatan depresi setelah dikunjungi keluarganya, akan lebih bermakna dengan mengamati secara langsung daripada bertanya, “Apakah Anda pernah depresi?”.
d. Dapat mendeskripsikan perilaku secara khusus dan detail. Misalnya untuk mengetahui tingkat gairah seksual seseorang dapat diobservasi dengan banyaknya cairan vagina yang keluar atau observasi melalui bantuan kamera.

4. Life record
Asesmen yang dilakukan melalui data-data yang dimiliki seseorang baik berupa ijazah sekolah, arsip pekerjaan, catatan medis, tabungan, buku harian, surat, album foto, catatan kepolisian, penghargaan, dsb. Banyak hal dapat dipelajari dari life record tersebut. Pendekatan ini tidak meminta klien untuk memberi respon yang lebih banyak seperti melalui interview, tes atau observasi. Selama proses ini, data dapat lebih terhindar dari distorsi memori, jenis respon, motivasi atau faktor situasional. Contohnya, klinisi ingin mendapatkan informasi tentang riwayat pendidikan klien. Data tentang transkrip nilai selama sekolah mungkin dapat lebih memberikan informasi yang akurat tentang hal itu daripada bertanya ,”Bagaimana saudara di sekolah?”. Buku harian yang ditulis selama periode kehidupan seseorang juga dapat memberikan informasi tentang perasaan, harapan, perilaku atau detail suatu situasi yang mana hal itu mungkin terdistorsi karena lupa selama interview. Dengan merangkum informasi yang di dapat tentang pikiran dan tingkah laku klien selama periode kehidupan yang panjang, life records memberikan suatu sarana bagi klinisi untuk memahami klien dengan lebih baik.

III. PROCESSING ASSESSMENT DATA
• Bagaimana seharusnya data-data tersebut dikombinasikan ?
• Bagaimana asesor dapat meminimalkan bias selama interpretasi data ?
Didasarkan pada teori apa yang akan digunakan : psikoanalisa, behavioral atau fenomenologi.

Setelah data terkumpul, langkah selanjutnya dalam asesmen adalah menentukan arti dari data tersebut. Jika informasi tersebut sekiranya berguna dalam pancapaian tujuan asesmen, maka informasi itu akan dipindahkan dari data kasar menjadi format interpretatif. Langkah tersebut biasanya disebut pemrosesan data asesmen atau clinical judgment.
Klinisi cenderung melihat data asesmen melalui tiga cara yaitu : sebagai sampel, korelasi atau tanda (sign). Contoh : Seorang laki-laki menelan 20 tablet obat penenang sebelum tidur tadi malam di sebuah hotel, tapi berhasil diselamatkan oleh petugas kebersihan yang akhirnya membawanya ke RS.
1. Data dilihat sebagai sampel dari perilaku klien. Kemungkinan judgment :
• Klien mempunyai cara potensial untuk melakukan pembunuhan secara medis
• Klien tidak ingin diselamatkan sebab tidak ada seorangpun yang tahu tentang usaha bunuh diri tersebut sebelum hal itu terjadi.
• Dalam situasi yang sama, klien mungkin akan mencoba bunuh diri lagi.

Disini dapat dilihat, bahwa data berupa usaha bunuh diri dilihat sebagai contoh dari apa yang dilakukan klien dalam situasi seperti itu. Tidak ada usaha untuk mengetahui mengapa dia mencoba bunuh diri. Jika dilihat sebagai sampel, akan didapat kesimpulan tingkat rendah. Teori yang mendasarinya adalah behavioral.

2. Data dilihat sebagai korelasi dengan aspek lain dalam hidup klien. Kemungkinan judgment :
• Klien sepertinya seorang lelaki setengah baya yang masih single atau bercerai dan mengalami kesepian.
• Klien saat itu mungkin mengalami depresi.
• Klien kurang mendapatkan dukungan emosi dari teman dan keluarganya.

Ada kombinasi antara : 1). Fakta tentang perilaku klien. 2). Pengetahuan klinisi tentang apa yang sekiranya dapat dikorelasikan dengan perilaku klien. Disini kesimpulan yang diambil berada pada tingkat yang lebih tinggi. Kesimpulannya didasarkan pada data-data pendukung yang ada di luar data asli seperti hubungan antara bunuh diri, usia, jenis kelamin, dukungan sosial, dan depresi. Semakin kuat pemahaman terhadap hubungan antar variabel, maka kesimpulan yang di dapat semakin akurat. Pendekatan ini bisa didasarkan pada beragam teori.

3. Data dilihat sebagai tanda (sign) yang lain, untuk mengetahui karakteristik kilen yang masih kurang jelas. Kemungkinan judgment :
• Dorongan agresif klien berubah menyerang diri sendiri.
• Perilaku klien merefleksikan adanya konflik intrapsikis.
• Perilaku minum obat merupakan manifestasi adanya kebutuhan untuk ditolong yang tidak disadarinya.

Kesimpulan yang didapat berada pada tingkat paling tinggi. Teori yang mendasari pendekatan ini adalah psikoanalisa atau fenomenologi.

IV. COMMUNICATING ASSESSMENT DATA
• Siapa yang akan diberi laporan asesmen dan tujuannya apa ?
• Bagaimanakah asesmen akan mempengaruhi klien yang di ases ?

Hasil dari asesmen biasanya akan ditulis menjadi sebuah laporan asesmen. Ada tiga kriteria yang harus dipenuhi suatu laporan asesmen yaitu : jelas, relevan dengan tujuan dan berguna.
1. Jelas
Kriteria pertama yang harus dipenuhi adalah laporan itu harus jelas. Tanpa kriteria ini, relevansi dan kegunaan laporan tidak dapat dievaluasi. Ketidakjelasan laporan psikologis merupakan suatu masalah karena kesalahan interpretasi dapat menyebabkan kesalahan pengambilan keputusan.
2. Relevan dengan tujuan
Laporan asesmen harus relevan dengan tujuan yang sudah ditetapkan pada awal asesmen. Jika tujuan awalnya adalah untuk mengklasifikasikan perilaku klien maka informasi yang relevan dengan hal itu harus lebih ditekankan.
3. Berguna
Laporan yang ditulis diharapkan dapat memberikan sesuatu informasi tambahan yang penting tentang klien. Kadang terdapat juga laporan yang mempunyai validitas tambahan yang rendah. Misalnya klinisi menyimpulkan bahwa klien mempunyai kecenderungan agresifitas tinggi, tapi data kepolisian mencatat bahwa klien tersebut telah berulang kali ditahan karena kasus kekerasan. Informasi yang diberikan klinisi tidak memberikan suatu hal penting lainnya dari klien.

OUTLINE ASSESSMENT DATA
1. Psikoanalisa
I. Konflik
A. Persepsi diri
B. Tujuan
C. Frustrasi
D. Hubungan interpersonal
E. Persepsi lingkungan
F. Dorongan, dinamika
G. Kontrol emosi
II. Nilai stimulus sosial
A. Kemampuan kognitif
B. Faktor konatif
C. Tujuan
D. Peran sosial
III. Fungsi kognitif
A. Penurunan
B. Psikopatologi
IV. Defenses
A. Represi
B. Rasionalisasi
C. Regresi
D. Fantasi
E. Dsb

2. Fenomenologi ; pendekatan subjektif dan cenderung mengikuti format umum asesmen.
I. Klien dari sudut pandang sendiri
II. Klien seperti yang direfleksikan dalam tes
III. Klien seperti yang dilihat klinisi

3. Cognitive-Behavioral
I. Deskripsi tentang penampilan fisik dan perilaku selama asesmen
II. Permasalahan
A. Masalah saat ini
B. Latar belakang masalah
C. Situasi tertentu yang menentukan masalah
D. Variabel yang relevan
1. Aspek fisiologis
2. Pengaruh medis
3. Aspek kognitif yang menentukan masalah
E. Dimensi masalah
1. Durasi
2. Frekuensi
3. Keseriusan masalah

F. Konsekuensi masalah
1. Positif
2. Negatif
III. Masalah yang lain (diobservasi oleh asesor, tidak dinyatakan oleh klien)
IV. Aset individu
V. Target perubahan
VI. Treatment yang direkomendasikan
VII. Motivasi klien untuk treatment
VIII. Prognosis
IX. Prioritas treatment
X. Harapan klien
A. Penyelesaian masalah yang spesifik
B. Pada treatment secara umum
XI. Komentar lain

SELF ASSESSMENT

PERLUNYA SELF-ASSESSMENT
DALAM PRAKTEK PENILAIAN HASIL BELAJAR

Pendahuluan (latar belakang, tujuan, proses penulisan, cakupan bahasan)

Penilaian hasil belajar atau assessment yang dilakukan di lembaga pendidikan mulai dari jenjang taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi hampir seluruhnya dilakukan oleh guru atau pengajar. Memang tidak ada yang salah dengan hal ini, karena memang sebagian besar tanggung jawab guru atau pengajar selain dari mengantarkan bahan pelajaran itu sendiri adalah memberikan tes, mengukur dan menilai penguasaan bahan pelajaran murid-murid mereka. Namun ada satu elemen yang sangat sering terlupakan atau jarang dipakai sebagai salah satu jenis penilaian, yaitu penilaian diri sendiri, evaluasi diri atau self-assessment.
Laurie Brady and Kerry Kennedy (2005) dalam buku mereka yang berjudul Celebrating Student Achievement: Assessment and Reporting mendefinisikan self-assessment sebagai “a process by which student develop insight into their learning, and has become increasingly emphasized with the development of outcome-based education.” Bagian pertama dari definisi di atas menekankan bahwa self-assessment adalah sebuah proses, yang melibatkan murid sebagai agen utamanya, dimana ia membangun wawasan terhadap proses pembelajaran mereka sendiri. Ini berbeda dari pandangan tradisional pendidikan menaruh murid dalam posisi pasif, atau penerima dari pengajaran guru termasuk dalam hal menilai hasil belajar mereka. Murid jarang sekali dilibatkan secara sadar dalam proses pemberian umpan balik terhadap hasil belajar mereka sendiri. Namun, sudah saatnya pandangan ini diganti. Murid sebagai salah satu pemeran utama berlangsungnya proses pendidikan seharusnya juga dilibatkan secara aktif dalam pengambilan umpan balik atas pencapaian suatu tujuan pembelajaran. Selain itu, definisi di atas juga menyebutkan bahwa self-assessment mulai ditekankan penggunaannya seiring perkembangan bidang pendidikan yang menggunakan outcome atau tujuan instruksional sebagai dasar perencanaan dan pelaksanaan program pengajaran mereka. Seperti yang kita tahu, sebagian besar sekolah-sekolah di Indonesia termasuk dalam kategori ini sehingga penggunaan self-assessment seharusnya juga mulai diterapkan atau lebih ditekankan. Jeni Wilson dan Leslie Wing Jan (1998) merangkumkannya secara lengkap tentang apa itu self-assessment:
the monitoring of one’s own levels of knowledge, performance, learning, abilities, thiking, behaviour and/or strategy use. It is about judging one’s own performance. Self-assessment is neither a recount of what has been done nor is it a program evaluation. It is an analysis of what has been done and the formation of a judgment or opinion of progress based on this analysis.

Tulisan ini akan membahas alasan dasar penggunaan self-assessment dalam pendidikan, berbagai manfaat self assessment, dan bagaimana self-assessment bisa diterapkan di dalam proses pendidikan.


Pembahasan Inti

Assessment meliputi pengumpulan informasi tentang kualitas dan kuantitas suatu perubahan dari seorang murid, kelompok, kelas, sekolah, guru, atau administrator (Johnson dan Johnson, 2002). Self-assessment juga merupakan sebuah proses pengumpulan informasi tentang kualitas dan kuantitas suatu perubahan, namun spesifikasinya terletak pada siapa yang mengumpulkan informasi tersebut. Dalam praktek assessment biasa, yang mengumpulkan informasi adalah pihak luar yang dianggap mempunyai kualifikasi untuk memngumpulkan informasi tersebut. Dalam self-assessment, yang mengumpulka informasi adalah seorang atau kelompok itu sendiri. Misalnya seorang murid meng-assess dirinya sendiri, seorang guru meng-assess dirinya sendiri, sebuah sekolah menilai kinerjanya sendiri, dan lain-lain.
Menurut Johnson dan Johnson (2002) tujuan dari assessment adalah sebagai berikut: “diagnose students’ present level of knowledge and skills, monitor progress toward learning goals to help form the instructional program and provide data to judge the final level of student learning.” Self assessment juga bisa digunakan untuk mendiagnosa tingkat kemampuan dan keterampilan student pada saat itu sekaligus memonitor pencapaian tujuan pembelajaran. Self-assessment bahkan bisa digunakan untuk menilai 4 area utama, yaitu pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap (Wilson dan Jan, 1998). Bentuknya assessmentnya pun bisa berupa objektif atau uraian. Namun biasanya self-assessment jarang dipakai sebagai bahan pertimbangan untuk memutuskan nilai akhir dari hasil belajar siswa, lebih sebagai analisa progress. Selain itu, dari 7 kegunaan tes yang dideskripsikan Asmawi Zainul dan Noehi Nasution (2005), self-assessment mungkin juga kurang cocok untuk digunakan sebagai seleksi, penempatan, perbaikan kurikulum dan program pendidikan dan pengembangan ilmu. Namun, self-assessment sangat mungkin digunakan untuk diagnosis dan remedial, umpan balik serta memotivasi dan membimbing belajar. Secara keseluruhan, self-assessment lebih menekankan pada aspek reflektif, mengajak murid untuk lebih terlibat dalam proses belajar mereka dengan mengevaluasi cara belajar mereka, kelebihan dan kekurangan mereka, dimana progress mereka dalam mencapai tujuan belajar, apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara melakukannya. “Self-assessment encourages meaningful reflection, gives students greater responsibility and commitment to their own classroom environment.” (Wilson dan Jan, 1998).

Alasan Dasar Penggunaan Self-Assessment Dalam Pendidikan
Penelitian dan teori tentang pembelajaran mengidentifikasi 5 dimensi pembelajaran yang penting untuk kesuksesan dalam belajar (Marzano,Pickering & McTighe, 1993). Kelima dimensi itu mencakup:
1. Positive attitudes and perceptions about learning
2. Acquiring and integrating knowledge
3. Extending and refining knowledge
4. Using knowledge meaningfully
5. Productive habits of mind.
Penerapan self-assessment setidaknya mengacu kepada tiga dari kelima dimensi pembelajaran di atas. Pertama, self-assessment dapat mempengaruhi sikap dan persepsi yang positif terhadap pembelajaran. Dengan melibatkan murid secara aktif dalam proses penilaian hasil belajar mereka dan dalam menyusun sasaran pembelajaran (learning goal) mereka sendiri, murid akan terbangun motivasinya dalam belajar karena mereka melihat proses belajar sebagai sesuatu yang mempunyai arti bagi mereka (meaningful). Mereka juga membangun sikap “ownership” terhadap proses belajar mereka karena mereka bisa terus memantau perkembangan mereka sendiri, kapan mereka berhasil mencapai tujuan dan langkah apa yang harus diambil bila mereka masih belum mencapainya. Proses self-assessment membangun persepsi yang positif terhadap keseluruhan proses belajar.
Kedua, self-assessment juga memperluas dan memperhalus pengetahuan murid karena ketika mereka mengevaluasi diri, mereka harus menganalisa apa yang mereka telah pelajari secara lebih dalam dan lebih teliti. Dibutuhkan kemampuan berpikir yang tinggi untuk bisa memikirkan dan menganalisa apa yang kita telah pelajari (metacognition). Dengan memikirkan dan mengkomunikasikan hasil pemikiran ini, murid sudah memperluas dan memperhalus kualitas pengetahuannya karena tingkatannya bukan hanya tahu dan mengerti, tetapi sudah sampai pada analisis, sintesis, evaluasi dan metakognisi. “Self-assessment requires students to use both reflective and metacognitive skills. Reflective thinkers consciously and subconsciously think about their own learning and progress.” (Wilson dan Jan, 1998). Wilson dan Jan kemudian melanjutkan,
Metacognitive thinkers identify, monitor, and regulate their thinking processes and strategies. Students need to become metacognitive thinkers so that they are able to identify their thinking and learning process and styles, select appropriate strategies and processes for thinking and learning, and be able to set goals and act on goals.

Ketiga, kebiasaan dan kemampuan murid untuk mengevaluasi diri secara terus menerus akan menghasilkan kebiasan produktif dari pikiran (productive habits of mind). Marzano ,Pickering dan McTighe (1993) mengkategorikan dimensi ini sebagai dimensi belajar yang paling penting. Mereka mengatakan bahwa “developing mental habits that will enable individual to learn on their own whatever they want or need to know at any point in their lives is probably the most important goal of education.” Salah satu cara untuk membangun kebiasaan ini adalah dengan menerapkan kebiasaan untuk mengself-assess. Murid yang sudah terbiasa melakukan self assessment tehadap pikiran, tindakan dan pekerjaan mereka akan mempunyai pola pikir yang sistematis dan strategis. Dalam setiap tahap pekerjaan mereka akan terus menerus sadar akan proses berpikir mereka sendiri dan mengevaluasi keefektifan tindakan mereka. Jika kebiasaan ini terbangun, peran guru dalam proses belajar mereka akan semakin berkurang dan lebih sebagi pendukung dan pengamat daripada pengatur dan pengendali. Pada akhirnya, murid sendirilah yang akan berperan sebagai pengatur dan pengendali proses belajar mereka sendiri dan mereka tidak lagi memerlukan guru. Bukankah hal ini yang kita harapkan dari murid kita?
Bila dianalisa lebih lanjut mungkin masih ada hubungan antara self-assessment dengan dua dimensi belajar lainnya, namun dengan mencakup tiga dari lima termausk yang paling penting, maka sudah cukup kuat dan jelas alasan mengapa self-assessment seharusnya menjadi bagian yang harus diikutsertakan dari penilaian hasil belajar murid.
Adanya reformasi dalam bidang pendidikan membuat para pendidik harus mengevaluasi dan menata kembali cara mereka menjalankan proses pendidikan. Pergeseran fokus pembelajaran dari guru ke murid (learner-centered) dan lifelong learning adalah perubahan sifat dari tujuan pembelajaran dewasa ini belajar (Marzano,Pickering & McTighe, 1993). Self-assessment merespon perubahan ini dengan sangat baik. Dengan mengevaluasi diri, tentu saja fokusnya bukan lagi kepada guru, tetapi kepada murid. Selain itu seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, kebiasaan untuk mengself-assess akan mendorong terbentuknya lifelong learning karena murid akan membiasakan dirinya untuk menganalisa, memantau pencapaian dan menetapkan tujuan belajar mereka sendiri. Hal ini akan terus mereka bawa dan terapkan walaupun mereka sudah keluar dari institusi pendidikan. Penjelasan ini semakin memperkuat alasan mengapa self-assessment diperlukan dan sepatutnya diterapkan dalam program pendidikan.

Manfaat Self-Assessment
Self-assessment dapat membawa manfaat baik untuk murid dan guru (Brady dan Kennedy, 2005), antara lain:
• memungkinkan murid untuk membangun pengertian yang lebih menyeluruh tentang kelebihan dan kekurangan mereka sendiri
• menerima tanggung jawab untuk pembelajaran mereka sendiri, baik di dalam maupun di luar sekolah
• melihat diri mereka sebagai bagian aktif dari proses pembelajaran
• membantu murid membangun pengertian diri yang lebih dalam
• menemukan suara dalam diri mereka sendiri
• merefleksikan apa yang mereka tahu
• memotivasi dalam menyelesaikan pekerjakan yang mereka anggap mempunyai arti
Self assessment juga membawa manfaat bagi guru seperti yang dijelaskan Jeni Wilson dan Leslie Wing Jan (1998) berikut ini:
Teachers benefit from the use od student self-assessment because it provides valuable insights into their students’ thinking and learning. This source of assessment data is unlike many others because it taps the students’ beliefs about their own learning and performance. It also enables teachers to plan appropriate learning experiences for their students.


Cara Menerapkan Self-Assessment
Self-assessment bisa diterapkan dengan berbagai macam cara, baik yang umum maupun yang spesifik dengan melibatkan murid dalam merefleksikan suatu ketrampilan atau kemampuan tertentu atau proses kemajuan dalam pencapaian prestasi. Cara-cara yang dapat dilakukan mencakup (Brady dan Kennedy, 2005):
• Menulis diari atau jurnal tentang proses dan progress pembelajaran
• Diskusi kelas atau kelompok kecil
• Catatan rutin refleksi
• Evaluasi diri mingguan
• Checklist
• Interviu guru-murid
• Menulis rapor sendiri
• Membuat dan menegosiasi kontrak
• Mengerjakan form tertulis yang disusun agar murid memberikan respon tertentu.
• Mengadakan konferensi dengan guru atau sesama murid
• Daftar kelas untuk memantau diperlihatkannya keterampilan tertentu
• Membuat garis continuum dimana guru meminta murid untuk berdiri di salah satu posisi di dalam rentang garis sebagai representasi keadaan mereka saat itu.

Penutup
Pepatah bilang Rome was not built in one day, begitu pula kemampuan dan ketrampilan murid dalam mengself-assess diri mereka. Dibutukan pengajaran khusus dan pengalaman belajar yang memfokuskan pada perkembangan keterampilan ini. Guru mempunyai peran kunci dalam membangun keterampilan reflektif murid. Sangat penting untuk guru memberi contoh merefleksi diri dan menyediakan waktu bagi murid untuk berlatih merefleksi dan mengself-assess. Appropriateness, consistency and progression adalah kata-kata kunci yang harus dipegang ketika akan menerapkan praktik self-assessment di sekolah.
Appropriateness atau kesesuaian harus diperhatikan. Bayak variable yang dipakai untuk memutuskan apakah suatu bentu self-assessment sesuai atau tidak, misalnya jenis mata pelajaran, jenis aktivitas, usia siswa, dll.
Consistency atau konsistensi berarti bahwa self-assessment harus dilakukan secara konsisten, bukan hanya sekali-sekali atau sewaktu-waktu. Self –assessment harus dibangun menjadi sebuah kebiasaan yang terus-menerus dilakukan supaya keterampilan berpikir reflektif dan metacognitif terus menerus diasah juga.
Progression atau gerak maju juga penting agar keterampilan tidak stagnan. Begitu murid terampil dengan satu format atau satu jenis self-assessment, maka jenis lain yang lebih menantang harus diperkenalkan dan diterapkan. Selain itu progression juga bermakna penerusan keterampilan self-assess di jenjang atau tingkat pendidikan selanjutnya, tidak saja di SD tetapi juga di SMP, SMA dan perguruan tinggi.
Menciptakan suasana yang positif dan konstruktif juga sangat penting untuk mendukung and memajukan pembelajaran murid dan memupuk perkembangan keterampilan berpikir reflektif dan metacognitif.
Dari seluruh penjelasan di tulisan ini jelas bahwa self-assessment sangat penting peranannya dalam membentuk murid yang mempunyai productive habits of mind, seorang lifelong learner. Jadi, menyepelekannya atau tidak mengikutsertakannya bersama dengan jenis-jenis assessment lainnya bisa menyebabkan murid kehilangan sebuah keterampilan dan kemampuan berhanga yang justru sangat berguna bagi masa depan mereka, ketika mereka sudah lepas dari bangku sekolah. Keterampilan dan kemampuan ini akan membedakan mereka dengan individu lain.
Reflectie and metacognitive learners are efficient and effective learners because they analyze and make judgments about their thinking, monitoring, and regulating their thinking processes and strategies. Regular self-asessment promotes the development of reflective and metacognitove skilsl which in turn facilitate richer and more informed self-assessment. (Wilson dan Jan, 1998)








Daftar Pustaka

Brady, Laurie dan Kerry Kennedy. Celebrating Student Achievement: Assessment and Reporting. Frenchs Forest: Pearson Education Australia, 2005.
Johnson, David W. and Roger T. Johnson. Meaningful Assessment: A Manageable and Cooperative Process. Boston: Pearson Education Company, 2002.
Marzano, Robert J., Debra Pickering dan Jay McTighe. Assessing Student Outcomes: Performance Assessment Using the Dimensions of Learning Model. Alexandria: ASCD (Association for Supervision and Curriculum Development), 1993.
Wilson, Jeni dan Leslie Wing Jan. Self Assessment for Students: Proformas and Guidelines. Armadale: Eleanor Curtain Publishing, 1998.
Zainul, Asmawi dan Noehi Nasution. Penilaian Hasil Belajar. Jakarta: Pusat Antar Universitas Untuk Peningkatan Dan Pengembangan Aktivitas Instruksional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, 2005.


Lampiran
Bagian lampiran ini berisi contoh-contoh form atau proforma yang bisa digunakan dalam membantu murid melakukan self assessment.

generalisasi

ABSTRAKSI DAN GENERALISASI
Abstraksi adalah deskripsi dari suatu masalah pada level generalisasi tertentu, sehingga memungkinkan kita untuk berkonsentrasi pada aspek kunci dari masalah tersebut tanpa memperhatikan hal-hal detail. Abstraksi dapat membantu kita untuk fokus pada hal-hal penting dari suatu masalah
Abstraksi melibatkan pengindentifikasian kelas-kelas (classes) dari suatu object, sehingga memungkinkan kita menggroupkannya. Dengan cara tersebut kita bekerja dengan sedikit parameter/variabel dari kelas-kelas yang ditinjau.
Contoh :
• Monitoring : berbagai macam sistem monitoring
• Ban sepeda : sepeda balap, sepeda gunung
• Mobil : sedan, jeep, wagon, truk, dll

TINGKATAN ABSTRAKSI
• Abstraksi Fungsional
• Pengelompokan kasual
• Abstraksi data
• Abstraksi cluster
• Abstraksi sistem

GENERALISASI
Generalisasi adalah perluasan suatu aplikasi yang meliputi suatu daerah object yang lebih besar dengan jenis yang berbeda atau jenis yang sama.
BINDING
• Attribute : nilai internal atau data terkait pada suatu objek yang menunjukkan ciri-ciri atau sifat-sifat dari obyek serta penggambaran keadaan (state) obyek
Contoh :
Nama objek : mobil
Attribute :
Merek : toyota
Silinder : 2000cc
Warna : merah
Status : baru / jalan
Tahun : 2006
• Binding : Pengaturan nilai attribute
• Descriptor : informasi attribute yang diisikan dalam tempat penyimpanan untuk setiap entitas.
Binding merupakan pusat dari konsep definisi semantic bahasa pemrograman
Bahasa pemrograman berbeda satu dengan yang lainnya karena:
• Perbedaan jumlah entitas yang dapat ditangani
• Jumlah attribute yang dapat ditempelkan ke entitas yang dapat ditangani
• Waktu kemunculan binding (binding time)
• Stabilitas binding (binding yang sudah terbentuk bersifat tetap atau dapat dimodifikasi)

JENIS BINDING
Ada dua tipe / jenis binding bila dilihat dari control yang digunakan untuk binding data, yaitu :
1. Simple Binding
2. Complex Binding
Kalau dilihat dari sisi waktu pengikatan data (binding) bisa dibedakan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :
1. Early Binding
2. Late Binding
Contoh Binding
• Language definition time binding
• Language implementation time binding
• Compile-time (translation-time) binding
• Execution-time (Run-time) binding

ENKAPSULASI
• Pengkapsulan berarti mengemas beberapa item bersama-sama menjadi satu unit yang tertutup dalam rangka menyembunyikan struktur internal suatu obyek dari lingkungan/dunia luar
• Pengkapsulasan sering dianggap sebagai “penyembunyian informasi”
• Setiap kelas hanya menampakkan interface yang diperlukan untuk berkomunikasi dengan dunia luar melalui message dan menyembunyikan (encapsulating)/implementasi aktual di dalam kelas.
• Kita hanya membutuhkan pemahaman tentang interface (methode), tidak perlu paham tentang internalnya (implementation).
• Pengapsulan merupakan kemamupan sebuah obyek kelas untuk membatasi akses client ke reprensentasi internal obyek (data dan fungsi)

PRINSIP GENERALISASI
Prisip generalisasi adalah suatu bentuk umum dari suatu kesatuan yang khusus.
Contoh : lamda p.B’
Dimana lamda menyatakan suatu abstrak yang menandakan generalisasi B jika p dipanggil oleh suatu parameter B’. Prinsip generalisasi tergantung pada prinsip analogi. Generalisasi dan abstrak sering digunakan bersama-sama. Abstrak digeneralisasi dengan parameterisasi untuk mendapatkan manfaat yang lebih besar. Di dalam parameterisasi satu atau lebih bagian dari suatu kesatuan dapat digantikan dengan suatu nama baru. Nama yang digunakan sebagai suatu parameter ketika abstrak yang telah diparameterkan dilibatkan dengan suatu binding parameter disebut argumentasi.

Prinsip Analogi
Prinsip analogi ada ketika suatu penyesuaian pada pola di antara 2 object yang berbeda. Dimana object dapat digantikan dengan object tunggal yang parameterized untuk melakukan rekonstruksi yang menyangkut object yang asli

Prinsip Parameterisasi
Prinsip Parameterisasi adalah suatu parameter yang secara umum mungkin berasal dari beberapa domain. Istilah parameter formal dan parameter nyata sering disebut dengan argumentasi

SUBSTITUSI
Kegunaan abstraksi dan generalisasi tergantung pada substitusi.
Prinsip korenpondensi
Prinsip korespondensi adalah suatu formalitas yang menyangkut aspek /pengarahan prinsip abstrak yang mengandung substitusi dan definisi saling terkait.
Struktur Block
1. Block merupakan suatu bagian dari scope-defining bahasa pemrograman. Artinya, Block merupakan suatu definisi wilayah bagian bahasa pemrograman.
2. Block merupakan urutan dari statemen yang executable yang diperlakukan sebagai suatu unit
Block disebut subprogram atau routine di kebanyakan bahasa pemrograman
Struktur Block dari suatu bahasa pemrograman













Aturan Cakupan
• Dynamic Scope
Suatu subprogram yang didefinisikan di satu tempat dalam suatu program dan dapat dipanggil dari lingkungan yang berbeda (lingkungan dimana subprogram tersebut tidak didefinisikan)
• Static Scope
Subprogram dipanggil dari lingkungan tempat subprogram tersebut didefinisikan

LINGKUNGAN
Lingkungan lokal suatu subprogram Q terdiri atas bermacam-macam identifier yang dideklarasikan di bagian atas dari subprogram Q. Nama variabel, nama parameter formal, dan nama subprogram diperhatikan disini. Nama subprogram di sini merupakan nama subprogram yang didefinisikan secara lokal di dalam suprogram Q (nested subprogram).
















Abstraksi dan Generalisasi
•Abstraksi adalah penekanan pada gagasan, kualitas dan properti, bukan pada detail tertentu (penekanan pada detail)
•Generalisasi adalah perluasan dari aplikasi yang mengarah pada domain yang lebih besar dari obyek yang sama atau tipe yang berbeda


Binding

•Obyek yang terikat pada nama disebut bindables (terikat) pada bahasa
•Yang termasuk bindable adalah: data primitif, nilai kumpulan, referensi ke variabel, tipe-tipe, dan abstraksi yang executable

Jenis-jenis binding

•Collateral binding à melakukan binding secara terpisah satu sama lainnya dan kemudian menggabungkan binding-binding itu untuk menghasilkan sekumpulan lengkap binding
•Sequential binding à melakukan binding dalam urutan kemunculan mereka
•Recursive binding à adalah binding di mana nama-nama yang di dalamnya terikat dipergunakan (langsung atau tidak langsung) di bindingnya itu sendiri


Enkapsulasi

•Sebuah modul umumnya terdiri dari dua bagian: bagian ekspor dan bagian lokal
•Bagian ekspor dari sebuah modul terdiri dari deklarasi bahasa untuk simbol-simbol yang tersedia untuk digunakan dalam bagian modul dan modul lain yang mengimpornya dan deklarasi modul yang memberikan simbol dari modul lain yang tersedia untuk digunakan dalam bagian modul dan dalam modul lain yang mengimpornya


Prinsip Generalisasi

•Sebuah generik adalah sebuah entitas yang bisa dikhususkan (dijabarkan lebih jauh) terhadap invokasi
•Prinsip analogi: Ketika ada kecocokan pola antara dua obyek berbeda, obyek-obyek ini bisa digantikan oleh sebuah obyek yang diberikan parameter untuk memungkinkan rekonstruksi obyek-obyek aslinya
•Prinsip parameterisasi à sebuah parameter dari sebuah generik bisa terbentuk dari domain•

Substitusi

•Penggunaan abstraksi dan generalisasi bergantung pada substitusi. Ikatan keduanya terkandung pada prinsip berikut:
•Prinsip Korespondensi: Mekanisme binding parameter dan mekanisme definisi adalah setara


Struktur Blok

•Sebuah blok adalah sebuah konstruksi yang membatasi cakupan definisi yang terkandung di dalamnya
•Ada tiga dasar struktur blok: monolitik, flat dan nested
•Syntax blok:
let Definitions in Body end

Body where Definitions

Struktur Blok

•Syntax di atas menyatakan dua tipe blok, yang pertama membutuhkan definisi sebelum body dan yang kedua membutuhkan definisi sesudah body
•Monolitik à hanya terdiri dari satu blok saja
•Flat à body nya bisa saja mengandung blok-blok tambahan tetapi blok bagian dalam tidak mengandung blok
•Nested à jika blok-blok dimungkinkan untuk bersarang (nested) di dalam blok lain

Aturan Cakupan (Scope)

•Tindakan mempartisi sebuah program mengangkat masalah cakupan nama-nama
•Ada empat pilihan:
1.Semua nama tersedia secara global
2.Semua nama eksternal tersedia secara lokal
3.Hanya nama-nama yang diekspor secara eksplisit tersedia secara global
4.Hanya nama-nama eksternal yang diimpor secara eksplisit yang tersedia secara lokal


Aturan Cakupan (Scope)

•Aturan cakupan dinamis à menentukan cakupan masing-masing asosiasi dalam hal dinamisasi eksekusi program
•Aturan cakupan statis à disebut juga aturan cakupan leksikal

Prosedur dan Fungsi

•Sebuah program bisa saja terdiri dari sebuah program utama yang pada saat eksekusi memanggil subprogram yang pada gilirannya bisa saja memanggil subprogram lain, dan seterusnya.
•Setiap subprogram bisa memiliki data lokalnya sendiri yang bisa ditemukan dalam record aktivasi


Parameter dan Argumen

•Sebuah generik dikatakan strict dalam sebuah parameter jika dia membutuhkan nilai parameter dan non-strict dalam sebuah parameter jika dia tidak membutuhkan nilai dari parameter
•Evaluasi lazy à adalah sebuah skema evaluasi di mana argumennya dievaluasi hanya pada saat dibutuhkan

Mekanisme Pemasukkan Argumen

•Mekanisme penggandaan mengharuskan nilai-nilai dikopi ke sebuah generik ketika dia dimasukkan dan dikopi keluar dari generik ketika generik dihentikan. Bentuk pemasukkan parameter ini sering disebut passing by value.

Mekanisme Pemasukkan Argumen

•Mekanisme definisi seakan-akan abstrak itu dikelilingi oleh sebuah blok di mana di dalamnya ada sebuah definisi yang mengikat parameter ke argumen itu. Sebuah parameter dikatakan passed by reference jika argumennya adalah sebuah address

Cakupan dan Blok

•Sebuah variabel yang dideklarasikan dalam sebuah blok memiliki jangka waktu hidup (lifetime) dimulai dari sebuah record aktivasi diciptakan untuk blok itu hingga record aktivasi itu dihapus

Rabu, 23 Maret 2011

Untuk Indonesiaku: Keren Gan!!!!!

http://jiewant.blogspot.com/2011/03/keren-gan.html

Live goes on!!!!

Myspace Graphics
Myspace Graphics and Myspace Layouts

Untuk Indonesiaku

Untuk Indonesiaku

Myspace Graphics
Myspace Graphics and Myspace Layouts

Anakku Berbahasa Indonesia

Anakku Berbahasa Indonesia:
Lima Langkah Dasar Dalam Membesarkan Anak Multibahasa
Oleh: Santi Dharmaputra—Munich, Germany (Anggota WOL)

Walaupun hidup di lingkungan berbahasa asing, mengajarkan anak berbahasa Indonesia adalah hal yang sangat mungkin dilakukan. Namun agar keinginan tersebut terwujud, sebaiknya orang tua mempersiapkan beberapa hal, yaitu:

1. Tujuan dan Motivasi
Mengapa Anda dan pasangan ingin membesarkan anak dalam bahasa Indonesia? Supaya anak bisa bercakap-cakap dengan sanak keluarga? Agar anak bisa berbahasa sehari-hari dan bahasa baku? Atau Anda ingin anak juga bisa lancar membaca dan menulis?
Tentukan tujuan multibahasa keluarga Anda. Penguasaan bahasa adalah suatu proses yang durasinya sama dengan membesarkan anak, di mana tantangan dan prestasi akan datang silih berganti. Jelasnya tujuan akan membangkitkan motivasi kuat, yang berfungsi sebagai penyangga kelangsungan permultibahasaan anak.

2. Memilih Strategi
Setelah menentukan tujuan, lihat rumusan perbahasaan Anda dan pasangan, apakah sama-sama petutur asli bahasa Indonesia? Apakah Anda lebih lancar berbahasa daerah? Apakah pasangan adalah petutur asli bahasa asing? Atau pasangan menguasai dua bahasa dengan sama baiknya? Berdasarkan rumusan orang tua, bisa diputuskan penerapan strategi yang paling cocok.
Strategi yang paling sering dipilih adalah:
a. Satu Orang Tua Satu Bahasa (SOTUSAB, terjemahan penulis atas istilah bahasa Inggris One Parent One Language-OPOL), di mana masing-masing orang tua berbicara bahasa yang berlainan ke anak. Misalnya, si ibu berbahasa Indonesia saja dan ayah hanya bahasa Jawa, ataupun si ibu berbahasa Jepang saja dan ayah hanya bahasa Indonesia; atau
b. Bahasa Minoritas di Rumah (BAMIR, terjemahan penulis atas istilah bahasa Inggris Minority Language at Home – ML@H), di mana percakapan di rumah dilakukan dengan menggunakan bahasa minoritas. BAMIR ini bisa diterapkan untuk lebih dari satu bahasa. Misalnya, keluarga Jeri yang bermukim di Hongaria selalu menggunakan bahasa Palembang saat pagi hari, dan berbahasa Indonesia di sore hari.

3. Konsisten dan Berkesinambungan.
Langkah selanjutnya, orang tua harus menerapkan strategi dengan konsisten dan terus menerus. Misalnya, jika ibu berbahasa Indonesia, gunakanlah selalu bahasa Indonesia saja. Jika ayah berbahasa Inggris, selalulah berbahasa Inggris. Jika menggunakan BAMIR, berbicaralah selalu bahasa minoritas selama di rumah.
Jika strategi dilakukan terputus-putus, anak juga akan mempelajari suatu bahasa dengan terputus-putus, sehingga hasilnya pun tidak maksimal. Jika tidak konsisten, misalnya hari ini ayah bicara Batak, esoknya ayah bicara Inggris, lusa tiba-tiba campuran Batak dan Indonesia, anak akan menjadi bingung karena tidak adanya pola yang jelas. Akibatnya, tujuan memultibahasakan anak akan sulit tercapai.

4. Hindari Mencampur Bahasa.
Saat orang tua sedang bercakap dalam suatu bahasa dengan anak, bicaralah dengan murni. Jangan mencampur adukkan satu bahasa dengan bahasa lainnya. Orang tua yang mencampur adukkan bahasa, akan menghasilkan anak yang juga berbicara dengan campur aduk. Contoh mencampur bahasa: “Come here, makan your food!” Atau , “You must not duduk-duduk di chair!”. Kalimat seperti ini membingungkan anak, karena menggunakan rumusan dari dua bahasa yang berlainan, sehingga sulit bagi anak untuk mempelajari tatanan suatu bahasa dengan benar.
Menurut teori, mereka yang menguasai lebih dari satu bahasa sangat sering mencampur bahasa (alih kode/code switch) untuk mempermudah dan mempercepat percakapan. Juga lumrah sekali bagi balita multibahasa untuk mencampur, karena itu adalah bagian dari proses pemisahan bahasa dalam otak balita. Namun seperti tersebut pada paragraf terdahulu, orang tua yang sedang membesarkan anak multibahasa sebaiknya menghindari mencampur bahasa saat berbicara dengan anak, agar anak bisa menangkap tatanan setiap bahasa dengan lebih mudah. Pemisahan bahasa yang jelas akan membantu setiap bahasa berkembang dengan seimbang, sehingga permultibahasaan anak bisa terwujud.

5. Gunakan Bahasa yang Paling Dikuasai
Jika orang tua memang hanya menguasai dan mempunyai satu bahasa ibu, sebaiknya besarkanlah anak dalam bahasa ibunya tersebut. Sebagai contoh, orang tua yang hanya menguasai bahasa Indonesia, tentunya membesarkan anak dalam bahasa tersebut.
Hindarilah membesarkan anak dengan bahasa yang kurang dikuasai. Contohnya, orang tua yang baru saja belajar bahasa Belanda, sebaiknya janganlah berbahasa Belanda dengan anak. Orang tua yang mengajarkan bahasa dengan tata bahasa, struktur, intonasi dan pilihan kata yang salah akan menyebabkan anak melakukan kesalahan yang sama pula dalam berbahasa.
Kalaupun orang tua merasa bahwa mereka menguasai bahasa asing dengan sangat baik, sebaiknya tetaplah berhati-hati jika memutuskan untuk membesarkan anak dalam bahasa asing. Karena penguasaan seseorang yang sangat bagus akan suatu bahasa asing, tidak menjamin bahwa kemampuannya sudah setingkat petutur asli. Ini berarti bahwa kemungkinan besar masih terdapat berbagai kesalahan tatanan bahasa khas petutur asing.
Jika orang tua tetap ingin meningkatkan bahasa asing anak melalui pengajaran di rumah, lakukanlah pada waktu-waktu tertentu saja, misalnya saat membantu anak membuat tugas sekolah, atau saat sarapan saja. Komunikasi bahasa asing dalam topik dan waktu terbatas memudahkan orang tua untuk melakukan kontrol terhadap dirinya, sehingga anak tetap mendengarkan bahasa asing bermutu baik.
Di lain pihak, jika orang tua berkehendak untuk membesarkan anak dalam bahasa asing, tentu tidak ada yang melarang. Namun, sebaiknya orang tua tetap bercermin dan selalu memperbaiki kemampuan bahasa asingnya sendiri, demi terjaminnya kualitas bahasa asing yang didapat anak. Juga, alangkah baiknya jika hanya satu orang tua saja yang berbahasa asing, supaya orang tua yang satu lagi tetap membesarkan anak dalam bahasa Indonesia.

6. Bersabar dan Terus Bersemangat
Penguasaan bahasa adalah suatu proses, di mana tantangan dan hasil akan datang silih berganti sesuai dengan bertambahnya usia anak.
Sangatlah lumrah jika orang tua merasa bahwa si anak multibahasa masih terus berbahasa bayi, sementara temannya yang berbahasa tunggal sudah bisa berbicara jelas dalam kalimat yang panjang. Banyak juga orang tua yang terbawa untuk bercakap dengan bahasa asing, karena anak selalu memulai percakapan dan menjawab dalam bahasa tersebut. Ditambah lagi dengan tekanan lingkungan yang kadang tidak bersahabat dengan konsep multibahasa.
Hal-hal seperti itu adalah contoh dari sedikit tantangan yang sering dihadapi oleh orang tua. Untuk saya pribadi, saat tantangan datang, saya selalu mengingat kembali tujuan dan motivasi dari permultibahasaan keluarga kami. Kami ingin agar anak-anak kami, yang berdarah campuran Indonesia dan Prancis, mampu berbicara dan membaca dalam bahasa-bahasa ibu kami. Saat tantangan datang, bayangan bahwa suatu saat nanti mereka bisa membaca buku berbahasa Indonesia dan Prancis, cukuplah bagi saya untuk membangkitkan semangat dan ide dalam mencapai tujuan kami bermultibahasa.

...... ikuti sambungan kolom ini pada WOL edisi berikutnya .....
Tentang Penulis: Santi Dharmaputra, SH, LLM, adalah anggota WOL di Munich, Jerman yang mempunyai hobi tulis menulis. Kami pengurus WOL sangat berterima kasih kepada Santi yang telah bersedia untuk berbagi artikel ini kepada sahabat-sahabat WOL.. Untuk lebih mengenal Santi bisa mengunjungi website nya di http://trilingual.livejournal.com/profile

KTSP DAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

Pengantar
Seminar Bahasa dan Sastra Indonesia mengundang perhatian ahli bahasa dan sastra, praktisi pembuat buku pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, guru SD, SMP, SMU yang tinggi. Entusiasme peserta pun tampak dari lalu-lintas tanya jawab yang aktif, mulai Senin 22/1 hingga Selasa 23/1, pukul 9.00-15.50. Oleh karena itu, saya sampaikan makalah M. Umar Muslim yang kebagian sesi “KTSP dan Pembelajaran Bahasa Indonesia”. Silakan simak makalah lengkap berikut ini.
KTSP DAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
M. Umar Muslim
Universitas Indonesia
1. Pendahuluan
Dunia pendidikan Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini diramaikan oleh isu pergantian kurikulum. Kurikulum yang berlaku sampai tahun 2006 adalah Kurikulum 1994. Kurikulum ini mengalami penyempurnaan dan hasil penyempurnaan ini adalah Kurikulum 2004 atau juga dikenal dengan sebutan KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi). Ketika KBK ramai dibicarakan dan muncul buku-buku pelajaran yang disusun berdasarkan kurikulum ini, muncul KTSP atau Kurikulum 2006 yang merupakan penyempurnaan dari KBK. KTSP mulai diberlakukan secara berangsur-angsur pada tahun ajaran 2006/2007.
Adanya tiga macam kurikulum yang berlaku paling tidak pada awal pemberlakuan KTSP sangat membingungkan. Situasi ini diperparah dengan munculnya kesimpangsiuran informasi tentang KBK dan KTSP yang beredar di masyarakat. Guru sebagai orang yang berhubungan langsung dengan pelaksanaan kurikulum merupakan pihak yang paling dibingungkan dengan situasi ini. Tulisan ini akan membahas beberapa hal yang dapat dilakukan guru dalam menghadapi KTSP.
2. KTSP
KTSP atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun, dikembangkan, dan dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan dengan memperhatikan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dikembangkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Kurikulum ini juga dikenal dengan sebutan Kurikulum 2006 karena kurikulum ini mulai diberlakukan secara berangsur-angsur pada tahun ajaran 2006/2007. Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah harus sudah menerapkan kurikulum ini paling lambat pada tahun ajaran 2009/2010.
KTSP merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 2004 atau yang juga dikenal dengan KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi). Seperti KBK, KTSP berbasis kompetensi. KTSP memberikan kebebasan yang besar kepada sekolah untuk menyelenggarakan program pendidikan yang sesuai dengan (1) kondisi lingkungan sekolah, (2) kemampuan peserta didik, (3) sumber belajar yang tersedia, dan (4) kekhasan daerah. Dalam program pendidikan ini, orang tua dan masyarakat dapat terlibat secara aktif.
Pengembangan dan penyusunan KTSP merupakan proses yang kompleks dan melibatkan banyak pihak: guru, kepala sekolah, guru (konselor), dan komite sekolah. Berikut ini akan dibahas beberapa hal yang dapat dilakukan guru dalam menghadapi KTSP.
3. Bahan Ajar
Karena KTSP dikembangkan dan disusun oleh satuan pendidikan atau sekolah sesuai dengan kondisinya masing-masing, setiap sekolah mempunyai kurikulum yang berbeda. Dengan demikian, bahan ajar yang digunakan juga mempunyai perbedaan. Tidak ada ketentuan tentang buku pelajaran yang dipakai dalam KTSP. Buku yang sudah ada dapat dipakai. Karena pembelajaran didasarkan pada kurikulum yang dikembangkan sekolah, bahan ajar harus disesuaikan dengan kurikulum tersebut. Oleh karena itu, guru dapat mengurangi dan menambah isi buku pelajaran yang digunakan.
Dengan demikian, guru harus mandiri dan kreatif. Guru harus menyeleksi bahan ajar yang digunakan dalam pembelajaran sesuai dengan kurikulum sekolahnya.Guru dapat memanfaatkan bahan ajar dari berbagai sumber (surat kabar, majalah, radio, televisi, internet, dsb.). Bahan ajar dikaitkan dengan isu-isu lokal, regional, nasional, dan global agar peserta didik nantinya mempunyai wawasan yang luas dalam memahami dan menanggapi berbagai macam situasi kehidupan.
Untuk pelajaran membaca, misalnya, bahan bacaan dapat diambil dari surat kabar. Di samping surat kabar yang berskala nasional yang banyak menyajikan isu-isu nasional, ada surat kabar lokal yang banyak menyajikan isu-isu daerah. Kedua jenis sumber ini dapat dimanfaatkan. Bahan bacaan yang mengandung muatan nasional dan global dapat diambil dari surat kabar berskala nasional, sedangkan bahan bacaan yang mengandung muatan lokal dapat diambil dari surat kabar daerah. Berdasarkan bahan bacaan ini, guru dapat mengembangkan pembelajaran bahasa Indonesia yang kontekstual. Peserta didik diperkenalkan dengan isu-isu yang menjadi perhatian masyarakat di sekitarnya dan masyarakat yang tatarannya lebih luas.
Bahan ajar yang beragam jenis dan sumbernya ini tentu juga dapat digunakan untuk pelajaran-pelajaran yang lain (menulis, mendengarkan, dan berbicara).
Mengingat pentingnya televisi dan komputer (internet) dalam kehidupan sekarang ini, guru perlu memanfaatkan bahan ajar dari kedua sumber ini. Televisi dan komputer juga dapat dapat dipakai sebagai media pembelajaran yang menarik.
4. Metode Pembelajaran
Dalam KTSP guru juga diberi kebebasan untuk memanfaatkan berbagai metode pembelajaran. Guru perlu memanfaatkan berbagai metode pembelajaran yang dapat membangkitkan minat, perhatian, dan kreativitas peserta didik. Karena dalam KTSP guru berfungsi sebagai fasilitator dan pembelajaran berpusat pada peserta didik, metode ceramah perlu dikurangi. Metode-metode lain, seperti diskusi, pengamatan, tanya-jawab perlu dikembangkan.
Pembelajaran yang dilakukan melalui diskusi, misalnya, dapat melibatkan partisipasi dari semua peserta didik. Semua peserta didik dapat berbicara, mengemukakan pendapatnya masing-masing. Guru dalam hal ini hanya mengarahkan bagaimana diskusi berjalan. Isu diskusi perlu dikaitkan dengan lingkungan sekitar (sekolah, daerah) hingga lingkungan global.
Kegiatan pembelajaran tidak selalu berlangsung di dalam kelas. Kegiatan dapat dilakukan di luar kelas (perpustakaan, kantin, taman, dsb.), di luar sekolah (mengunjungi lembaga bahasa, stasiun radio/televisi, penerbit, dsb.). Beragamnya tempat pembelajaran dapat membuat suasana belajar yang tidak membosankan.
Kegiatan pembelajaran dapat juga melibatkan orang tua dan masyarakat. Sekolah dapat mengundang orang yang mempunyai profesi tertentu atau ahli dalam bidang tertentu untuk berbicara dan berdialog dengan peserta didik. Sebagai contoh, dalam pelajaran menulis dan berbicara (wawancara), kalau ada orang tua peserta didik yang berprofesi sebagai wartawan, guru dapat mengundang orang yang bersangkutan untuk berbicara dan berdiskusi tentang pekerjaannya denga peserta didik. Kegiatan seperti ini akan berguna untuk peserta didik, guru, dan orang tua. Mereka dapat saling belajar dan proses pembelajaran menjadi menarik dan bersifat kontekstual.
Dalam lingkungan sekolah, staf sekolah juga dapat dimanfaatkan. Misalnya, untuk pelajaran menulis surat resmi guru bisa meminta staf administrasi untuk berbicara tentang penulisan surat. Di samping berguna sebagai sumber pembelajaran, kegiatan ini juga berguna untuk membentuk lingkungan sekolah yang kondusif, yaitu adanya hubungan dan kerja sama yang baik di antara peserta didik, guru, dan staf.
Kalau memungkinkan, kegiatan pembelajaran dapat dilakukan dengan kunjungan peserta didik kepada orang dengan profesi tertentu (misalnya penyunting bahasa atau penterjemah) atau ke lembaga tertentu (misalnya lembaga bahasa atau penerbit) untuk menggali informasi tentang bahasa Indonesia. Kegiatan ini akan membuka wawasan peserta didik dan guru akan profesi yang berkaitan dengan bahasa Indonesia dan akan pentingnya bahasa Indonesia sehingga diharapkan muncul sikap positif terhadap bahasa Indonesia.
5. KTSP: Peluang dan Tantangan
Pemberlakuan KTSP pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian sekolah. KTSP merupakan kurikulum yang sesuai dengan dinamika kehidupan di Indonesia sekarang ini dikaitkan dengan isu-isu seperti globalisasi dan otonomi daerah. Akan tetapi, pelaksanaan KTSP menuntut banyak hal dari sekolah dan masyarakat seperti profesionalisme, kreativitas, kemandirian guru dan kepala sekolah, serta keterlibatan masyarakat. Pelaksanaan KTSP juga menuntut banyak hal dari pemerintah seperti perencanaan pendidikan yang baik dan terarah, penyediaan sarana dan prasarana yang memadai, dan birokrasi/prosedur administrasi yang sederhana. KTSP juga menuntut partisipasi dan kepedulian masyarakat. Dengan persiapan yang matang dan suasana yang kondusif, KTSP berpeluang besar untuk menghasilkan peserta didik yang memiliki kompetensi yang diharapkan.
Tantangan bagi semua yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan adalah meningkatkan profesionalisme. Dalam kaitannya dengan pembelajaran bahasa Indonesia, guru perlu terus meningkatkan kemampuannya dalam bidang pembelajaran dan berbahasa Indonesia.
6. Penutup
Pembelajaran bahasa Indonesia pada dasarnya bertujuan membekali peserta didik kemampuan berkomunikasi secara efektif dan efisien dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis. Perubahan atau pergantian kurikulum selalu menimbulkan masalah dan kebingungan bagi semua yang terlibat dalam kegiatan pendidikan, terutama guru. Apa pun kurikulumnya, guru bahasa Indonesia harus tetap berpegang pada tujuan pembelajaran bahasa Indonesia. Guru perlu terus berusaha meningkatkan kemampuannya dan terus belajar untuk memberikan yang terbaik bagi peserta didik. Karena kurikulum yang akan berlaku dalam beberapa tahun mendatang adalah KTSP, guru perlu mengenal, mempersiapkan diri, dan menyiasati kurikulum ini. Dengan demikian, guru akan dapat menghadapi dan menanggulangi masalah-masalah yang muncul.
DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, A. Chaedar. 2006. “Kurikulum Bahasa Berbasis Sastra.” Makalah untuk Seminar Nasional Kondisi Bahasa Indonesia Masa Kini, Akademi Jakarta Taman Ismail Marzuki, Jakarta.
Drost, J. 2006. Dari KBK sampai MBS. Jakarta: Buku Kompas.
Mulyasa, E. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja Rosdkarya.
Mulyasa, E. 2006. Kurikulum Satuan Pendidikan: Sebuah Panduan Praktis. Bandung: Remaja Rosdakarya.
_________. 2006. Kurikulum yang Disempurnakan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Tilaar, H.A.R. 2006. Standarisasi Pendidikan Nasional: Statu Tinjauan Kritis. Yakarta: Rineka Cipta.

Senin, 11 Februari 2008
METODE PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
Meneropong kerlap-kerlipnya cahaya dalam dunia pendidikan/pengajaran khususnya mata pelajaran bahasa Indonesia.
Bukanlah suatu hal yang baru bahwa salah satu komponen kegiatan belajar mengajar yang harus dikuasai oleh pendidik/guru adalah kemampuan menggunakan metode mengajar dengan baik dan tepat sehingga dapat menkomunikasikan bahan pelajaran guna terciptanya proses belajar mengajar yang efektif.
Perlu kita ketahui semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,maka semakin kompleks pula bahan pelajaran yang harus disampaikan kepada siswa.
Jelas dalam hal oii guru pun dituntut untuk dapat memilih secara selektif,metode mana yang dapat digunakan dan sesuai tujuan,bahan atau materi alat bantu dan evaluasi yang telah ditetapkan.
Mari kita tinjau sejenak tentang :
Metode pembelajaran bagi siswa SMP tidak hanya dengan metode ceramah saja, namun dapat juga dilakukan dengan metode:

• penugasan
• tanya jawab
• diskusi
• inkuiri
Contoh : Pokok Bahasan MEMBACA DAN MEMAHAMI BERBAGAI RAGAM WACANA TULIS KARYA SASTRA, antara lain bentuk puisi.

Ciri puisi yaitu karangan yang terikat, bahasanya singkat, isinya padat.
Namun mempunyai pengertian yang luas.

Contoh cuplikan puisi " Surat dari Ibu" karya Asrul Sani,1951 yang akan ditelaah siswa.

SURAT DARI IBU

Pergi ke dunia luas, anakku sayang
pergi ke hidup bebas
Selama angin masih angin buritan
dan matahari pagi menyinar daun-daun
dalam rimba dan padang hijau

Pergi ke laut lepas,anakku sayang
pergi ke alam bebas
Selama hari belum petang
dan warna senja belum kemerah-merahan
Menutup pintu waktu lampau

Langkah-langkah pembelajaran :

1. Salah satu siswa membaca puisi Surat dari Ibu, sementara siswa yang lain
mendengarkan,menanggapi / mengomentari atau mengritik.

2. Pokok pembahasan pada teks puisi antara lain dicari :
-Makna denotasi - konotasi
-Sinonim - antonim beberapa kata dari puisi
-Majas atau gaya bahasa
-Citraan Puisi : * Penglihatan
* Pendengaran
* Perasaan

3. Tema Puisi

4. Amanat Puisi

5. Mengubah bentuk puisi menjadi prosa.

Penugasan :

Siswa membuat karangan
puisi dengan tema bebas (sebagai latihan pemula untuk menggali keberanian siswa memulai mengungkapkan perasaan terdalamnya melalui larik-larik kata yang mengalun serta mengalir)

Berikut ini beberapa puisi karya siswa




Hatiku dan Perasaanku
(Diana Ruly/Kelas 9B)

Kusamnya hati ini yang selalu rapuh
Hatiku selalu menangis
Untuk sesuatu yang kadang tak pantas

Hatiku kusam!
Sekusam boneka tua di tong sampah
Hatiku rapuh!
Serapuh balok kayu di belakang rumah

Ingin rasanya hati kusam nan rapuh ini
Kukeluarkan lalu kulempar
Kubuang jauh-jauh
Tapi...ku hanya manusia biasa yang tak punya kuasa

Lalu...apa yang harus kulakukan?
Apa aku harus diam mendengar jeritan pekikan hati?
Ya! hanya diam dan diam yang masih dapat kulakukan
Sementara hati ini kan terus rapuh dan kusam

Angin kamboja melukai senja
Rumput kering pun terbahak
Ketika air mata menetes perlahan
Kesedihan pun terlihat hanya untuk sebuah nama
========================================
KAMI BERSATU
(Devina G./Kelas 8)

Mereka berkumpul, berpikir, bersatu
Satu bangsa
Satu bahasa
Satu tanah air

Mereka berkumpul, berpikir, bersatu
Berjuang bersatu
Melawan bersama
Bergerilya bersama

Mereka berkumpul, berpikir, bersatu
Jawa, Sunda, Madura, Batak
Minahasa, Maluku, Sumatera
Berkata.... KAMI BERSATU
MERDEKA...!
========================================
KEGAGALAN
(Laura Ester K./Kelas 9B)

mengapa di dalam hidupku selalu ada kegagalan...?
mengapa karena kegagalan
semua orang menertawakanku...?
mengapa karena kegagalan
semua orang meremehkanku...?

mengapa aku tidak yakin bahwa setiap ada kegagalan
pasti ada keberhasilan...?
mengapa aku yakin bahwa kegagalan akan selalu
mengikutiku...?
apakah aku tidak boleh mengetahui itu semua...?

sekarang apakah arti keberhasilan
jika aku hanya memikirkan kegagalan...?
sekarang apakah arti kegagalan
jika aku hanya memikirkan keberhasilan...?
dan sekarang aku harus meyakini dan mengetahui arti
bahwa kegagalan adalah awal dari keberhasilan...
==============================================
PERSATUAN
(Lislianny/Kelas 9A)

Persatuan melibatkan banyak orang
Persatuan tumbuh melalui hati
Persatuan membuat hati kita damai
Persatuan akan menjalin hubungan kerjasama yang baik

Dimana rasa persatuan itu ada?
Dulu ada
Tetapi mengapa hilang?
Banyak keributan di sini di situ
Mengapa?
Lihatlah dahulu kala
Para pahlawan dengan semangat
Dengan persatuan yang kuat

Kita bisa
Hanya orang sombong yang tidak bisa
Cobalah dari sekarang
Untuk saling bersatu

Dengan teman, persatuan tumbuh tanpa membedakan
Dengan pedagangpun harus kita jalin rasa persatuan dan kesatuan
Dengan guru tetapi dalam kurun waktu tertentu
Dengan orang-orang sekitar kita
===================================================

MODEL-MODEL PEMBELAJARAN YANG EFEKTIF
Dengan mengacu pada Departemen Pendidikan Nasional,SMPK-4 BPK PENABUR telah mencoba beberapa model Pembelajaran Yang Efektif antara lain :

1. Cooperatif Script
(Dansere Cs..1985)

Skrip Kooperatif

Metode belajar di mana siswa bekerja kelompok (4 orang) bergantian secara lisan mengikhtisarkan bagian-bagian dari materi yang dipelajari

Langkah-langkah :
1. Guru membagi siswa dalam kelompok
2. Guru memberikan wacana / materi kepada siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan.
3. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pendengar.
4. Pembicara membacakan ringkasannya.
Sementara pendengar :
a. menyimak / mengoreksi / menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap.
b. membantu / mengingat / menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi
sebelumnya atau dengan materi lainnya.
5. Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar, dan
sebaliknya,serta lakukan seperti di atas.
6. Kesimpulan siswa bersama-sama dengan guru.
7. Penutup


2. Student Teams - Achievment Divisions (STAD)

Tim siswa kelompok prestasi
( Slavin 1995 )


Langkah-langkah
1. Membentuk kelompok yang anggotanya terdiri dari 4 orang secara heterogen(campuran
menurut prestasi,jenis kelamin )
2. Guru menyajikan pelajaran
3. Guru memberikan tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota kelompok.
Anggotanya yang sudah mengerti dapat menjelaskan pada anggota lainnya sampai
semua anggota dalam kelompok itu mengerti.
4. Guru memberikan kuis / pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab tidak
boleh saling membantu
5. Memberi evaluasi
6. Kesimpulan


3. Numbereded Heads Together
Kepala bernomor
(Spencer Kagan,1992)



Langkah-langkah :
1. Siswa dibagi dalam kelompok,setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor
2. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.
3. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar,dan memastikan tiap anggota kelompok
dapat mengerjakannya / mengetahui jawabannya.
4. Guru memanggil salah satu nomor siswa, dengan nomor yang dipanggil melaporkan
hasil kerja sama mereka.
5. Tanggapan dari teman yang lain kemudian guru menunjuk nomor yang lain
6. Kesimpulan

4. Problem Based introduction
(Pembelajaran berdasarkan Masalah )


Langkah-langkah
a. Guru menjelaskan kompetensi yang ingin dicapai dan menyebutkan sarana atau alat
pendukung yang dibutuhkan. Memotivasi siswa untuk terlibat aktivitas pemecahan
masalah yang dipilih.
b. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah tersebut..(menetapkan topik,tugas,jadwal)
c. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, eksperimen untuk
mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
d. Guru membantu siswadalam merencanakan menyiapkan karya yang sesuai seperti
laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya.
e. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap eksperimen
mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.


5. Demonstration
(khusus materi yang memerlukan peragaan atau percobaan,misalnya Gussen)


Langkah-langkah
a. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
b. Guru menyajikan gambaran sekilas materi yang akan disampaikan
c. Menyiapkan bahan atau alat yang diperlukan
d. menunjuk salah seorang siswa untuk mendemonstrasikan sesuai skenario yang telah
disiapkan
e. Seluruh siswa memperhatikan demonstrasi dan menganalisanya
f. Tiap siswa mengemukakan hasil analisanya dan juga pengalaman siswa
didemonstrasikan.
g. Guru membuat kesimpulan


6. Word Square
Media : Soal dalam bentuk teka-teki

Langkah-langkah
a. Guru menyampaikan materi sesuai kompetensi yang ingin dicapai
b. Guru membagi lembaran kegiatan sesuai contoh
c. Siswa menjawab soal (mengisi kotak-kotak tersebut dengan huruf-huruf sesuai
pertanyaan )
d. Berikan poin setiap jawaban dalam kotak.



7. Explisit intruction
Pengajaran langsung
( Resenshina & Stevens,1986 )


Pembelajaran langsung khusus dirancang untuk mengembangkan belajar siswa tentang
pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang dapat diajarkan dengan pola
selangkah demi selangkah

Langkah - langkah :
a. Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa
b. Mendemonstrasikan pengetahuan dan ketrampilan
c. Membimbing pelatihan
d. Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik
e. Memberikan kesempatan untuk latihan lanjutan


8. Complete Sentence
Media : Siapkan blanko isian berupa paragraf yang kalimatnya belum lengkap.


Langkah - langkah :
a. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
b. Guru menyampaikan materi secukupnya atau siswa disuruh membacakan buku atau
model dengan waktu secukupnya
c. Guru membentuk kelompok 2 atau 4 orang secara heterogen
d. Guru membagikan lembar kerja berupa pargraf yang kalimatnya belum lengkap
e. Siswa berdiskusi untuk melengkapi kalimat dengan kunci jawaban yang tersedia.
f. Siswa berdiskusi secara kelompok
g. Setelah jawaban didiskusikan,jawaban yangsalah diperbaiki. Tiap peserta membaca
sampai mengerti
h. Kesimpulan

9. Artikulasi


Langkah – langkah
a. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
b. Guru menyajikn materi sebagaimana biasa
c. Untuk mengetahui daya serap siswa,dibentuk kelompok berpasangan dua
d. Menugaskan salah satu siswa dari pasangan itu menceritakan materi yang baru
diterima dari guru dan pasangannyamendengar sambil membuat catatan kecil
kemudian berganti peran. Begitu juga kelompok lainnya.
e. Menugaskan siswa secara bergiliran / diacak menyampaikan hasil wawancara dengan
teman pasangannya sampai sebagian siswa sudah menyampaikan hasil wawancaranya.
f. Guru mengulang /menjelaskan kembali materi yang sekiranya belum dipahami siswa
g. Kesimpulan / penutup

10.Student Fasilitator and Explaining
Siswa/ pesertamempersentasikan idi / pendapat pada rekan peserta lainnya.


Langkah – langkah
a. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
b. Guru mendemonstrasikan / menyajikan materi
c. Memberikan kesempatan siswa untuk menjelaskan kepada siswa lainnya. Misalnya
melalui bagan / peta konsep.
d. Guru menyimpulan ide / pendapat dan siswa
e. Guru menerangkan semua materi yang disajikan saat itu.
f. Penutup

Selain model pembelajaran diatas masih banyak model pembelajaran lain yang bisa kita terapkan bagi siswa didik,guna meraih keberhasilan yang gemilang.
Jelas semua ini harus ada “ Kemauan “ meski melalui proses yang diwarnai keuletan
Kesabaran dan ketekunan serta semangat memenangkan keadaan
Sementara kita bisa umpamakan pendidik seperti busur panah ,dan anak didik
Sebagai ank panah yang kita lepas melejit ke sasarannya dengan tepat.



PEMETAAN SKL
DISERTAI LINGKUP MATERI
DAN INDIKATOR SOAL
(dilengkapi contoh soal dan tips menjawab soal )


Keterampilan Berbahasa : Membaca
Standar Kompetensi Lulusan :
- Uraian
- Membaca dan memahami berbagai ragam wacana tulis (artikel, berita, opini/tajuk, tabel, bagan, grafik, peta, denah), berbagai karya sastra berbentuk puisi, cerpen, novel, drama.
Ruang lingkup Materi : Menemukan gagasan utama paragraf
Indikator : Disajikan sebuah paragraf berupa artikel, siswa dapat menemukan gagasan utama pada kutipan artikel tersebut.
Kata Kunci : Gagasan utama = Inti Paragraf Inti paragraf sering pula ditanyakan dengan berbagai istilah, yakni :
• Gagasan Utama
• Pikiran Utama
• Kalimat Utama
• Ide Pokok
• Isi Pokok
• Kalimat Pokok
Tips singkat menjawab soal : Soal yang berkaitan dengan inti paragraf dapat diselesaikan dengan cara mengidentifikasikan kalimat awal atau kalimat akhir yang berisi hal umum.

CONTOH SOAL

1. Aliran darah sangat penting untuk menyirkulasikan makanan dan oksigen ke seluruh bagian tubuh. Di dalam darah terdapat suatu sistem yang dikenal dengan mekanisme pembekuan (penggumpalan) darah. Mekanisme pembekuan darah memerankan dua fungsi yang vital namun berlawanan. Fungsi pertama adalah menjaga agar darah tetap mengalir dan yang kedua, membentuk satu “Sumbatan” atau bekuan untuk menghentikan pendarahan.
Gagasan utama paragraf di atas adalah...
A. Mekanisme pembekuan darah memerankan dua fungsi yang vital namun berlawanan.
B. Pembekuan darah berfungsi untuk menghentikan pendarahan.
C. Di dalam darah terdapat suatu sistem yang dikenai dengan mekanisme pembekuan.
D. Aliran darah sangat penting untuk menyirkulasikan makanan dan oksigen ke seluruhan bagian tubuh..

PEMBAHASAN

Konsep dasar
Gagasan utama adalah inti pembicaraan dalam sebuah paragraf. Biasanya terdapat
Pada awal paragraf (deduktif) atau akhir paragraf (induktif )

Cara Cepat
Gagasan utama pada paragraf soal terdapat pada awal kalimat. Aliran darah sangat penting untuk menyirkulasikan dan oksigen ke seluruh bagian tubuh kalimat ini berisi hal umum yang kemudian diperjelas oleh kalimat-kalimat berikutnya. Sesuai dengan pernyataan pada opsi (D)

Jawaban : D



URAIAN
Standar Kompetensi Lulusan : MEMBACA
Membaca dan memahami berbagai ragam wacana tulis ( artikel, berita, opini/tajuk, tabel, bagan, grafik, peta, denah), berbagai karya sastra berbentuk puisi, cerpen, novel, dan drama
Ruang Lingkup : Membuat sebuah kritikan terhadap sebuah berita
Indikator : Disajikan sebuah paragraf berupa berita siswa
Dapat membuat kritikan yang relevan dengan isi berita.
Kata Kunci : Kritikan x dukungan artinya, kritik isi bacaan merupakan pendapat yang bertentangan dengan hal-hal yang dikemukakan dalam bacaan.
Tips singkat menjawab soal : Jika dalam teks disajikan hal-hal yang bersifat negatif, kritikan yang relevan haruslah berisi saran positif.


CONTOH SOAL
Mimisan terjadi karena pembuluh darah dalam hidung pecah. Darah yang keluar dapat masuk kedalam tenggorokan. Ini sangat berbahaya dan harus secepatnya di tangani oleh dokter.

Kritikan terhadap isi bacaan tersebut adalah...
A. Tidakdisajikan pertolongan pertama
B. Mimisan tidak boleh disepelekan
C. Mimisan harussegera ditangani dokter
D. Mimisan sangat berbahaya.


PEMBAHASAN

Konsep Dasar
Kritik berisi tanggapan atau komentarterhadap suatu hal, sifatnyamembangun atau menjadikan sesuatu lebih baik.Kadang-kadang disampaikan secara positif (santun) atau negatif (kecaman).

Cara Cepat
Dalam teks dikemukakan penyebab mimisandan efeknya. Hal yang bisa dijadikan bahan kritik adalah Mimisan tidak boleh disepelekan karena harus secepatnya ditangani oleh dokter. Sesuai dengan opsion (B)


URAIAN
Standar Kompetensi Lulusan : MEMBACA
: Membaca dan memahami berbagai ragam wacana tulis (artikel, berita, opini/ tajuk, tabel, bagan, grafik, peta, denah)
: Karya sastra berbentuk puisi, cerpen, novel,dan drama.

Ruang Lingkup Materi : Menentukan Fakta/opini dalam sebuah tajuk.
Indikator : Disajikan sebuah tajuk. Siswa dapat menemukan fakta /opini dalam sebuah tajuk.

Kata Kunci : Fakta  biasanya ditandai oleh hadirnya data berupa angka.
Opini  ditandai dengankata-kata yang bersifat subyektif, misalnya sangat, semakin, dapat, mungkin
Karakteristik lainnya adalah :
• mengandung bentuk-bentuk kata sifat : baik, buruk, mudah, sukar,..
• Diawali kata menurut... (yang merupakan pernyataan seseorang )

Tips singkat menjawab soal

Dalam soal, kalimat fakta dan opini biasanya dihadirkan berdampingan. Untuk fakta, carilah kalimata yang berisi hal-hal yang benar-benar terjadi atau telah terjadi (terlihat dari data-data akurat yang diberikan ).

CONTOH SOAL
1. Gubernur Jawa Barat H. Danny Setiawan menyampaikan itu pada peringatan Hari Pahlawan yang digelar di lapangan Gedung Sate, Jl.Diponegoro Bandung, Senin (12/11) ”Bangsa Indonesia termasuk didalamnya masyarakat Jabar, akan tetap hidup dan berdiri tegak bila memiliki semangat nasionalisme tersebut,” katanya.
Fakta yang terdapat dalam tajuk di atas adalah...
A. Menurut H.Danny Setiawan bangsa Indonesia, termasuk di dalamnya masyarakat Jabar, akan tetap hidup dan berdiri tegak bila memiliki semangat nasionalisme.
B. Semangat kebersamaan itu diharapkan untuk diperlihatkan masyarakat dengan “hitung-hitungan“ perannya masing-masing
C. Esensi kepahlawanan bisa direfleksikan dalam setiap upaya pembangunan masyarakat di Jabar.
D. Peringatan Hari Pahlawan yang digelardi lapangan gedung Sate, Jl.Diponegoro Bandung, Senin (12/ 11).

PEMBAHASAN

Konsep dasar
Fakta adalah sesuatu yang benar-benar terjadi atau hal yang diungkapkan berdasarkan suatu bukti nyata (realita). Sesuai dengan kata kunci di atas, kata menurut
(opsiA), kata diharapkan (opsiB), dan kata bisa (opsi C) menunjukkan sebuah opini (persepsi), bukan fakta.

Cara Cepat

Dalam opsi (D) dimuat data berupa tempat dan tanggal terjadinya sebuah peristiwa. Hal ini tentu merupakan bukti atas sesuatu yang benar-benar telah terjadi, atau disebut sebagai fakta. Jawaban : D


CONTOH SOAL
2. Pemerintah Kabupaten Tangerang memperbaiki 42 sekolah.Dana diperoleh dari pinjaman Bank Jabar. Sepuluh sekolah di antaranya mengalami kerusakan yang terutama parah. Hidayat selaku pimpro mengatakan bahwa kecil kemungkinan proyek tersebut gagal.
Kalimat opini dalam paragraf di atas terdapat pada kalimat....
A. Pertama
B. Kedua
C. Ketiga
D. Keempat

PEMBAHASAN
Konsep dasar

Opini atau pendapat adalah hasil pemikiran yang berupa penilaian, masukan, ide, pandangan, perkiraan, atau gambaran perasaan seseorang terhdap sesuatu masalah. Sifatnya subyektif.
Berdasarkan kata kunci di atas, kalimat opini ditandai oleh kemunculan kata mungkin
Selain itu, Hidayat mengatakan bahwa merupakan bagian kalimat yang menunjukkan opini seseorang.

CARACEPAT
Kalimat pertama  kalimat fakta(data : 42 sekolah)
Kalimat kedua  kalimat fakta (data : pinjaman Bank Jabar)
Kalimat ketiga  kalimat fakta (data : 10 sekolah )
Kalimat pendapat  kalimat opini (Hidayatmengatakan bahwa .....) Pendapat Hidayat .
Jawaban : D


Standar Kompetensi Lulusan : MEMBACA
Membaca dan memahami berbagai ragam wacana tulis (artikel, berita, opini/tajuk, tabel, bagan grafik, peta, denah). Berbagai karya sastra berbentuk puisi, cerpen, novel, dan drama.
Ruang lingkup materi : Simpulan penggalan tajuk.

Indikator : Disajikan penggalan tajuk.Siswa dapat menyimpulkannya.
Kata kunci : Simpulan biasanya ditandai sesuatu yang bersifat umum (mencangkup keseluruhan )

Konsep dasar : Simpulan merupakan pernyataan berisi fakta,pendapat,alasan pendukung mengenai tanggapan terhadap suatu obyek. Dapat dikatakan bahwa simpulan merupakan pendapat akhir dari suatu uraian berupa informasi.

CONTOH SOAL

3. Kehebatan gunung Merapi ditunjukkan bertahun-tahn berikutnya. Misal tahun 1672, letusan Merapi menelan sekitar 300 jiwaorang, tahun 1822 menelan 100 jiwa, tahun 1832 menelan 32 jiwa, tahun 1872 letusan Merapi menelan 200 jiwa. Pengamatan permanen dilakukan setelah terjadi letusan tahun 1930. Pada tahun itu letusan Merapi menelan korban 1.369 orang yang menghancurkan tanah pertanian seluas 20 km dari 26 desa.
Kesimpulan wacana di atas ....
A. Letusan Gunung Merapi yang paling banyak menelan korban dan menghancurkan tanah pertanian terjadi setelah letusan tahun 1930.
B. Letusan Gunung Merapi yang paling sedikit menelan korban yaitu tahun 1872 dan menghancurkan tanah pertanian
C. Pada umumnya, letusan Gunung Merapi menelan korban jiwa yang tidak sedikit setiap terjadi.
D. Letusan Gunung Merapi yang paling banyak yang paling banyak menelan korban yaitu tahun 1672 dan banyak menghancurkan tanh pertanian.

PEMBAHASAN

Sesuai dengan kata kunci di atas, simpulan biasanya ditandai sesuatu yang bersifat umum (mencakup kesuluruhan). Maka, kata pada umumnya pada opsi (c) merupakan. Sebuah simpulan yang merupakan pendapat akhir dari suatu uraian berupa informasi.
Jawaban : C



Prof. Dr. Sri Anitah W.

PBIN4301 4/SKS 1-12
TINJAUAN MATA KULIAH
Strategi dalam mata kuliah ini diartikan sebagai rencana yang cermat dalam rangka mencapai suatu tujuan. Dengan demikian mata kuliah Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia berisi segala sesuatu yang dapat digunakan dalam menyusun rencana pembelajaran bahasa Indonesia secara cermat yang mengacu pada tujuan pembelajaran.
Materi-materi atau pembahasan dalam mata kuliah ini meliputi kajian teoretis dan prinsip-prinsip pembelajaran, pengembangan basil kajian yang berupa model pembelajaran atau desain/rancangan pembelajaran bahasa Indonesia di SMP dan SMA. Melalui latihan menyusun rencana/rancangan/desain pembelajaran bahasa Indonesia diharapkan mahasiswa dapat melaksanakan pembelajaran bahasa dan Sastra Indonesia di SMP dan SMA dengan benar.
Kajian teoretis dan pemahaman terhadap prinsip-prinsip pembelajaran secara umum diuraikan di dalam modul satu sampai enam, sedangkan modul tujuh sampai dua belas berisi latihan-latihan menyusun strategi pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMP dan SMA.
Penyusunan strategi pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia berpedoman pada kurikulum sekolah (SMP dan SMA) yang berlaku. Di samping itu, mata kuliah ini juga dilengkapi dengan media belajar berupa video. Penyediaan media ini bertujuan memperjelas uraian tentang pelaksanaan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah.
Pelaksanaan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia secara benar memiliki nilai positif baik bagi siswa maupun bagi guru. Sesuai dengan salah satu fungsi mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia yang tercantum dalam kurikulum dinyatakan bahwa, mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia berfungsi sebagai sarana pengembangan penalaran. Salah satu tujuan umum pengajaran bahasa dan sastra Indonesia adalah siswa memiliki kemampuan menggunakan Bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, kematangan emosional, dan kematangan sosial. Dalam rambu-rambu dituliskan bahwa pembelajaran bahasa selain untuk meningkatkan keterampilan berbahasa juga untuk meningkatkan kemampuan berpikir dan bernalar serta kemampuan memperluas wawasan. Selain itu, juga diarahkan untuk mempertajam kepekaan perasaan siswa (Depdiknas, 2004).
Dengan kemampuan menyusun strategi pembelajaran bahasa Indonesia kami mengharapkan Anda sebagai lulusan program studi pendidikan bahasa Indonesia FKIP-UT akan menjadi guru mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia yang profesional sehingga mampu mencapai tujuan mata pelajaran seperti yang tertuang di dalam kurikulum tersebut.

Semoga harapan ini menjadi kenyataan. Amin.

MODUL 1: STRATEGI PEMBELAJARAN
Kegiatan Belajar 1:
Hakikat Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran adalah cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan materi pelajaran dalam lingkungan pengajaran tertentu, meliputi sifat, lingkup, dan urutan kegiatan yang dapat memberi pengalaman belajar kepada siswa. Strategi pembelajaran terdiri dari teknik (prosedur) dan metode yang akan membawa siswa pada pencapaian tujuan. Jadi, strategi lebih luas daripada metode dan teknik. Ada dua kutub pendekatan yang bertolak belakang, yaitu ekspositori dan discovery. Kedua pendekatan tersebut bermuara dari teori Ausubel yang menggunakan penalaran deduktif (ekspositori) dan teori Bruner yang menggunakan penalaran induktif (discovery). Kedua pendekatan tersebut merupakan suatu kontinum. Dari titik-titik yang terdapat sepanjang garis kontinum itu, terdapat metode-metode pembelajaran dari metode yang berpusat pada guru (ekspositori), seperti ceramah, tanya jawab, demonstrasi, sampai dengan metode yang berpusat pada siswa (discovery/inquiry), seperti eksperimen.

Kegiatan Belajar 2:
Berbagai Jenis Strategi Pembelajaran
Strategi deduktif dimulai dari penampilan prinsip-prinsip yang diketahui ke prinsip-prinsip yang belum diketahui. Sebaliknya, dengan strategi induktif, pembelajaran dimulai dari prinsip-prinsip yang belum diketahui. Strategi ekspositori langsung merupakan strategi yang berpusat pada guru. Guru menyampaikan informasi terstruktur dan memonitor pemahaman belajar, serta memberikan balikan.
Strategi belajar tuntas merupakan suatu strategi yang memberi kesempatan belajar secara individual sampai pebelajar menuntaskan pelajaran sesuai irama belajar masing-masing. Ceramah dan demonstrasi merupakan dua strategi yang pada hakikatnya sama, yaitu guru menyampaikan fakta dan prinsip-prinsip, namun pada demonstrasi sering kali guru menunjukkan (mendemonstrasikan) suatu proses.
Antara pertanyaan dan resitasi terdapat kesamaan yaitu, resitasi juga dapat berupa pertanyaan secara lisan. Praktik merupakan implementasi materi yang telah dipelajari, sedangkan drill dilakukan untuk mengulangi informasi sehingga pebelajar benar-benar memahami materi yang dipelajari. Reviu dilakukan untuk membantu guru menentukan penguasaan materi para pebelajar, baik materi untuk prasyarat maupun materi yang telah diajarkan. Bagi pebelajar, reviu berguna sebagai kesempatan untuk melihat kembali topik tertentu pada waktu lain.

DAFTAR PUSTAKA
_______. (1984). Strategi Belajar Mengajar suatu Pengantar. Jakarta: PPLPTK.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1982). Konsep CBSA dan Berbagai Strategi Belajar Mengajar. Program Akta VB Modul 11. Jakarta: Ditjen Pendidikan Tinggi

Frelberg, H.J. and Driscoll, A. (1992). Universal Teaching Strategies. Boston: Allyn & Bacon.

Gerlach, V.S. & Ely, D.P. (1980). Teaching and Media a Systematic Approach. New Jersey: Prentice Hall.

Raka Joni, T. (1993). Cara Belajar Siswa Aktif, Implikasinya terhadap Sistem Penyampaian. Jakarta: PPLPTK.

Semiawan, C. dkk. (1988). Pendekatan Keterampilan Proses. Jakarta: Gramedia.

Una Kartawisata dan kawan-kawan. (1980). Penemuan sebagai Metode Belajar Mengajar. Jakarta: P3G- PPLPTK.

Winarno Surakhmad. (1986). Pengantar Interaksi Belajar Mengajar. Dasar dan Teknik Metodologi Pengajaran. Bandung: Tarsito.

Zubair Amin and Khoo Horn Eng. (2003). Basic in Medical Education. Singapore: World Scientific.


MODUL 2: PROSEDUR UMUM PEMBELAJARAN DAN PEMBELAJARAN YANG EFEKTIF
Kegiatan Belajar 1
Prosedur Umum Pelaksanaan Pembelajaran
Prosedur umum pelaksanaan pembelajaran menurut Dick & Carey ada 5 tahap, yaitu kegiatan pra-pembelajaran, penyajian informasi, partisipasi siswa, evaluasi, dan tindak lanjut. Secara garis besar kelima prosedur tersebut dapat disingkat menjadi 3, yaitu persiapan, penyajian, dan evaluasi dan tindak lanjut. Kegiatan persiapan atau pra-pembelajaran terbagi menjadi 2, yaitu (1) persiapan sebelum pembelajaran yang terdiri dari persiapan tertulis, persiapan media dan alat pelajaran, serta persiapan diri, dan (2) pembukaan pelajaran yang berisi kegiatan memotivasi siswa, menunjukkan tujuan, dan menginformasikan keterampilan prasyarat.
Penyajian informasi dan contoh, serta partisipasi siswa merupakan kegiatan inti pembelajaran, sedangkan kegiatan terakhir adalah penilaian, yang secara umum terdiri dari pretest dan postest, serta penilaian formatif yang dilakukan sepanjang proses pembelajaran. Hasil penilaian ini akan diikuti dengan kegiatan-kegiatan tindak lanjut. Kegiatan ini dapat berupa remediasi bagi siswa yang belum mencapai tingkat keberhasilan yang diharapkan dan kegiatan pengayaan bagi siswa yang sukses. Akhir tahap ini, dapat dilakukan reviu strategi untuk mempertimbangkan perlunya memorisasi dan transfer.

Kegiatan Belajar 2:
Pembelajaran yang Efektif.
Efektivitas pembelajaran dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor guru maupun pebelajar itu sendiri. Faktor guru yang terutama, yaitu perencanaan guru, yang berkaitan dengan isu-isu, seperti materi yang dipilih, strategi pembelajaran, media pembelajaran, pengelolaan kelas, iklim kelas, dan evaluasi pembelajaran. Faktor-faktor yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran, yaitu isi pelajaran, bahan, strategi, perilaku guru, susunan pelajaran, lingkungan belajar, pebelajar, durasi dan alokasi pembelajaran. Demikian pula karakteristik guru juga mempengaruhi efektivitas pembelajaran.
Karakteristik guru, meliputi pengalaman mengajar, filosofi belajar dan mengajar, pengetahuan tentang isi pelajaran, pengorganisasian, penataan kelas, dan rasa aman. Guru yang efektif melakukan reviu harian, menyiapkan materi baru, melakukan praktik terbimbing, menyediakan balikan dan koreksi, melaksanakan praktik mandiri, reviu mingguan dan bulanan. Pendekatan pembelajaran yang efektif, yaitu pendekatan pembelajaran yang berpusat pada pebelajar, seperti belajar mandiri, pembelajaran terpadu, dan pembelajaran berdasarkan masalah.

DAFTAR PUSTAKA
Anderson, L.W. (1987). The Effective Teacher. New York: McGraw Hill Book Company.

Burdon, P.R. & Byrd, D.M. (1999). Methods for Effective Teaching. Boston: Allyn & Bacon.

Cannon, R. & Newble, D. (2000). A Handbook for Teachers in University and Colleges. A Guide to Improving Teaching Method. London: Kogan Page

MODUL 3: KETERAMPILAN DASAR MENGAJAR
Kegiatan Belajar 1:
Keterampilan Bertanya dan Keterampilan Memberikan Penguatan
Dalam setiap kegiatan pembelajaran, guru tidak dapat lepas dari penggunaan teknik bertanya. Oleh karena itu, fungsi pertanyaan guru adalah sebagai alat mengajar. Pertanyaan yang diajukan oleh guru mempunyai tujuan bermacam-macam. Satu pertanyaan yang diajukan dapat sekaligus mencapai beberapa tujuan. Dalam menggunakan pertanyaan, guru harus menunjukkan kehangatan serta sikap antusias sehingga dapat mendorong siswa untuk lebih bergairah dan sungguh-sungguh menjawab pertanyaan. Selain itu, masih ada beberapa kebiasaan yang perlu dihindari, yaitu:
1. mengulangi pertanyaan sendiri,
2. mengulangi jawaban siswa,
3. menjawab pertanyaan sendiri,
4. mengajukan pertanyaan yang memancing jawaban serentak,
5. mengajukan pertanyaan ganda, dan
6. menunjuk siswa tertentu sebelum bertanya.

Keterampilan bertanya dibagi menjadi dua, yaitu keterampilan bertanya dasar dan keterampilan bertanya lanjut. Masing-masing keterampilan itu mempunyai beberapa komponen. Perlu diperhatikan bahwa komponen bertanya dasar juga masih dipakai dalam menerapkan keterampilan bertanya lanjut.
Komponen keterampilan bertanya dasar:
1. pengajuan pertanyaan secara jelas dan singkat,
2. pemberian acuan,
3. pemusatan,
4. pemindahan giliran,
5. penyebaran,
6. pemberian waktu berpikir,
7. sambutan yang hangat,
8. pemberian tuntunan

Komponen keterampilan bertanya lanjut:
1. pengubahan tuntutan tingkat kognitif,
2. pengaturan urutan pertanyaan,
3. penggunaan pertanyaan pelacak,
4. peningkatan terjadinya interaksi.

Dalam menggunakan keterampilan bertanya tersebut, perlu diingat bahwa ada tingkatan pertanyaan dari pertanyaan tingkat yang paling rendah sampai pada tingkatan yang tertinggi.

Dalam kegiatan pembelajaran, siswa perlu mendapat penghargaan apabila telah melakukan tugas dengan baik. Penghargaan tersebut akan merupakan penguatan bagi siswa agar mau berusaha untuk mengulangi penampilan yang sama. Dalam menggunakan penguatan, guru harus memperhatikan prinsip penguatan, yaitu kehangatan dan keantusiasan, kebermaknaan, serta menghindari respons yang negatif. Penguatan dapat diberikan kepada siswa secara individu (kepada pribadi tertentu), kepada kelompok, dan penguatan tersebut harus diberikan dengan segera. Agar tidak membosankan, penguatan hendaknya bervariasi, sebab penguatan yang serupa bila diberikan secara terus-menerus akan menjadi kurang efektif. Komponen keterampilan memberi penguatan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu penguatan verbal dan nonverbal. Penguatan verbal dapat berwujud kata-kata, seperti bagus, baik, betul, sedangkan penguatan nonverbal dapat berupa mimik dan gerakan badan, penguatan dengan cara mendekat, penguatan dengan kegiatan yang menyenangkan, penguatan dengan sentuhan, penguatan berupa simbol atau benda, dan penguatan tidak penuh.

Kegiatan Belajar 2:
Keterampilan Mengadakan Variasi dan Keterampilan Menjelaskan
Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang tidak terbebas dari kejenuhan apabila melihat serta mendengarkan hal yang sama. Demikian pula dalam bidang pembelajaran. Siswa akan menjadi bosan apabila setiap hari hanya menjumpai hal-hal yang rutin, seperti mendengarkan uraian guru semata. Untuk mengatasi kebosanan tersebut, guru dapat memberikan variasi dalam kegiatan pembelajaran. Variasi yang dapat dilakukan guru mencakup.
1. Variasi suara, meliputi:
a. pemusatan perhatian,
b. kesenyapan,
c. kontak pandang,
d. gerakan dan mimik, serta
e. pergantian posisi.
2. Variasi penggunaan media dan alat pembelajaran, mencakup:
a. variasi media dan alat yang dapat dilihat,
b. variasi media dan alat yang dapat didengar, serta
c. variasi media atau alat yang diraba atau dimanipulasi.
3. Variasi pola interaksi dan kegiatan siswa
Pola ini sangat beragam, dari pola yang didominasi oleh guru sampai dengan pola yang memberi kesempatan siswa untuk bekerja sendiri sepenuhnya.

Suatu penjelasan merupakan penyajian informasi lisan yang diorganisasikan secara sistematis untuk menunjukkan penyajian suatu hubungan, seperti sebab akibat dalil dan contoh, antara sesuatu yang telah diketahui dengan sesuatu yang belum diketahui. Dalam tugas sehari-hari, guru tidak pernah lepas dari tugas menjelaskan sesuatu kepada siswa. Oleh karena itu, keterampilan ini perlu ditingkatkan efektivitasnya. Untuk dapat lebih mengefektifkan keterampilan menjelaskan, guru perlu memahami komponen-komponennya secara garis besar. Keterampilan menjelaskan dikelompokkan menjadi dua komponen, yaitu keterampilan merencanakan dan menyajikan penjelasan.
Komponen-komponen merencanakan penjelasan, mencakup:
1. hal-hal yang berhubungan dengan isi pesan, dan
2. hal-hal yang berhubungan dengan siswa sebagai penerima pesan.

Kegiatan Belajar 3:
Keterampilan Membuka dan Menutup Pelajaran serta Keterampilan Membimbing
Diskusi Kelompok Kecil
Guru terlebih dahulu harus membuka pelajaran dengan maksud menciptakan suasana siap mental para siswa untuk menerima pelajaran. Pembukaan pelajaran itu tidak saja dilakukan pada awal pelajaran, tetapi juga dilakukan pada setiap penggal pelajaran. Demikian pula dengan kegiatan menutup pelajaran. Kegiatan menutup pelajaran tidak hanya dilakukan guru pada akhir pelajaran, melainkan juga dilakukan pada setiap akhir penggal kegiatan. Kegiatan menutup pelajaran dilakukan dengan maksud memperoleh gambaran tentang materi yang dipelajari. Komponen-komponen keterampilan membuka pelajaran meliputi kegiatan menarik perhatian siswa, menimbulkan motivasi, memberi acuan, dan membuat kaitan.
Komponen-komponen menutup pelajaran meliputi kegiatan meninjau kembali dan mengevaluasi.
Diskusi merupakan pembicaraan 2 orang atau lebih untuk saling mengemukakan pendapat. Diskusi kelompok merupakan suatu pembicaraan yang melibatkan kelompok dan merupakan suatu cara langsung untuk saling bertukar pengalaman atau pendapat dalam rangka memecahkan masalah. Kegiatan ini harus dilatihkan kepada para siswa untuk menanamkan sikap demokratis dalam pemecahan masalah. Agar siswa dapat berlatih dengan baik maka guru juga harus terlatih dengan baik. Oleh karena itu, guru harus menguasai keterampilan ini, agar dapat menjadi contoh bagi siswa. Pemimpin diskusi tidak harus guru sendiri, melainkan secara bertahap harus dialihkan kepada siswa agar mereka belajar menjadi pemimpin. Langkah-langkah yang dilakukan untuk melaksanakan diskusi adalah memilih topik atau masalah, menyiapkan berbagai informasi yang dapat menunjang diskusi, dan menetapkan jumlah anggota dan tempat duduk.
Komponen-komponen keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil meliputi pemusatan perhatian, penjelasan masalah, menganalisis pandangan siswa, meningkatkan kontribusi siswa, mendistribusikan partisipasi siswa, dan menutup siswa.

Kegiatan Belajar 4:
Keterampilan Mengelola Kelas
Mengelola kelas merupakan suatu keterampilan guru untuk menciptakan suasana pembelajaran yang serasi tanpa gangguan. Guru harus memelihara kondisi belajar yang menyenangkan dan berusaha mengembalikan, apabila terdapat hal-hal yang dapat mengganggu kelancaran belajar. Penggunaan keterampilan ini dalam pembelajaran hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip adanya sikap yang hangat dari guru serta antusias dalam mengelola kelas, serta memberikan bahan, tindakan atau kata-kata yang memberikan tantangan kepada siswa untuk belajar. Dalam mengelola kelas sebaiknya guru bertitik tolak dari hal-hal yang positif walaupun dituntut adanya kedisiplinan yang tinggi, namun tidak berarti disiplin yang kaku, melainkan luwes.
Adapun komponen-komponen keterampilan mengelola kelas dapat dibedakan menjadi dua, yaitu keterampilan yang bersifat preventif (penciptaan dan pemeliharaan kondisi yang optimal), dan keterampilan yang bersifat represif (pengembalian kondisi belajar yang mengganggu.
Keterampilan yang bersifat preventif mencakup berikut ini.
1. Menunjukkan sikap tanggap terhadap perhatian dan keterlibatan siswa yang dapat dilakukan melalui pandangan mata, gerakan/posisi guru, pernyataan guru, dan reaksi guru.
2. Membagi perhatian dengan cara kesiapsiagaan dan menuntut pertanggungjawaban siswa.

Keterampilan yang bersifat represif mencakup berikut ini.
1. Perilaku yang mengganggu, melalui penguatan atau hukuman.
2. Memodifikasi pengelolaan kelompok.
3. Menemukan dan memecahkan tingkah laku yang menimbulkan masalah.

Pembelajaran kelompok kecil, biasanya diikuti oleh 3-5 orang atau maksimal 8 orang. Pembelajaran perorangan (individual) merupakan suatu pembelajaran yang memperhatikan perbedaan individual sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan tujuan, materi, prosedur serta waktu yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan belajar tertentu. Dalam mengajar kelompok kecil dan perorangan terjadi hubungan interpersonal yang akrab antara guru-siswa maupun antarsiswa. Siswa belajar sesuai dengan kecepatan, cara, kemampuan, dan minat masing-masing. Komponen keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan mencakup berikut ini.
1. Keterampilan mengadakan hubungan antarpribadi, yang ditunjukkan dengan:
a. kehangatan dan kepekaan,
b. mendengarkan dan memberikan respons kepada siswa,
c. rasa saling percaya,
d. memberi bantuan, dan
e. menerima perasaan siswa mengendalikan emosi siswa.
2. Keterampilan mengorganisasikan kegiatan, yang mencakup keterampilan melakukan:
a. orientasi,
b. variasi kegiatan,
c. pengaturan kelompok,
d. koordinasi,
e. pembagian perhatian, dan
f. kegiatan mengakhiri kegiatan.
3. Keterampilan membimbing dan memberikan fasilitas belajar, yang mencakup keterampilan:
a. memberikan penguatan,
b. mengembangkan supervisi proses awal
c. mengembangkan supervisi proses lanjut, dan
d. mengadakan supervisi pemaduan
4. Keterampilan merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran, yang mencakup:
a. membantu siswa menetapkan tujuan belajar,
b. merencanakan kegiatan pembelajaran bersama siswa,
c. berperan sebagai penasihat siswa, serta
d. membantu menilai siswa.

DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. (1984/1985). Pengajaran Mikro. Program Akta Mengajar V B. Modul 17. Jakarta: Proyek Pengembangan Institusi Pendidikan Tinggi.

Sri Anitah, W. (1987). Microteaching dan Supervisi Klinis. Surakarta: FKIP UNS.

Turney, C. at.al. (1975). Sydney Micro Skills. Handbook. Sydney: Sydney University Press.

MODUL 4: METODE MENGAJAR
Kegiatan Belajar 1:
Jenis-jenis Metode Mengajar
1. Metode ceramah merupakan penuturan secara lisan oleh guru terhadap kelas.
2. Metode tanya jawab merupakan metode mengajar di mana guru menanyakan hal-hal yang sifatnya faktual.
3. Metode diskusi, guru memberikan pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya menggunakan informasi yang telah dipelajari untuk memecahkan suatu masalah.
4. Metode kerja kelompok, dengan metode ini siswa dalam suatu kelas dipandang sebagai suatu kelompok atau dibagi atas kelompok-kelompok kecil untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
5. Metode demonstrasi dan eksperimen, dengan demonstrasi guru atau narasumber atau siswa mengadakan suatu percobaan.
6. Metode sosiodrama dan bermain peran merupakan metode mengajar dengan cara mendramatisasikan masalah-masalah hubungan sosial.
7. Metode pemberian tugas belajar dan resitasi, dengan metode ini guru memberikan tugas, siswa mempelajari kemudian melaporkan hasilnya.
8. Metode karyawisata, merupakan suatu metode mengajar di mana guru mengajak siswa ke suatu objek tertentu dalam kaitannya dengan mata pelajaran di sekolah.
9. Drill atau pemberian latihan merupakan cara mengajar dengan memberikan latihan-latihan terhadap apa yang dipelajari.
Metode pemecahan masalah merupakan suatu metode mengajar yang mendorong siswa mencari dan memecahkan persoalan

Kegiatan Belajar 2:
Metode-metode Mengajar secara Kelompok
Selain metode mengajar yang biasa dilakukan guru di dalam kelas, guru juga perlu mengenal metode-metode mengajar secara kelompok. Metode tersebut, antara lain berikut ini.
1. Seminar merupakan suatu pembahasan yang bersifat ilmiah walaupun yang dibahas adalah masalah kehidupan sehari-hari. Pembahasan bertitik tolak dari suatu kertas kerja (makalah), dan akhirnya diambil suatu kesimpulan.
2. Simposium merupakan serangkaian pidato pendek di depan pengunjung. Di bawah seorang pimpinan, simposium menampilkan beberapa orang pembicara yang mengemukakan pandangan dari segi yang berbeda tentang suatu topik yang sama. Biasanya pembicara terdiri dan pembahas utama dan penyanggah, yang hasilnya disebarluaskan.
3. Forum merupakan suatu gelanggang terbuka, yang memberi kesempatan berbicara kepada khalayak yang ditekankan pada pengungkapan pikiran dan perasaan. Pada akhirnya pimpinan forum mengemukakan ikhtisar pembicaraan.
4. Panel merupakan diskusi yang terdiri dari para ahli yang dianggap sebagai regu guru. Panelis terdiri dari 3 - 6 orang di bawah seorang moderator. Pada diskusi panel, tidak diambil suatu kesimpulan.
5. Musyawarah kerja merupakan pertemuan antara sekelompok massa tertentu yang berkecimpung dalam bidang kerja sejenis. Raker ini bermaksud untuk tukar pengalaman, mengevaluasi program yang telah dilaksanakan atau untuk mengembangkan sesuatu yang baru.
6. Simulasi merupakan suatu metode mengajar yang bertujuan memberikan pengalaman kepada pembelajar mempelajari suatu keterampilan tertentu, dalam situasi yang sengaja diciptakan sesuai keadaan riil.


Dengan membaca rangkuman tersebut, Anda dapat memeriksa kembali sejauh mana penguasaan Anda terhadap materi tentang metode-metode mengajar kelompok. Apabila ada hal-hal yang belum Anda kuasai, cobalah baca sekali lagi bagian-bagian yang dimaksud.

DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. (1984/1985). Pengajaran Mikro. Program Akta Mengajar V B. Modul 17. Jakarta: Proyek Pengembangan Institusi Pendidikan Tinggi.

Sri Anitah, W. (1987). Microteaching dan Supervisi Klinis. Surakarta: FKIP UNS.

Turney, C. et.al. (1975). Sydney Micro Skills. Handbook. Sydney: Sydney University Press.



MODUL 5: MEDIA PEMBELAJARAN
Kegiatan Belajar 1:
Media Pembelajaran
Antara alat peraga dan media tidak berbeda dari segi substansi (bendanya), namun hanya berbeda dari segi fungsinya. Bahwa alat peraga hanya sekadar alat bantu, sedangkan media merupakan bagian integral dalam PBM, yang di dalamnya ada pembagian tanggung jawab antara guru dengan media. Agar Anda dapat menggunakan berbagai media secara bervariasi maka Anda perlu mengenal jenis-jenis media yang dimaksud. Berbagai jenis media visual yang dapat dipelajari adalah Media visual yang tidak diproyeksikan, terdiri dari gambar mati, ilustrasi, karikatur, poster, bagan, diagram, grafik, peta, realia, berbagai jenis papan, sketsa. Media visual yang diproyeksikan, antara lain OHP, slide, filmstrip, opaque projector.

Kegiatan Belajar 2:
Karakteristik dan Jenis Media Audio
Sebagian besar dari pelajaran, diterima siswa melalui pendengaran. Guru dapat mengajarkan program ini di kelas dengan menggunakan tape recorder (pita perekam), radio, dan piringan hitam. Program audio membawakan pesan yang memadukan elemen-elemen suara, bunyi, dan musik beberapa jenis program audio, antara lain berikut ini.
1. Program wicara, berisi suatu pembicaraan yang bersahabat.
2. Wawancara, pembicaraan yang berpangkal pada pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh pewawancara.
3. Diskusi, pembicaraan yang berisi pertukaran ide antara dua orang atau lebih.
4. Buletin, merupakan suatu siaran kilat.
5. Warta berita, suatu siaran yang berisi berbagai berita tentang sejumlah kesaksian mata, laporan suatu kejadian, pidato, komentar, pembicaraan pendek, dan wawancara.
6. Program dokumenter, program mengenai peristiwa yang sungguh-sungguh terjadi.
7. Program feature dan majalah udara, program feature terbatas pada satu tema dalam seluruh acara, sedangkan majalah udara mempunyai dua tema atau lebih dalam satu acara.
8. Drama audio, suatu sandiwara yang mengandung masalah atau konflik kejiwaan.

Kegiatan Belajar 3:
Karakteristik dan Jenis Media Audiovisual
Media audiovisual adalah media yang menunjukkan suara dan pendengaran, jadi dapat dipandang maupun didengar suaranya. Ada dua jenis media audiovisual yang dapat digunakan oleh guru pada saat ini. Namun, tidak berarti bahwa media lain yang ditunjukkan dengan berbagai jenis proyektor tidak termasuk dalam klasifikasi ini. Media lain, seperti film 8 mm maupun 16 mm, misalnya selain sukar didapat dan mahal, juga sulit didapatkan perangkat lunaknya kalau tidak membuat sendiri.
Jenis pertama yang dapat dirangkum di sini adalah slide suara yang merupakan sejumlah slide yang dipadukan dalam suatu cerita atau suatu pengetahuan yang diproyeksikan pada layar dengan iringan suara. Beberapa jenis slide, yaitu slide untuk promosi, berupa anjuran, untuk penerangan dan penyuluhan, ilmu pengetahuan khusus, pengetahuan populer, dokumenter.
Jenis kedua adalah televisi merupakan suatu program yang memperlihatkan sesuatu dari jarak jauh program ini dibedakan menjadi 2, yaitu jaringan televisi sekitar (CCTV) dan program televisi siaran. Televisi sebagai media memiliki 3 fungsi, yaitu penerangan, pendidikan, dan hiburan.

Kegiatan Belajar 4:
Faktor-faktor Pemilihan Media Pembelajaran
Dalam memilih media untuk keperluan pembelajaran, guru perlu mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu variabel tugas, variabel siswa, lingkungan belajar, lingkungan pengembangan, ekonomi dan budaya, serta faktor-faktor praktis. Pertimbangan yang lebih singkat dalam pemilihan media adalah tujuan pembelajaran, siswa/mahasiswa, ketersediaan, ketepatgunaan, biaya, dan mutu teknis.
Untuk mengembangkan media grafis, sebaiknya memperhatikan prinsip-prinsip umum, yaitu kesederhanaan, kesatuan, penekanan, dan keseimbangan formal maupun informal. Alat-alat visual yang dapat membantu keberhasilan penggunaan prinsip-prinsip tersebut adalah garis, bentuk, ruang, tekstur, dan warna. Apabila Anda memiliki beberapa gambar, bentuk-bentuk, kata-kata atau simbol-simbol lain yang akan dipajang dalam suatu papan, misalnya Anda perlu menyusunnya terlebih dahulu dalam suatu layout (tata letak) agar susunan yang Anda ciptakan tampak harmonis.
Agar penggunaan media dalam pembelajaran berhasil dengan baik, diperlukan langkah umum, seperti persiapan, pelaksanaan, evaluasi, dan tindak lanjut. Molenda, dkk., mengemukakan suatu model penggunaan media yang dinamakan model ASSURE, yang merupakan akronim dari kata-kata dalam bahasa Inggris yang, artinya analisis karakteristik siswa, menentukan tujuan, memilih materi, memanfaatkan materi, menuntut respons siswa, dan mengevaluasi hasil belajar.

DAFTAR PUSTAKA
AECT. (1977). The Definition of Educational Technology. Washington: AECT.

Briggs,L. (1967). Instructional Media. Pittsburg: AIR.

Dale, E. (1963). Audio-Visual Methods in Teaching. New York: The Dryden Press.

Gerlach, V.S. and Ely, D.P. (1980). Teaching and Media. New York: Prentice Hall, Inc.

Heinich, R., Molenda, M., and Russel, J.D. (1994). Instructional Media. New York: John Wiley and Sons.

Kemp, J.E. (1980). Planning & Producing Audiovisual Materials. New York: Harper & Row, Publishers.


MODUL 6: MODEL-MODEL BELAJAR DAN RUMPUN MODEL MENGAJAR
Kegiatan Belajar 1:
Model-model Belajar
Belajar kolaboratif adalah suatu cara belajar antara 2 orang atau lebih dengan tujuan yang sama dan adanya ketergantungan satu sama lain. Dalam belajar kolaboratif pebelajar dapat mengembangkan pengetahuan bersama maupun pengetahuan individu. Belajar kooperatif juga merupakan suatu cara belajar bekerja sama, namun para anggota belum tentu mempunyai tujuan yang sama. Antarpebelajar yang saling bantu hanya sebatas apa yang dibutuhkan oleh temannya.
Belajar kuantum merupakan suatu kegiatan belajar dengan suasana yang menyenangkan karena guru menggubah (mengorkestrasi) segala sesuatu yang ada di sekelilingnya sehingga pebelajar bergairah belajar.
Belajar tematik pada hakikatnya merupakan suatu jenis pembelajaran yang memadukan beberapa bidang studi berdasarkan suatu tema sebagai payung (kerangka isi). Dengan demikian, pebelajar diharapkan memahami hubungan antarbidang studi (mata pelajaran) secara terpadu.

Kegiatan Belajar 2:
Tes dan Pengukuran Selama Proses dan Akhir Program
Dalam Kegiatan Belajar 2 ini Anda mempelajari 4 rumpun model mengajar, yaitu model sosial, pemrosesan informasi, model personal, dan model sistem perilaku. Rumpun model sosial dirancang untuk menilai keberhasilan dan tujuan akademik, termasuk studi tentang nilai-nilai sosial, kebijakan publik, memecahkan konflik. Model mengajar sosial diciptakan untuk membentuk masyarakat belajar.
Model pemrosesan informasi menekankan pada cara meningkatkan pembawaan seseorang memahami dunia dengan memperoleh dan mengorganisasikan data, memahami masalah dan mencari pemecahannya, serta mengembangkan konsep-konsep dan bahasa untuk menyampaikannya.
Model belajar personal dimulai dari pandangan tentang harga diri individu. Seseorang berusaha memahami diri sendiri dengan lebih baik, bertanggung jawab atas pendidikannya sendiri, dan belajar mencapai pengembangan yang baru dengan lebih kuat, lebih sensitif, dan lebih kreatif dalam meraih kehidupan yang berkualitas tinggi.
Model sistem perilaku sering disebut teori belajar sosial, modifikasi perilaku, terapi perilaku, dan cybernetic. Manusia memiliki sistem komunikasi koreksi diri yang memodifikasi perilaku dalam merespon informasi tentang seberapa jauh keberhasilan tugas-tugas yang dikehendaki. Secara bertahap, perilaku disesuaikan dengan balikan sampai ada kemajuan dalam meniti anak tangga dengan aman.

DAFTAR PUSTAKA
Boud, D. & Feletti, G.I. (Ed.). (1997). The Callenge of Problem-Based Learning. Boston: Allyn & Bacon.

Bouhuiys, A.A.J., Schmidt, H.G., Berkel, H.J.M. (Eds.). (1993). Problem-Based Learning on Educational Strategy. Netherlands: Network Publishers.

Elaine, B. (2002). Contextual Teaching & Learning. California: Corwin Press, Inc.

Frazee, B.M. & Rudnitski, R.A. (1995). Integrated Teaching Methods. Washington: Delamr Publishers.

Hill, S. & Hill, T. (1996). The Collaborative Classroom. Australia: Leanor Curtain Publishing.

Slavin, R.E. (1995). Cooperative Learning. Theory, Research and Practice. Boston: Allyn & Bacon.

Yoice, B. & Marsha, W. (2000). Models of Teaching. Boston: Allyn & Bacon.


MODUL 7: HAKIKAT PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
Kegiatan Belajar 1:
Hakikat Pembelajaran Bahasa Indonesia
Karakteristik bahasa Indonesia adalah ciri khas atau sifat pembelajaran bahasa Indonesia sebagai sebuah ilmu. Adapun karakteristik pembelajaran bahasa Indonesia adalah bersifat kontekstual, bersifat komunikatif, bersifat sistematis, menantang pembelajar untuk memecahkan masalah-masalah nyata, membawa pembelajar ke arah pembelajaran yang aktif, dan penyusunan bahan pembelajaran dilakukan oleh guru sesuai dengan minat dan kebutuhan pembelajar.
Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia pada dasarnya tergolong ke dalam 3 jenis tujuan, yaitu tujuan afektif, kognitif, dan psikomotorik. Tujuan afektif berkaitan dengan penanaman rasa bangga dan menghargai bahasa Indonesia sebagai sarana komunikasi. Tujuan kognitif berkaitan dengan proses pemahaman bentuk, makna, dan fungsi bahasa Indonesia. Tujuan psikomotorik berkaitan dengan kemampuan menggunakan bahasa Indonesia untuk berbagai kepentingan.
Fungsi pembelajaran bahasa Indonesia dapat digolongkan ke dalam 2 jenis, yaitu fungsi instrumentatif dan fungsi intrinsik. Fungsi instrumentatif adalah fungsi pembelajaran bahasa Indonesia sebagai sarana komunikasi. Fungsi intrinsik adalah fungsi pembelajaran bahasa Indonesia sebagai proses pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia.
Manfaat pembelajaran bahasa Indonesia dapat bersifat praktis dan strategis. Adapun yang menjadi manfaat pembelajaran bahasa Indonesia adalah meningkatkan kemampuan komunikasi, pembentuk perilaku positif, sarana pengembang ilmu pengetahuan, sarana memperoleh ilmu pengetahuan, sarana pengembang nilai norma kedewasaan, sarana ekspresi imajinatif; sarana penghubung dan pemersatu masyarakat Indonesia, dan sarana transfer kultural.

Kegiatan Belajar 2:
Pendekatan dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia
Pendekatan komunikatif dalam pengajaran bahasa bermula dari suatu teori yang memandang bahwa bahasa adalah alat komunikasi. Tujuan pengajaran bahasa ialah mengembangkan apa yang oleh Hymes (1972) diacu sebagai kompetensi komunikatif.
Pembelajaran komunikatif memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut.
1. Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik apabila ia diperlakukan sebagai individu yang memiliki kebutuhan dan minat.
2. Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik apabila ia diberikan kesempatan untuk berpartisipasi. dalam penggunaan bahasa sasaran (bahasa yang sedang dipelajari) secara komunikatif dalam berbagai macam aktivitas.
3. Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik jika ia dilibatkan ke dalam data komunikatif yang bisa dipahami dan relevan dengan kebutuhan dan minatnya.
4. Pembelajar akan belajar bahasa degan baik apabila ia secara sengaja memfokuskan pembelajarannya kepada bentuk, keterampilan, dan strategi untuk mendukung pemerolehan bahasa.
5. Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik apabila ia dibeberkan dalam data sosiokultural dan pengalaman langsung dengan budaya menjadi bagian dari bahasa sasaran.
6. Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik jika ia menyadari akan peran dan hakikat bahasa dan budaya.
7. Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik jika ia diberi kesempatan untuk mengatur pembelajaran mereka sendiri.

Pendekatan terpadu dalam pembelajaran bahasa Indonesia adalah model pembelajaran kegiatan berbahasa berdasarkan fungsi utama bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi. Para siswa dituntut untuk terampil berbahasa, yaitu terampil menyimak, membaca, berbicara, dan menulis. Keempat keterampilan berbahasa tersebut harus dilakukan secara terpadu dalam satu proses pembelajaran dengan fokus satu keterampilan. Misalnya, para siswa sedang belajar keterampilan berbicara maka ketiga keterampilan yang lainnya harus dilatihkan juga, tetapi kegiatan tersebut tetap difokuskan untuk mencapai peningkatan kualitas berbicara.
Whole language sebagai sebuah pandangan terhadap hakikat proses belajar bahasa dikembangkan berdasarkan wawasan dan hasil penelitian dari berbagai bidang ilmu, di antaranya pemerolehan bahasa, psikolinguistik, sosiolinguistik, kognitif, psikologi perkembangan, antropologi, dan pendidikan. Selain itu, whole language juga dikembangkan berdasarkan pengalaman praktis guru-guru yang telah melaksanakan pembelajaran di kelas berdasarkan pandangan dan wawasan dari berbagai ilmu tersebut. Dengan demikian, whole language sebagai suatu pandangan merupakan sinergitas antara teori dan praktik belajar bahasa.
Prinsip-prinsip pelaksanaan whole language adalah sebagai berikut.
1. Whole language merupakan pandangan yang berlandaskan pada pertautan berbagai disiplin yang mencakup psikologi kognitif, teori belajar, psikolinguistik, sosiolinguistik, antropologi, filsafat, dan pendidikan.
2. Pandangan whole language didasarkan pada pengamatan yang menggambarkan anak-anak berkembang dan belajar apabila mereka aktif dalam proses pembelajarannya.
3. Untuk mempercepat membaca dan menulis, whole language berusaha meniru strategi yang digunakan para orang tua yang telah berhasil mendorong anak-anaknya dalam pemerolehan bahasa dan pemerolehan kemampuan baca tulis secara alamiah.
4. Pengajaran whole language didasarkan pada pengamatan pada anak yang lebih banyak mempelajari sesuatu melalui proses pembelajaran langsung.
5. Dalam whole language, guru-guru melaksanakan pembelajaran langsung yang berbeda dengan cara-cara tradisional.
6. Pembelajaran whole language bergerak dari keseluruhan menuju bagian-bagian kecil.
7. Bahasa dan kemampuan baca tulis lebih baik dikembangkan melalui penggunaan secara fungsional. Oleh sebab itu, dalam penerapan whole language guru seharusnya melibatkan siswa dalam membaca dan menulis, berbicara dan menyimak dalam kegiatan nyata.
8. Pandangan whole language menegaskan, guru dan siswa harus bersama-sama menjadi pembelajar, pengambil risiko, dan pembuat keputusan melalui tanggung jawab masing-masing di kelas.
9. Dalam kelas whole language, pembelajaran selalu dipercepat melalui interaksi sosial.
10. Dalam kelas whole language, siswa diperlakukan sebagai orang yang memiliki kemampuan yang terus berkembang.
11. Dalam kelas whole language, terdapat beberapa masalah perilaku tertentu bukan hanya karena siswa terlibat aktif dalam pembelajaran, melainkan juga karena diberikan kesempatan mengembangkan kemampuan dirinya dan tidak hanya mengikuti pengendalian guru.
12. Dalam kelas whole language, penilaian dijalin dalam proses pembelajaran.
13. Pandangan whole language mencerminkan dan mendorong konsep kemampuan baca tulis yang berbeda dibandingkan dengan kelas tradisional.
Kelas whole language mendorong sikap dan perilaku yang diperlukan untuk kemajuan tekonologi dan masyarakat demokratis.

DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas. (2003). Kurikulum 2004 Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMP dan SMA. Jakarta: Pusat Kurikulum.

Mulyana, D. (2003). Filsafat Ilmu dan Segi-segi Pemikiran Ilmiah. Bandung: Rosdakarya

MODUL 8: PEMBELAJARAN MENYIMAK
Kegiatan Belajar 1:
Metode Pembelajaran Menyimak
Tidak ada satu metode pun yang dianggap paling baik di antara metode-metode yang lain. Setiap metode memiliki karakteristik tertentu dengan segala keunggulan dan kelemahan masing-masing. Suatu metode mungkin baik untuk suatu tujuan tertentu, materi tertentu, serta situasi dan kondisi tertentu, tetapi mungkin tidak baik untuk kondisi yang lain. Adakalanya juga suatu metode sangat ampuh bila digunakan oleh pengajar tertentu, tetapi tidak bagi yang lain.
Sesuai dengan prinsip dasar bahwa proses pembelajaran itu adalah sebuah sistem, berikut ini akan disampaikan sejumlah kriteria yang dapat digunakan sebagai landasan dalam melakukan pemilihan metode pembelajaran:
1. karakteristik siswa (raw input);
2. karakteristik lingkungan (environmental input);
3. karakteristik bahan, media, dan instrumen pendukung yang lain (instrumental input);
4. butir-butir tujuan yang diharapkan tercapai dari suatu proses pembelajaran (output).

Adapun metode pembelajaran menyimak yang dapat Anda pilih adalah sebagai berikut.
1. Simak-terka.
2. Simak-tulis.
3. Memperluas kalimat.
4. Identifikasi kata kunci.
5. Identifikasi kalimat topik.
6. Menjawab pertanyaan.
7. Menyelesaikan cerita.
8. Merangkum.
9. Parafrase.

Kegiatan Belajar 2:
Media dan Penilaian Pembelajaran Menyimak
Konsep media pendidikan mencakup dua segi yang tak terpisahkan antara yang satu dengan yang lain, yaitu materi/bahan yang disebut perangkat lunak (software) dan peralatan yang disebut perangkat keras (hardware). Adapun ragam media yang dapat digunakan dalam pembelajaran menyimak:
1. media audio, contohnya kaset dan radio;
2. media audio-visual, contohnya video dan televisi.
Langkah terakhir dari proses pembelajaran adalah tahap penilaian. Penilaian dalam proses belajar-mengajar biasanya ditujukan pada 2 hal sebagai berikut.
1. Penilaian program pembelajaran.
2. Penilaian hasil belajar.

Kegiatan Belajar 3:
Desain Pembelajaran Menyimak
Efektivitas pembelajaran menyimak sangat ditentukan oleh kemampuan guru dalam mendesain pembelajaran menyimak yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa. Oleh sebab itu, implikasi dari kondisi ini perlu dipilih sebuah model pembelajaran menyimak yang baik dan menarik. Model pembelajaran menyimak yang cukup menarik dan mudah untuk dilaksanakan antara lain metode bisik berantai, membaca berita, dan membacakan cerita.
Metode bisik berantai baik sekali diterapkan dalam pembelajaran menyimak terutama untuk melatih konsentrasi siswa dalam menyimak. Metode ini dapat dilakukan secara klasikal dengan melibatkan beberapa siswa. Konsentrasi siswa akan terlatih dengan baik karena mereka dituntut untuk memperoleh informasi yang persis/tepat dari sumber berita.
Metode membacakan berita merupakan metode pembelajaran menyimak yang difungsikan untuk melatih daya simak siswa terhadap suatu informasi. Hal yang harus diperhatikan dalam pembelajaran menyimak dengan menggunakan metode ini adalah memilih berita yang sesuai dengan kebutuhan pembelajar. Dengan menyimak berita siswa diharapkan dapat memaknai informasi itu sebagai sebuah pengalaman belajar.
Metode membacakan cerita merupakan metode pembelajaran menyimak yang difungsikan untuk melatih apresiasi siswa terhadap karya imajinatif. Hal yang harus diperhatikan dalam pembelajaran menyimak dengan menggunakan metode ini adalah memilih cerita yang sesuai dengan perkembangan kognisi dan psikologi pembelajar. Cerita yang akan digunakan pun harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu kriteria pendidikan, kriteria sastra, dan kriteria bahasa.

DAFTAR PUSTAKA
Fasya, Mahmud, dkk. (2005). Cakrawala Bahasa Jilid 1 - 3. Jakarta: Ricardo.

Tarigan, Djago. (1988). Pengembangan Keterampilan Berbicara. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Tarigan, Djago. (1990). Pendidikan Bahasa Indonesia 1. Jakarta: Universitas Terbuka.

Tarigan, Henry Guntur. (1987). Menyimak sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.


MODUL 9: PEMBELAJARAN BERBICARA
Kegiatan Belajar 1:
Apa, Mengapa, dan Bagaimana Penilaian Proses
Tidak ada metode pembelajaran berbicara yang sempurna. Guru dituntut untuk mampu memilih dan menentukan metode yang paling sesuai dengan situasi yang dihadapinya di kelas. Adapun metode pembelajaran berbicara yang dapat dipilih adalah:
1. ulang-ucap;
2. lihat-ucapkan;
3. memerikan;
4. menjawab pertanyaan;
5. bertanya;
6. pertanyaan menggali;
7. melanjutkan cerita;
8. menceritakan kembali;
9. percakapan;
10. parafrase;
11. reka cerita gambar;
12. bercerita;
13. memberi petunjuk;
14. melaporkan;
15. bermain peran;
16. wawancara;
17. diskusi;
18. bertelepon;
19. dramatisasi.

Kegiatan Belajar 2:
Media dan Penilaian Pembelajaran Berbicara
Guru tidak dapat melepaskan diri dari bantuan media dalam melakukan pembelajaran berbicara. Dengan dukungan media, guru berharap dapat menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa untuk menerima pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang akan membentuk keterampilan berbicaranya.
Dalam kegiatan bermain peran, wawancara, diskusi, bertelepon, dan dramatisasi, misalnya guru dapat memanfaatkan media video untuk menampilkan model-model dari setiap kegiatan tersebut. Di samping itu, guru dapat memanfaatkan media gambar untuk kegiatan reka cerita gambar, memberi petunjuk, melaporkan, atau kegiatan lain yang membutuhkan bantuan konkretisasi.
Berkaitan dengan aspek evaluasi dalam pembelajaran berbicara tersebut, ada sejumlah pertanyaan kunci yang pantas diajukan oleh seorang guru. Adapun pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut.
1. Apakah pelaksanaan penilaian sesuai dengan yang direncanakan?
2. Apakah penilaian itu benar-benar mengukur pencapaian kompetensi dasar?
3. Apakah penjenjangan soal penilaian yang digunakan sudah benar?
4. Apakah bentuk dan jenis tes yang digunakan sesuai dengan karakteristik?

Selanjutnya, guru harus memahami aspek-aspek penting yang dijadikan dasar penilaian kemampuan berpidato siswa. Aspek-aspek yang dimaksud adalah (1) isi pidato, (2) bahasa pidato, dan (3) teknik pidato.

Kegiatan Belajar 3:
Desain Pembelajaran Berbicara
Kemampuan membuat desain pembelajaran merupakan fokus kompetensi yang harus Anda kuasai sebagai calon guru bahasa Indonesia. Alasannya, kemampuan mendesain pembelajaran sangat berkaitan langsung dengan pelaksanaan tugas Anda di lapangan sebagai pemegang kendali proses pembelajaran yang berlangsung di kelas.
Adapun beberapa model pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran berbicara adalah (1) bercerita, (2) berpidato, (3) tanya jawab, (4) percakapan, (5) wawancara, (6) diskusi, dan (7) dramatisasi.

DAFTAR PUSTAKA
Fasya, Mahmud, dkk. (2005). Cakrawala Bahasa Jilid 1- 3. Jakarta: Ricardo.

Tarigan, Djago. (1988). Pengembangan Keterampilan Berbicara. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Tarigan, Djago. (1990). Pendidikan Bahasa Indonesia 1. Jakarta: Universitas Terbuka.

Tarigan, Henry Guntur. (1981). Berbicara sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.


MODUL 10: PEMBELAJARAN MEMBACA
Kegiatan Belajar 1:
Metode Pembelajaran Membaca
Membaca merupakan kemampuan yang kompleks. Membaca bukan hanya kegiatan memandangi lambang-lambang tertulis semata, tetapi berupaya mengubah lambang-lambang yang dilihatnya itu menjadi lambang-lambang yang bermakna baginya.
Banyak metode yang dapat merangsang siswa dalam kegiatan membaca khususnya berkaitan dengan pembelajaran membaca. Metode-metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran membaca, antara lain sebagai berikut.
1. SQ3R.
2. Membaca Cepat.
3. Scramble.
4. Isian Rumpang.

Banyak manfaat yang dapat diambil dari mempelajari metode-metode membaca tersebut. Melalui metode SQ3R, siswa akan dapat menentukan apakah materi yang dihadapinya itu sesuai dengan keperluannya atau tidak, memberikan kesempatan kepada mereka untuk membaca dengan pengaturan kecepatan membaca yang fleksibel, membekali mereka dengan suatu metode studi (belajar) yang sistematis. Melalui metode membaca cepat, siswa dapat meninjau kembali secara cepat materi yang pernah dibacanya dan dapat memperoleh pengetahuan yang luas tentang apa yang dibacanya.
Melalui metode Scramble, siswa dapat dilatih berkreasi menyusun kata, kalimat, atau wacana yang acak susunannya dengan susunan bare yang bermakna dan mungkin lebih baik dari susunan aslinya. Metode pembelajaran ini akan memungkinkan siswa untuk belajar sambil bermain. Mereka dapat berekreasi sekaligus belajar dan berpikir, mempelajari sesuatu secara santai dan tidak membuatnya stres atau tertekan.
Metode isian rumpang sangat bermanfaat untuk melatih kemampuan dan keterampilan membaca siswa dalam hal penggunaan isyarat sintaksis, penggunaan isyarat semantik, pengunaan isyarat skematik, peningkatan kosakata, dan peningkatan daya nalar dan sikap kritis siswa terhadap bahan bacaan.

Kegiatan Belajar 2:
Media dan Penilaian Pembelajaran Membaca .
Karya nonfiksi bersifat faktualitas (benar-benar terjadi). Sedangkan karya fiksi bersifat realitas (yang dapat terjadi, tetapi belum tentu terjadi).
Dalam fiksi dikenal dengan istilah licentia poetica, yaitu pengarang dapat mengkreasi, memanipulasi, dan menyiasati berbagai masalah kehidupan yang dialami (baik secara nyata maupun tidak nyata) dan diamatinya menjadi berbagai kemungkinan kebenaran yang bersifat hakiki dan universal dalam karya fiksinya.
Prinsip-prinsip dan masalah-masalah teknis dalam penulisan karya fiksi, yaitu:
1. permulaan dan eksposisi (beginning and exposition);
2. pemerian dan latar (description and setting);
3. suasana (atmosphere);
4. pilihan dan saran (selection and suggestion);
5. saat penting (key moment);
6. puncak; klimaks (climax);
7. pertentangan, konflik (conflict);
8. rintangan; komplikasi (complication);
9. pola atau model (pattern or design);
10. kesudahan; kesimpulan (denouement);
11. tokoh dan aksi (character and action),
12. pusat minat (focus of interest),
13. pusat tokoh (focus of character),
14. pusat narasi (focus of narration: point of view),
15. jarak (distance),
16. skala (scale), dan
17. langkah (pace) (Brooks and Warren dalam Tarigan 1987:75).

Ada beberapa hal yang harus dinilai dalam kemampuan membaca. Ditinjau dari kemampuan yang menjadi sasaran tes membaca, Harsiati (2003) membatasi cakupan kemampuan yang akan diukur dalam tes membaca, yaitu (1) kemampuan literal (kemampuan memahami isi teks berdasarkan aspek kebahasaan yang tersurat), (2) kemampuan inferensia (kemampuan memahami isi teks yang tersirat/menyimpulkan isi yang tidak langsung ada dalam teks), (3) kemampuan reorganisasi (penyarian/penataan kembali ide pokok dan ide penjelas dalam paragraf maupun ide-ide pokok paragraf yang mendukung tema bacaan), (4) kemampuan evaluatif (untuk menilai keakuratan, kemanfaatan, kejelasan isi teks), dan (5) kemampuan apresiasi (kemampuan menghargai teks)

Kegiatan Belajar 3:
Model-model Pembelajaran Membaca
Seorang guru dapat menggunakan berbagai alternatif model pembelajaran membaca, di antaranya model pembelajaran membaca SQ3R, model pembelajaran membaca scramble, dan model pembelajaran membaca isian rumpang.
Model pembelajaran membaca SQ3R dapat dilakukan seorang guru dengan langkah-langkah sebagai berikut.
1. Guru menugaskan siswa untuk membaca buku dan menelaah suatu buku.
2. Guru memberikan apersepsi tujuannya untuk mengarahkan siswa agar lebih paham.
3. Guru bersama siswa melakukan survei buku.
4. Guru melatih siswa membuat pertanyaan.
5. Guru menyuruh siswa membaca secara mandiri.
6. Guru menyuruh siswa membuat pertanyaan dari bacaan yang dibacanya.
7. Siswa meninjau ulang kegiatan dan hasil Baca

Model pembelajaran membaca scramble dapat dilakukan seorang guru dengan langkah-langkah sebagai berikut.
1. Guru menyiapkan sebuah wacana, kemudian keluarkan kalimat-kalimat yang terdapat dalam wacana tersebut ke dalam kartu-kartu kalimat.
2. Setiap kelompok siswa diminta untuk membuat kartu-kartu kalimat sejenis dalam kertas karton.
3. Berilah nomor lain yang tidak sama urutannya dengan urutan nomor kalimat pada wacana aslinya.
4. Guru membagi siswa dalam kelompok-kelompok yang beranggotakan 4-6 orang siswa dalam satu kelompok.
5. Guru merencanakan langkah-langkah kegiatan serta menentukan waktu yang dibutuhkan dalam pembelajaran.

Model pembelajaran membaca Isian Rumpang dapat dilakukan seorang guru dengan langkah-langkah sebagai berikut.
1. Guru menyediakan wacana.
2. Guru melakukan penghilangan (delisi) pada bagian-bagian tertentu dari wacana tersebut secara beraturan, misalnya setiap kata yang ke-5 dan ke-6.
3. Guru menyuruh siswa mengisi bagian-bagian yang hilang tersebut.
4. Guru menyediakan kunci jawaban.
5. Guru menyuruh siswa menghitung jumlah lesapan yang dianggap benar untuk menguji kemampuan mereka.

DAFTAR PUSTAKA
Harjasujana, S.A., Mulyati, Y. (1997). Membaca 2. Jakarta: Departemen Pendidikan dan kebudayaan.

Harsiati, T. (2003). Evaluasi Pembelajaran. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Nurhadi. (1987). Membaca Cepat dan Efektif. Bandung: Sinar Baru.

Soedarso. (1989). Membaca Cepat dan Efektif. Jakarta: PT. Gramedia.

Tarigan, H. G. (1979). Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.


MODUL 11: PEMBELAJARAN MENULIS
Kegiatan Belajar 1:
Metode Pembelajaran Menulis
Menulis merupakan kegiatan pembelajaran yang sering dilakukan oleh setiap orang khususnya kita sebagai mahasiswa. Untuk itu banyak metode pembelajaran yang diajarkan di sekolah berkaitan dengan kegiatan menulis, di antaranya metode pembelajaran menulis narasi, deskripsi, argumentasi, persuasi, dan eksposisi. Sebagai suatu metode yang dapat membantu mahasiswa dalam membuat sebuah tulisan ataupun memahami sebuah tulisan.
Metode pembelajaran menulis yang diberikan dan diajarkan di sekolah tersebut umumnya tidak begitu saja dapat diterima oleh siswa atau mahasiswa tanpa didukung pemberian contoh tulisan atau karangannya sehingga pembelajaran menulis dapat diterima oleh siswa atau mahasiswa dengan baik.
Contoh tulisan narasi, seperti cerita pengisahan (biografi), cerita yang disertai alur, penokohan, latar, gaya penceritaan, dan pemilihan detail peristiwa.
Contoh tulisan deskripsi seperti suasana kampung yang begitu damai, tenteram, dan masyarakatnya yang saling menolong atau suasana di jalan raya, tentang hiruk-pikuknya lalu lintas dapat dilukiskan dalam karangan deskripsi.
Contoh bentuk karangan ilmiah yang bercorak argumentasi antara lain makalah paper (seminar, simposium, dan lokakarya), esai, skripsi, tesis, disertasi, dan naskah-naskah, yaitu tuntutan pengadilan, pembelaan, pertanggungjawaban ataupun surat keputusan.
Contoh tulisan karangan persuasi ini biasanya dipakai dalam dunia politik, pendidikan advertensi, dan dunia propaganda.
Contoh tulisan karangan eksposisi, misalnya petunjuk menggunakan obat atau di mana letak gedung pertemuan.

Kegiatan Belajar 2:
Media dan Penilaian Pembelajaran Menulis
Ada 3 media yang dapat digunakan dalam pembelajaran menulis, yaitu media audiovisual, media gambar, dan media lingkungan. Media audiovisual dalam pembelajaran menulis dimaksudkan sebagai bahan yang mengandung pesan dalam bentuk pesan suara dan gambar yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan menulis siswa sehingga terjadi proses belajar mengajar. Media gambar merupakan media visual dua dimensi di atas bidang yang tidak transparan.
Lingkungan sebagai media pembelajaran menulis bagi para siswa dapat dioptimalkan dalam proses pembelajaran untuk memperkaya bahan dan kegiatan menulis di sekolah. Prosedur belajar untuk memanfaatkan lingkungan sebagai media pembelajaran menulis ditempuh melalui beberapa cara, antara lain survei, berkemah, karyawisata pendidikan, dan mengundang manusia sumber. 4 macam lingkungan belajar, yakni lingkungan sosial, personal, lingkungan alam, dan lingkungan kultural.
Cara menilai kemampuan menulis dilakukan melalui tes menulis langsung dan tes menulis tidak langsung. Sedangkan hal-hal yang harus dinilai dalam kemampuan menulis meliputi indikator mengurutkan, indikator mengembangkan, indikator memvariasikan/mengubah, dan indikator menyunting.

DAFTAR PUSTAKA
Akhmadi, M. (1990). Dasar-dasar Komposisi Bahasa Indonesia. Malang: Yayasan Asah Asih Asuh.

Gie, The Liang. (1992). Pengantar Dunia Karang Mengarang. Yogyakarta: Liberty.

Parera, J.D. (1983). Menulis Tertib dan Sistematik. Jakarta: Erlangga.

Suparno dan Yunus, M. (2003). Keterampilan Dasar Menulis (Modul). Jakarta: Universitas Terbuka.


MODUL 12: PEMBELAJARAN BAHASA TERPADU
Kegiatan Belajar 1:
Strategi Pembelajaran Bahasa Lisan-Tulis
Tujuan pengajaran keterampilan berbahasa adalah menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan berbahasa. Terampil berbahasa berarti terampil menyimak, terampil membaca, terampil berbicara, dan terampil menulis dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Ada beberapa hal yang harus Anda perhatikan ketika merumuskan tujuan pembelajaran berbahasa lisan-tulis, yaitu perumusan tujuan pembelajaran sebaiknya diawali untuk mencapai kemampuan berbahasa secara reseptif (menyimak), kemudian diikuti dengan pencapaian tujuan produktif (menulis). Pencapaian tujuan pembelajaran berbahasa yang menyeluruh ini menggambarkan bahwa pembelajaran berbahasa, seperti ini merupakan desain pembelajaran berbahasa dengan pendekatan keterpaduan (integratif).
Langkah-langkah pembelajaran berbahasa lisan-tulis dapat disusun dengan memperhatikan orientasi pembelajaran dan harus mencerminkan pengalaman belajar. Langkah-langkah pembelajaran ini merupakan aktivitas inti dalam pelaksanaan pembelajaran. Oleh karena itu, langkah-langkah pembelajaran harus dirancang secara sistematis.
Materi pembelajaran yang akan ditampilkan tentunya harus memenuhi beberapa kriteria. Pertama, materi itu harus relevan dengan tujuan pembelajaran. Selain itu, materi yang akan disajikan harus memenuhi kriteria perkembangan dan kemampuan kognitif siswa. Materi yang baik ialah materi yang berguna bagi siswa, baik sebagai pengembangan pengetahuannya dan keperluan tugas perkembangannya kelak sebagai anggota masyarakat. Materi pembelajaran itu harus menarik dan merangsang aktivitas siswa. Sebelum disampaikan kepada siswa bahan itu harus disusun secara sistematis dengan memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran, yaitu bertahap dan berjenjang. Materi pembelajaran berbahasa lisan-tulis dapat berupa audio, video, dan audiovisual. Prinsip utama yang harus diperhatikan dalam pengembangan materi pembelajaran berbahasa lisan-tulis adalah bahan pembelajaran harus sesuai dengan tujuan dan kebutuhan pembelajar.
Desain pembelajaran lisan-tulis adalah silabus yang merupakan pedoman bagi guru dan murid dalam melaksanakan aktivitas pembelajaran. Silabus tersebut merupakan acuan dan harus mencerminkan pengalaman belajar yang relevan dengan tujuan pembelajaran. Desain pembelajaran berbahasa lisan tulis merupakan pedoman aktivitas guru dan murid dalam melaksanakan proses pembelajaran yang berfokus pada bahasa lisan menuju bahasa tulis.

Kegiatan Belajar 2:
Strategi Pembelajaran bahasa Tulis-Lisan
Pengajaran keterampilan berbahasa tulis-lisan adalah pembelajaran yang berfokus pada keterampilan berbahasa tulis. Artinya, pembelajaran ini dapat dimulai dari keterampilan membaca dilanjutkan dengan berbicara dan menyimak atau dimulai dari menulis ke berbicara dan menyimak.
Sebagaimana pembelajaran keterampilan berbahasa yang lain, pembelajaran keterampilan berbahasa tulis-lisan dapat berjalan dengan baik dan memperoleh basil yang maksimal, diperlukan adanya persiapan mengajar yang berupa rancangan pembelajaran atau silabus. Silabus disusun berdasarkan kompetensi yang diharapkan dan indikator- indikator yang menjadi pedoman pelaksanaan pengalaman belajar bagi siswa. Penyusunan silabus harus berpedoman pada kurikulum yang berlaku.
Berdasarkan rancangan pembelajaran atau silabus pembelajaran keterampilan berbahasa tulis-lisan, guru menyiapkan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan siswa dalam melakukan kegiatan-kegiatan belajarnya. Sarana dan prasarana dapat berupa buku sumber, media cetak (majalah, surat kabar, bulletin, dan lain-lain) dan noncetak (audio, video), serta alat bantu belajar yang lain.
Materi pembelajaran yang akan ditampilkan harus memenuhi beberapa kriteria. Pertama-tama, materi harus relevan dengan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang diharapkan. Selain itu, materi yang akan disajikan harus memenuhi kriteria perkembangan dan kemampuan kognitif siswa. Materi yang baik adalah materi yang berguna bagi siswa. Artinya, materi tersebut dapat membantu siswa dalam mengembangkan pengetahuannya dan dapat dimanfaatkannya kelak sebagai anggota masyarakat. Materi pembelajaran juga harus dapat menarik dan merangsang aktivitas siswa dalam belajar. Sebelum disampaikan kepada siswa, bahan-bahan harus disusun secara sistematis dengan memperhatikan prinsip pembelajaran, yaitu bertahap dan berjenjang.
Penilaian dalam pembelajaran keterampilan berbahasa lebih menekankan pada penilaian proses, kemudian penilaian hasil belajar. Instrumen atau alat penilaian proses dapat berupa format observasi dan portofolio, sedangkan untuk penilaian hasil guru harus membuat format penilaian untuk menilai kemampuan berbahasa siswa (menyimak, berbicara, membaca atau menulis).

DAFTAR PUSTAKA
Alha Pangeran. (1998). BMP Pendidikan Pancasila. Jakarta: Penerbit Karunika.

Bertens. (1989). Filsafat Barat Abad XX. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Depdiknas. (2004). Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia SMP. Jakarta: Puskur, Litbang Depdiknas.


METODE DAN STRATEGI PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
berita.balihita.com
::
Setelah para guru memahami pendekatan-pendekatan dalam program pengajaran bahasa, selanjutnya guru menentukan metode-metode apa yang akan diterapkannya dalam proses pembelajaran. Metode adalah rencana penyajian bahan secara menyeluruh dengan urutan yang sistematis berdasarkan pendekatan atau approach tertentu dalam Tatat Hartati dkk. (2006).
Sedangkan Tarigan dkk. (2006) perbedaan pandangan mengenai teori belajar juga mewarnai perbedaan metode. Teori belajar merupakan landasan suatu metode yang berorientasi dua hal. Pertama, proses kognitif yakni proses yang terjadi dalam belajar suatu bahasa. Kedua, kondisi belajar yakni kondisi-kondisi yang mendukung berlangsungnya proses belajar bahasa berjalan baik. Metode pembentukan kebiasaan (habit formation) adalah metode yang berorientasi pada proses. Metode alamiah (natural method) berorientasi pada situasi di mana belajar itu terjadi dan kondisi belajar. Metode berfungsi sebagai jembatan penghubung antara teori dan praktik, antara pendekatan dan teknik.
William Francis Macky mengajukan lima belas ragam metode pengajaran bahasa sebagai berikut :
1. Metode langsung
2. Metode Alami
3. Metode Psikologi
4. Metode Fonetik
5. Metode Membaca
6. Metode Tata Bahasa
7. Metode Terjemahan
8. Metode Terjemahan Tata Bahasa
9. Metode Ekletik
10. Metode Kontrol Bahasa
11. Metode Mimikri-Memorasi
12. Metode Teori Praktik
13. Metode Unit
14. Metode Kognate
15. Metode Dwi Bahasa Tarigan dkk (1989)
Lain halnya dengan GBPP 1984 yang memuat empat belas metode pengajaran bahasa. Metode-metode sebagai berikut ini
1. Metode Penugasan
2. Metode Eksperimen
3. Metode Proyek
4. Metode Diskusi
5. Metode Widyawisata
6. Metode Bermain Peran
7. Metode Demontrasi
8. Metode Sosiodrama
9. Metode Pemecahan Masalah
10. Metode Tanya-Jawab
11. Metode Latihan
12. Metode Ceramah
13. Metode Bercerita
14. Metode Pameran Tarigan dkk (1989)
Sedangkan untuk sekarang metode lebih meliputi, pemilihan bahan, penentuan urutan bahan, pengembangan bahan, rancangan evaluasi dan remedial. berikut ini adalah metode yang digunakan dalam Kurikulum 2004 maka langkah dilakukan setelah guru menetapkan kompetensi dasar beserta indikato -indikatornya. Beberapa metode ini digunakan secara terpisah maupun digabungkan dengan metode lain atau beberapa metode dalam pelaksanaannya.
1. Metode Langsung
Metode ini menerapkan secara langsung semua aspek dalam bahasa yang diajarkan. Misalnya, dalam suatu pembelajaran pelajaran bahasa Indonesia didaerah bahasa pengantar dikelas adalah bahasa Indonesia tanpa diselingi bahasa daerah/bahasa ibu.
2. Metode Alamiah
Metode ini berprinsip bahwa mengajar bahasa baru (seperti bahasa kedua) harus sesuia dengan kebiasaan belajar bahasa yang sesungguhnya seperti yang dilalui anak-anak ketika belajar bahasa ibunya.proses alamiah sangat berpengaruh pada metode ini.
3. Metode Tatabahasa
Metode ini memusatkan pada pembelajaran vokabulerr (kosakata), kelebihan metode ini terletak pada kesederhanaannya dan sangat mudah dalam pelaksanaannya.
4. Metode Terjemahan
Metode terjemahan (the translation method) adalah metode yang lazim digunakan dalam pengajaran bahasa asing, termasuk alam pengajaran bahasa Indonesia yang umumnya merupakan bahasa kedua setelah bahasa penggunaan bahasa ibu/daerah.
5. Metode Pembatasan Bahasa
Metode ini menekankan pada pembatasan dan penggradasian kosakata dan struktur bahasa yang akan diajarkan, kata-kata dan pola kalimat yang tinggi pemakaiannya dimasyarakat diambil sebagai sumber bacaan dan latihan penggunaan bahasa.
6. Metode Linguistik
Prinsip metode ini adalah pendekatan ilmiah karena yang menjadi landasan pembelajaran adalah hasil dari penelitian para linguis (ahli bahasa). Urutan penyajian bahan pembelajaran disusun sesuai tahap-tahap kesukaran yang mungkin dialami siswa.
Dengan demikian pada metode ini tidak dilarang menggunakan bahasa ibu murid, karena bahasa ibu murid akan memperkuat pemahaman bahasa tersebut.
7. Metode SAS
Metode SAS (Struktural Analitik Sintetik) bersumber pada ilmu jiwa yang berpandangan bahwa pengamatan dan penglihatan pertama manusia adalah global atau bersifat menyeluruh. Dengan demikian segala sesuatu yang diperkenalkan pada murid haruslah mulai ditunjukan dan diperkenalkan struktur totalitasnya atau secara global.
8. Metode Bibahasa
Metode ini hampir sama dengan metode linguistik, bahasa ibu murid digunakan untuk menerangkan perbedaan–perbedaan fonetik, kosakata, struktur kalimat dan tata bahasa kedua bahasa itu.
9. Metode Unit
Metode ini berdasarkan pada 5 tahap, yaitu:
a. mempersiapkan murid untuk menerima pengajaran
b. penyajian bahan
c. bimbingan melalui proses induksi
d. generalisai dan penggunaannya di sekolah dasar
Perencanaan atau disebut desain yang disusun di depan kelas. Ada tiga tahapan kegiatan teknik di depan kelas. Pertama, kegiatan penyajian dan penjelasan bahan pembelajaran. Kedua, kegiatan latihan yang dilaksanakan oleh siswa dalam rangka memahami bahan pembelajaran. Ketiga, kegiatan umpan balik untuk menentukan arah kegiatan belajar berikutnya sekaligus merupakan pengulangan atau lanjutan kegiatan belajar berikutnya.
Setelah memahami metode pembelajaran bahasa guru juga harus mengetahui teknik-teknik atau strategi pengajaran yang lazim digunakan. Teknik bersifat prosedural. Teknik yang baik dijabarkan metode dan serasi dengan pendekatan. Berikut sejumlah teknik pengajaran bahasa Indonesia yang biasa dipraktikan guru bahasa Indonesia.
1. Teknik Ceramah
Pelaksanaan teknik ceramah dikelas rendah dapat berbentuk cerita kenyataan, dongeng atau informasi tentang ilmu pengetahuan.
2. Teknik Tanya Jawab
Teknik tanya jawab dapat diterapkan pada latihan keterampialn menyimak, membaca, berbicara dan menulis. Selain guru bertanya pada murid, murid juga dapat bertanya pada guru.
3. Teknik Diskusi Kelompok
Teknik ini dapat dilakukan di kelas rendah dengan bimbingan guru. Peran guru terutama dalam pemilihan bahan diskusi, pemilihan ketua kelompok dan memotivasi siswa lainnya agar mau berbicara atau bertanya.
4. Teknik Pemberian Tugas
Teknik ini bertujuan agar siswa lebih aktif dalam mendalami pelajaran dan memiliki keterampilan tertentu, untuk siswa kelas rendah tugas individual seperti membuat catatan kegiatan harian atau disuruh menghapal puisi atau lagu.
5. Teknik Bermain Peran
Teknik ini bertujuan agar siswa menghayati kejadian atau peran seseorang dalam hubungan sosialnya. Dalam bermain peran siswa dapat mencoba menempatkan diri sebagai tokoh atau pribadi tertentu, misal: sebagai guru, sopir, dokter, pedagang, hewan, dan tumbuhan. Setelah itu diharapkan siswa dapat menghargai jasa dan peranan orang lain, alam dalam kehidupannya.
6. Teknik Karya Wisata
Teknik ini dilaksanakan dengan cara membawa langsung siswa kepada obyek yang berkaitan dengan materi pembelajaran. Misalkan : museum, kebun binatang, tempat pameran atau tempat karya wisata lainnya.
7. Teknik Sinektik
Strategi pengajaran sinektik merupakan susatu strategi untuk menjadikan suatau masyarakat intelektual yang menyediakan berbagai siswa untuk bertindak kreatif dan menjelajahi gagasan-gagasan baru dalam bidang-bidang ilmu pengetahuan alam, teknologi, bahasa dan seni.
Kelebihan teknik ini antara lain:
a. Strategi ini bermanfaaat untuk mengembangkan pengertian baru pada diri siswa tenang sesuatu masalah sehingga dia sadar bagaimana bertingkah laku dalam situasi tertentu.
b. Strategi ini bermanfaat karena dapat mengembangkan kejelasan pengertian dan internalisasi pada diri siswa tentang materi baru.
c. Strategi ini dapat mengmbangkan berpikir kreatif, baik pada diri siswa maupun pada guru.
d. Strategi ini dilaksanakan dalam suasana kebebasan intelektual dan kesamaan martabat antara siswa.
e. Strategi ini membantu siswa menemukan cara berpikir baru dalam memecahkan suatu masalah.
metode pembelajaran bahasa indonesia, kelebihan metode transation, strategi pembelajaran bahasa indonesia, kondisi dan proses belajar bahasa, strategi pembelajaran bahasa, metode-metode pembelajaran bahasa indonesia, metode pembelajaran, strategi pembelajaran, strategi belajar bahasa anak, teknik pembelajaran bahasa indonesia
Baca juga:
1. PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA YANG BERMAKNA
2. Lost in Translation (bahasa Indonesia Version)
3. Tiga Strategi CEO Baru Microsoft Indonesia
4. Terorisme, Semiotika dan Bahasa Indonesia
5. Kegiatan Belajar Mengajar (KBM)

Negara Indonesia terdiri dari berbagai suku yang tinggal di beberapa pulau. Negara Indonesia memiliki bahasa persatuan yaitu Bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan sangat penting kedudukannya dalam kehidupan masyarakat. Oleh sebab itu, Bahasa Indonesia diajarkan sejak kelas 1. Bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi yang dijadikan status sebagai bahasa persatuan sangat penting untuk diajarkan sejak anak-anak.
Metode pengajaran bahasa Indonesia tidak dapat menggunakan satu metode karena bahasa Indonesia sendiri yang bersifat dinamis. Bahasa sendiri bukan sebagai ilmu tetapi sebagai keterampilan sehingga penggunaan metode yang tepat perlu dilakukan. Pencarian penulis di beberapa artikel baik melalui internet mapun perpustakaan daerah belum banyak ditemukan hasil-hasil penelitian metode terbaik pengajaran bahasa Indonesia. Pengajar Bahasa memiliki suatu kewajiban untuk mempertahankan keberadaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan sekaligus memperjuangkan Bahasa Indonesia dapat diterima dan membuat tertarik bangsa lain untuk mempelajarinya.
Di abad ini sumber-sumber informasi telah berkembang pesat di luar sekolah dengan cara yang begitu menarik dan ketika memasuki sekolah siswa sudah memiliki kekayaan informasi itu. Pesan-pesan media yang dikemas dalam bentuk hiburan, iklan, atau berita sungguh menarik para siswa dan ini bertolak belakang dengan pesan-pesan yang dikemas para guru dalam pembelajaran di kelas. (Republika, 2004). Pada pembelajaran Bahasa Indonesia di tingkat sekolah dasar / madrasah ibtidaiyah sangat mengandalkan penggunaan metode-metode yang aplikatif dan menarik. Pembelajaran yang menarik akan memikat anak-anak untuk terus dan betah mempelajari Bahasa Indonesia sebagai bahasa ke-2 setelah bahasa ibu.
Di sebagian siswa, pembelajaran Bahasa Indonesia sangat membosankan karena mereka sudah merasa bisa dan penyampaian materi yang kurang menarik sehingga secara tidak langsung siswa menjadi lemah dalam penangkapan materi tersebut. Penulis sebagai guru Bahasa Indonesia sangat merasakan problem pembelajaran yang terjadi selama ini. Penulis juga menemui kasus serupa ketika berada di daerah kabupaten yang terpencil sangat kurang sekali penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Oleh sebab itu, penulis berusaha melakukan perubahan-perubahan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di dalam kelas. Salah satu perubahan yang dilakukan dengan menggunakan metode role play dan metode STAD (student teams achievement division) dalam standart kompetensi berbicara dan membaca.
Setelah menemukan, siswa yang mencari tersebut berusaha untuk mengorek keterangan tentang kegemarannya dengan menggunakan pertanyaan yang sudah disediakan di kartu perannya (boleh ditambah sendiri), tetapi siswa yang diajak bicara diberi tahu supaya jangan menjawan secara langsung kegemaran dirinya. Dengan kegiatan ini, siswa saling berusaha untuk mencari dan memainkan strategi untuk mengetahui kegemaran teman bicaranya. Kegiatan ini dilakukan secara bergantian. Setelah selesai melakukan kegiatan tersebut, pengajar memberikan pengarahan sekaligus bertanya jawab tentang kegiatan yang sudah dilakukan. Siswa yang dapat mengetahui kegemaran lawan bicaranya diberi penghargaan. Dalam pembelajaran membaca dapat memakai metode STAD sebagai kegiatan memacu anak-anak memahami bacaan dengan cara diskusi kelompok.
Dalam metode ini, siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan empat atau lima orang yang merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku. Guru menyajikan pelajaran, siswa bekerja dalam tim mereka untuk memastikan seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Saat belajar berkelompok, siswa saling membantu untuk menuntaskan materi yang dipelajari. Guru memantau dan mengelilingi tiap kelompok untuk melihat adanya kemungkinan siswa yang memerlukan bantuan guru. Metode ini pun dibantu oleh metode pelatihan, penugasan, dan tanya jawab sesuai satuan pelajaran sehingga ketuntasan materi dapat terwujud (Her World Indonesia edisi Maret 2005, halaman 190 – 1).
Pada saat siswa bekerja dalam tim, guru berkeliling dalam kelas, sambil memberikan pujian kepada tim yang bekerja baik dan secara bergantian guru duduk bersama tim untuk memperhatikan bagaimana anggota-anggota tim itu bekerja h. Memberikan penekanan kepada siswa bahwa mereka tidak boleh mengakhiri kegiatan belajar sampai dapat menjawab dengan benar soal-soal kuis yang ditanyakan. Hasil kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan metode STAD didapatkan nilai rata-rata 8,31, daya serap 80,31, dan kategori bekerhasilan 70 - 95 persen.
Pengajar meminimalkan memmberikan instruksi atau penjelasan kepada siswa, biarkan tiap kelompok mencari dan menemukan sendiri pemecahan masalah yang ada di LKS. Setelah itu, di akhir pelajaran tiap kelompok melakukan diskusi tentang hasil kerja kelompoknya dengan kelompok lainnya dengan bimbingan pengajar. Semoga tulisan ini menjadi sebuah wacana baru bagi pengajaran Bahasa Indonesia yang bagi sebagaian siswa merupakan pelajaran yang sangat membosankan. Tulisan ini bukan sebagai akhir dari sebuah pencarian metode pembelajaran yang terbaik guna meningkatkan kualitas siswa. Manusia tanpa cinta bagai pohon yang tidak berbuah, guru tanpa belajar bagai rumah tanpa tiang.

Kegiatan Belajar Mengajar (KBM)
berita.balihita.com
::

Sebelum kita dapat membahas isu-isu Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) kita perlu membahas secara lebih dalam isu-isu dan prioritas untuk pendidikan yang bermutu dan tujuannya KBM dalam proses mengarah ke pendidikan yang bermutu.
Apakah tujuan KBM adalah untuk menyampaikan informasi tertentu (pengetahuan) atau mengajar salah satu “skill” (keterampilan) kepada pelajarnya? Atau ada tujuan yang lebih luas?
Kami masih ingat pada waktu Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) baru muncul di Indonesia secara formal. Di lapangan banyak guru sedang bingung. Bingung karena ada beberapa hal termasuk banyak kompetensi yang disebut dalam kurikulum yang bukan kompetensi, atau sangat sulit diukur. Salah satu masalah besar adalah guru-guru bingung karena mereka tidak dapat percaya bahwa mereka akan punya cukup waktu untuk mengajar les masing-masing untuk menyampaikan dan “assess” (menilaikan) begitu banyak kompetensi.
Padahal ini bukan masalah karena kita tidak perlu mengajar kompetensi-kompetensi itu masing-masing. Di dalam satu kelas kita dapat mengajar beberapa kompetensi sekalian dan juga assess beberapa kompetensi sekalian.
Sebenarnya di setiap kelas kita wajib untuk mengajar sebanyak kompetensi mungkin dalam waktunya bila memakai KBK atau tidak.
Apa itu Pendidikan Yang Bermutu?
Sebetulnya ada banyak definisi untuk pendidikan yang bermutu tetapi kami merasa bahwa definisi ini dari UNICEF (di bawah) adalah cukup lengkap:
• Pelajar yang sehat, mendapat makanan bergizi yang cukup dan siap berpartisipasi dalam proses belajar, yang didukung dalam proses pembelajaran oleh keluarga dan linkungannya.
• Environmen yang sehat, aman, melindungi dan “gender-sensitive”, dan menyediakan sumber-sumber pembelajaran dan fasilitas yang cukup.
• Konten dalam kurikulum dan bahan pembelajaran yang relevan untuk belajar “basic skills”, khusus “literacy, numeracy and skills for life”, dan pengetahuan mengenai isu-isu seperti “gender, health (kesehatan), nutrisi, HIV/AIDS prevention and peace (kedamaian)”.
• Proses-proses di mana guru-guru yang terlatih menggunakan sistem pembelajaran “child centered” di kelas dan sekolah yang di-manage dengan baik dan di mana ada penilaian yang baik untuk melaksanakan pembelajaran dan menurunkan isu-isu perbedaan.
• Outcomes yang termasuk pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap, dan berhubungan dengan tujuan-tujuan (goals) nasional untuk pendidikan dan partisipasi sosial yang positif.
Bagaimana kita dapat melaksanakan Pendidikan yang Bermutu di Indonesia?
Yang pertama kita harus sadar bahwa kesehatan adalah isu pendidikan. Itu sebabnya Pendidikan Network mempunyai bagian berita khusus “Pendidikan & Kemiskinan” karena isu-isu kemiskinan dan kesehatan adalah dua faktor yang sangat mempengaruhi mutu pendidikan (untuk semua) di negara kita.
“Environmen yang sehat” Puluhan ribu sekolah di negara kita adalah rusak atau ambruk. Kalau kita menuju pendidikan yang bermutu “untuk semua” ini harus sebagai prioritas utama terhadap keadilan di bidang pendidikan. Walapun sumber-sumber pembelajaran dan fasilitas adalah isu yang sangat penting semua siswa-siswi di Indonesia berhak untuk mengakses sekolah yang aman dan nyaman.
“Konten dalam kurikulum dan bahan pembelajaran yang relevan untuk belajar basic skills“. Kurikulum adalah isu yang terus perlu ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan siswa-siswi untuk menghadapi masa depan dengan keberanian dan kreativitas, kalau negara kita berharap kemajuan.
Biasanya ada tiga kurikulum sebetulnya; kurikulum nasional, kurikulum daerah (mungkin konten lokal termasuk bahasa), dan kurikulum sekolah (mencerminkan keinginan dan kebutuhan lingkungan sekolah termasuk masyarakat dan industri). Kurikulum sekolah adalah isu yang sangat penting dan dapat di bentukkan dalam kegiatan ekstra-kurikular untuk menambah pembelajaran agama, sosial, kemandirian, keterampilan yang berhubungan dengan industri lokal (kejuruan), dll. Kurikulum sekolah dapat sangat membantu dengan isu-isu mutu SDM.
“Proses-proses di mana guru-guru yang terlatih menggunakan sistem pembelajaran child centered”
Apa maksudnya “child centered”? Child centered adalah sistem pembelajaran di mana fokus pembelajaran adalah dengan pelajar bukan guru. Guru sebagai fasilitator atau manajer proses pembelajaran. Misalnya di TK guru-guru sering mengajar anak-anak lewat kegiatan mainan. Di dalam kegiatan-kegiatan ini adalah pembelajaran misalnya pembelajaran isu sosial, hitung, bergambar, cerita dalam kata-kata sendiri, keterampilan kreativitas, dll.
Di tingkat SD sampai SMP sudah ada banyak contoh dan bukti penghasilan dari proses “Child Centered Learning” yang disebut Pengajaran Aktif, Kreatif, Efektif yang Menyenangkan (PAKEM) atau Pembelajaran Kontekstual di situs Basic Education (MBE).
Di tingkat SMU kita masih dapat menyaksikan banyak kegiatan pembelajaran di sekolah-sekolah menengah yang belum Student Centered. Mungkin karena masih banyak guru belum kenal dengan proses, atau seperti kami sudah mendengar di lapangan bahwa guru-guru masih ragu-ragu bahwa mereka dapat selesai menyampaikan kurikulum dalam waktunya kalau menggunakan proses PAKEM. Padahal lewat proses PAKEM siswa-siswi dapat belajar sangat cepat maupun enjoy (nikmat) pembelajaran sambil menambah pembelajaran “life skills” misalnya manajemen, kemandirian, penelitian, dll, sambil belajar topik utama#.
#Ingat di atas bahwa kami sebut “di setiap kelas kita wajib untuk mengajar sebanyak kompetensi mungkin dalam waktunya bila memakai KBK atau tidak”
Ini adalah salah satu isu yang sangat membedakan sekolah nasional dengan sekolah internasional. Beberapa sekolah nasional sudah melaksanakan proses pembelajaran kontekstual misalnya Madania di Parung, Bogor, Jawa Barat.
Di Perguruan Tinggi kita dapat menyaksikan kegiatan belajar mengajar di kebanyakan kelas yang paling pasif. Proses pembelajarannya biasanya sangat ‘dosen centered’ dengan mahasiswa/i dalam keadaan DM (duduk manis) dan jarang terkait dalam proses pembelajaran.
Apakah harus begini? Pasti Tidak!
Dosen-dosen, sama dengan guru-guru di sekolah, wajib untuk mengaktifkan mahasiswa/i dalam proses pembelajaran. Kita perlu menggunakan strategi-strategi, walapun kelasnya adalah besar, di mana mahasiswa/i adalah seaktif mungkin dalam proses pembelajaran.
Apakah anda yang dosen yang membaca ini pernah ikut program seminar yang ceramah atau pidato sepanjang hari? Apakah anda ingin tidur atau pulang? Sekarang kebanyakan presenter menggunakan laptop dan data projector. Apakah ada bedanya? Setelah dua atau tiga presentasi apa anda ingin tidur atau pulang juga? Sama saja kan?
Yang akan paling meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia adalah kalau kita di semua tingkat pendidikan menghidupkan/mengaktifkan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), bukan isu seperti teknologi.
Teknologi Pendidikan adalah alat bantu untuk di mana ada kesempatan untuk meningkatkan mutu KBM, tetapi teknologinya harus cocok dan tidak perlu terlalu canggih. Kalau kita sering menggunakan teknologi yang sama, bila paling canggih, pelajar kita juga akan cepat mulai bosen. Sering teknologi yang paling membantu tujuan KBM kita adalah yang paling sederhana.
cache:fvr4VVV9hXkJ:berita balihita com/gaya-hidup-remaja-masa-kini html gaya hidup remaja mengikuti gaya orang dewasa, cache:fvr4VVV9hXkJ:berita balihita com/gaya-hidup-remaja-masa-kini html gaya hidup anak muda, cache:fvr4VVV9hXkJ:berita balihita com/gaya-hidup-remaja-masa-kini html gaya hidup remaja yang mengikuti gaya hidup orang dewasa, cache:ThGu2gQjDw4J:berita balihita com/en/gaya-hidup-remaja-masa-kini html cerita gaya hidup remaja yang terkait dengan narkoba, kegiatan belajar mengajar

Kegagalan Pengajaran Bahasa Indonesia


Pengajaran bahasa merupakan salah satu bentuk pengajaran yang memiliki cara yang berbeda dalam metode pengajarannya dibandingkan dengan bidang-bidang yang lain. Bahasa sebagaimana kita ketahui didapatkan oleh seseorang melalui dua hal, yaitu melalui perolehan dan melalui pembelajaran. Didapatkan melalui perolehan di sini artinya yakni di mana seseorang untuk pertama kalinya memperoleh bahasa (masih murni, belum memiliki bahasa) dalam penjelasan hal ini yang dimaksud yakni bayi atau balita. Sistem kehidupan inilah yang menyerap semua aspek-aspek tentang bahasa pertamanya dari orang tua, keluarga dan lingkungan sekitarnya tanpa harus belajar. Contoh: Jika satu bayi dari orang Indonesia diasuh dengan menggunakan bahasa inggris maka bayi itu akan berbahasa inggris, jadi bahasa yang diperolehnya adalah bahasa inggris bukan Bahasa Indonesia. Sedangkan yang dimaksud dengan pembelajaran di sini adalah di mana seseorang yang telah memiliki bahasa kemudian ingin dapat berbahasa lainnya maka ia harus mempelajari bahasa itu. Contoh: Seorang berkebangsaan Inggris yang tidak bisa Bahasa Indonesia maka apabila ia ingin dapat berbahasa Indonesia ia kemudian belajar Bahasa Indonesia dengan pengajar bahasa atau juga dapat belajar secara otodidak yaitu dengan lingkungan sekitar (dengan hidup di kalangan orang berbahasa Indonesia). Maka proses yang demikian itu adalah proses pembelajaran.
Untuk memperlancar kegiatan pengajaran bahasa diperlukanlah metode atau suatu rumusan sistem cara pengajaran karena metode pengajaran merupakan salah satu faktor yang berperan dalam pengajaran. Peran suatu metode sangatlah besar dalam suatu pengajaran dan bersangkutan juga dengan siswa yang menjadi objek pengajaran.
Dalam menerapkan metode pengajaran bahasa ada beberapa hal yang sebaiknya diperhatikan terlebih dahulu oleh para pengajar yang antara lain adalah sebagai berikut:
1. Pengajaran harus disesuaikan dengan kultur sosial dari objek siswa
2. Menggunakan metode yang dianggap mudah oleh para siswa
3. Melalui pendekatan yang sifatnya komunikatif dalam kegiatan belajar mengajar
4. Dan lain-lain

Banyak sekali metode-metode dalam pengajaran bahasa yang sesungguhnya memiliki perbedaan-perbedaan antara satu dengan lainnya yang mungkin diakibatkan oleh teori-teori bahasa yang berbeda, jenis-jenis deskripsi bahasa yang beragam dan ide-ide yang beraneka tentang belajar bahasa.
Mengapa adanya kegagalan dalam pengajaran Bahasa Indonesia? Bahasa Indonesia yang sesungguhnya berasal dari bahasa Melayu Riau yang kemudian mendapatkan pengaruh-pengaruh dari bahasa daerah-daerah lain dan juga dari bahasa asing, seperti bahasa-bahasa penjajah kita. Kegagalan di sini bersumber pada metode yang digunakan karena metode itu menentukan apa dan bagaimana pengajaran bahasa itu. Pengajaran bahasa dianggap berhasil apabila siswa dapat mendengar (menyimak), berbicara, membaca, menulis, memiliki banyak kosakata (vocab) dan juga bertata bahasa (grammar) dengan baik.

Jenis-jenis metode pengajaran Bahasa Indonesia

1. Metode Langsung 10. Metode Unit
2. Metode Natural 11. Metode Kontrol Bahasa
3. Metode Psikologis 12. Metode Mimikri Memorasi
4. Metode Fonetik 13. Metode Teori Praktek
5. Metode Membaca 14. Metode Kognisi
6. Metode Tata Bahasa 15. Metode Dwibahasa
7. Metode Terjemahan 16. Metode Audiolingual
8. Metode Tata Bahasa Terjemahan 17. Metode Audiovisual
9. Metode Eklektik

Metode-metode di atas memiliki keunggulan dan juga kelemahan masing-masing sebagai contoh yakni pada metode langsung yang menerapkan sistem belajar yang dirasa dapat membuat siswa senang dalam belajar bahasa karena menggunakan kosakata dan struktur sehari-hari yang dipakai siswa dengan tata bahasa yang diajarkan menurut situasinya tetapi kelemahan ini terjadi karena pada umumnya pengajaran dilakukan di kelas dan itu pun dengan waktu yang berjam-jam.
Pada hakikatnya semua metode pengajaran bahasa terjadi dari penahapan seleksi, gradasi, persentasi dan repetisi tertentu dari bahan pelajaran. Oleh karena itu, untuk membedakan suatu metode dengan metode yang lain kita harus menggunakan keempat tahap tersebut sebagai kriteria. Tahap seleksi dilakukan karena tidak mungkin mengajarkan semua bidang pengetahuan tetapi kita harus menyeleksi bagian mana yang akan kita ajarkan. Tahap gradasi dilakukan karena tidak mungkin kita mengajarkan secara serentak semua yang telah kita seleksi. Tahap persentasi dilakukan karena tidak mungkin kita mengajar tanpa mengkomunikasikan sesuatu itu kepada orang lain. Tahap repetisi dilakukan karena tidak mungkin kita mempelajari sesuatu keterampilan dari suatu keadaan yang tunggal saja. Semua keterampilan bergantung pada prakteknya.
Guna mencapai keberhasilan dalam pengajaran Bahasa Indonesia selain menmggunakan metode-metode di atas diperlukan juga pendekatan-pendekatan dalam pengajaran bahasa, pendekatan ini bertujuan agar siswa dapat dengan senang dan juga dengan mudah menyerap atau belajar seperti pendekatan komunikatif yang mempunyai hakikat bahwa bahasa adalah suatu sistem buat ekspresi makna. Beberapa pendekatan yang lain adalah:
•Pendekatan Situasional
•Pendekatan Audiolingual
•Pendekatan Responsi Fisik Total
•Pendekatan Cara Diam
•Pendekatan Pembelajaran Bahasa Masyarakat
•Pendekatan Alamiah

Beberapa faktor yang menurut saya menjadi penyebab kegagalan dalam pengajaran Bahasa Indonesia yaitu:
1. Pengajar bahasa yang memang kurang memahami teori bahasa, teori pembelajaran, tujuan pengajaran, silabus, tipe-tipe kegiatan yang akan digunakan, peranan pembelajar, peranan pengajar itu sendiri, serta peranan materi yang akan diajarkan.
2. Situasional yang tidak mendukung terciptanya kegiatan belajar dan mengajar bahasa seperti pengajar bahasa yang belum mampu berkomunikasi dengan lancar secara lisan dengan siswa, siswa yang berbeda kultur sosial dengan pengajar hingga tidak adanya ketertarikan kepada yang diajarkan.
3. Metode yang diterapkan oleh pengajar tidak cocok untuk siswa karena beberapa hal yang telah disebutkan sebelumnya dan juga alat-alat bantu pengajaran bahasa yang kurang memadai untuk pengajaran bahasa.
Jadi sebaiknya agar pengajaran bahasa mencapai keberhasilan seorang pengajar bahasa adalah orang yang berkompeten yaitu orang yang sepenuhnya mengerti, memahami serta mempunyai ide untuk menemukan jalan keluar atas masalah pengajaran bahasa yang dihadapinya serta mempunyai tujuan yang baik dalam mengajarkan bahasa.